My Tough Bodyguard - Bab 258 Sellen diserang

“Boleh, aku tunggu kamu datang menangkap aku.”

Robert dengan senyum menyeringai, bangkit dari duduknya seraya berkata : “Apa sudah selesai? Bila tidak ada urusan lagi, aku akan pergi dulu.”

Dengan tatapan mengantar kepergian Robert, Maggie mengepal erat tinjunya.

Keluar dari kantor polisi, Robert meregangkan ototnya, terlalu lama di dalam ruang interogasi membuatnya merasa kurang nyaman.

Melihat waktu ternyata sudah hampir menjelang jam makan malam.

Dia lebih dulu menghubungi Sendy : “Apa sudah memesan restoran?”

“Restoran apa?” tanya Sendy belum sadar.

“Kamu ini, bukannya sudah kubilang? Mau minta maaf pada satpam perusahaan yang kamu hajar tanpa sebab, traktir mereka makan, kamu lupa?” kata Robert sambil melotot.

“Haiya, masalah ini, ingat, tidak lupa!” jawab Sendy dengan rasa bersalah.

“Cepat pesan, kalau sudah kirimkan alamat padaku.” perintah Robert, dia tahu sifat kunyuk ini kemungkinan besar lupa.

Tidak lama kemudian, Sendy menemukan sebuah restoran kelas tinggi, lalu mengirimkan alamatnya pada Robert.

Robert mengirim kembali alamat itu pada Tony, juga meneleponnya, sekali lagi dengan tulus mengundangnya, agar Tony dan satpam lainnya harus datang ke pesta makan-makan tersebut, baru dia merasa lega.

.......

Stasiun kereta api Jiang Cheng.

Kereta api yang dari kota H ke Jiang Cheng berhenti di sini.

Seorang nenek dengan kepala penuh rambut keperakan, kelihatannya sudah berumur delapanpuluhan, bertopang pada tongkat, sendiri berjalan keluar dari tempat pemeriksaan karcis.

Jalannya sangat lambat, sepertinya setiap langkah perlu tenaga dan sangat sulit.

Seorang satpam di depan pintu tidak tega melihatnya, berjalan menuju ke arah nenek tua dan menopangnya : “Nenek, anda harus hati-hati ada undakan.”

“Ei, iya iya.” Nenek tua melirik satpam sekilas, dengan puas mengangguk, menepuk punggung tangannya sambil terkekeh berkata : “Anak muda sekarang, benar-benar berhati baik.”

“Nenek, anda terlalu sungkan, menghormati yang tua dan menyayangi yang muda memang sebuah akhlak yang patut dimiliki oleh setiap orang, aku juga memiliki seorang nenek yang umurnya hampir sama dengan anda, melihat anda membuatku tanpa sadar teringat akan beliau.” senyum satpam.

“Nenek, keluarga anda? Hanya anda sendiri?” tanyanya penuh perhatian.

“Aku, datang ke Jiang Cheng untuk mengunjungi saudara.” jawab nenek tersebut, dengan cepat dia melirik ke satpam lagi, lalu dengan wajah yang baik sambil tersenyum : “Sudah merepotkanmu, anak muda, kamu siapa namanya?”

“Nenek, aku bernama Levis.” Satpam dengan senyum jujur bertanya : “Nenek, kalau anda?”

“Aku bermarga Jin, panggil saja aku Nenek Jin.” jawab nenek tua.

“Nenek Jin.” panggil Levis.

Nenek Jin mendehem, lalu tersenyum berkata : “Baik, baik. Taksi sudah datang, nenek pergi dulu, ada waktu nenek akan datang mencarimu.”

Membantu nenek membuka pintu taksi, dengan pandangan mengantar kepergian taksi tersebut, Levis baru kembali ke pos tempat tugasnya, teringat akan kata-kata Nenek Jin sebelum pergi membuatnya sedikit heran tapi juga lucu, ada waktu akan datang mencarimu?

Barangkali itu hanya kebiasaan orang tua yang sering terucap di bibir, Levis menggelengkan kepala, dia berhati baik mau membantu orang tua bukan hanya sekali ini saja, karena itu dia tidak terlalu ambil peduli.

......

Taksi berhenti di sebuah tempat pembuangan mobil rusak di pinggiran kota Jiang Cheng.

Setelah Nenek Jin membayar ongkosnya, lalu dengan menopang tongkat turun dari taksi.

“Nenek, di sini tidak ada yang tinggal, apakah anda tidak salah tempat?” sopir taksi mengingatkan nenek.

“He he, tidak salah, tidak salah.” ucap nenek sambil melambaikan tangan.

Melihat nenek yang begitu yakin, sopir juga tidak ingin campur urusannya lagi, hanya bergumam lalu berlalu pergi dengan taksinya.

Memasuki pabrik tempat pembuangan mobil.

Nenek berjalan ke depan pintu yang sudah sangat lama dan rusak, mengangkat tongkatnya dengan sekuat tenaga mengetuk pintu, dengan datar berkata : “Muridku, buka pintu.”

Tidak lama kemudian, pintu terbuka, muncul Herman yang pernah bertempur sengit dengan Robert, hingga terluka dan melarikan diri.

Herman yang sekarang, dengan air muka yang kurang sehat, berubah menjadi sangat kurus, kedua pipinya cekung ke dalam, terlihat kondisi yang sangat lemah.

“Guru?” Melihat Nenek Jin, awalnya Herman dengan pandangan yang suram, mendadak berubah begitu bersinar : “Anda kenapa datang lebih awal? Silakan masuk, anda silakan masuk.”

“Murid terluka sampai seperti ini, aku yang sebagai guru, bagaimana mungkin tidak keluar datang untuk melihat?” Nenek Jin mengamati lingkungan sekitar, dengan kerutan di alis berkata : “Selama ini kamu sembunyi di sini?”

“Guru, murid yang tidak berguna.” ucap Herman tertunduk.

“Bisa membuat kamu terluka seperti ini, kelihatannya pihak kedua seorang yang sangat hebat.” kata nenek Jin setelah mengamati luka Herman.

“Murid sudah menyelidiki jelas datanya, namanya Robert... ...” Herman menggigit bibir, lalu mengatakan semua informasi yang berkaitan dengan Robert.

Raut wajah nenek Jin selalu tenang, setelah mendengar penjelasan dari Herman, dari sakunya dia merogoh sebuah botol berwarna hitam, dan disodorkan pada Herman : “Obat ini, kamu minum dulu. Jika masih belum bisa mengurangi lukanya, maka harus ganti tubuh lain.”

“Ganti tubuh lain?” Herman melongo.

Nenek Jin mengangguk : “Sebuah keberuntungan juga, guru menemukan seorang yang lumayan, profesinya satpam, tubuhnya cocok denganmu.”

Herman tertawa : “Murid pikir-pikir dulu.”

Mengganti tubuh, istilah lainnya ‘merampas raga’.

Tapi, pembinaan Herman masih belum sampai tingkat dengan mudah untuk merampas raga lain.

Jika memaksa untuk merampas raga, resikonya sangat besar, jika tidak hati-hati maka jiwanya akan menghilang.

Selain itu, Herman masih sangat puas dengan tubuhnya, dia masih belum kepala empat, masih semangat dan penuh vitalitas, sama sekali tidak perlu ganti tubuh.

Yang utama, jika kekuatan kurang, setelah merampas raga maka semua kemampuan hasil pembinaan akan hilang, harus berlatih dari awal lagi. Begitu bersusah payah selama dua puluh tahun, dia tidak ingin berubah menjadi orang biasa.

“Guru, Robert ini berkali-kali mengacaukan pekerjaan kita, menurut murid yang bodoh ini, kita habisi dulu orang ini, untuk menghilangkan kesulitan di waktu yang akan datang.” usul Herman.

“Bagaimanapun orang ini tidak penting, tunggu guru menangkap Sellen, menukar tubuhnya, baru mencari masalah dengan orang itu juga tidak akan terlambat.” kata Nenek Jin.

Dia sudah berumur delapan puluh tahun, tubuhnya sudah tidak bisa bertahan lebih lama lagi, inilah sebabnya dia tidak sabar untuk mengganti tubuhnya.

Meskipun parasit dalam tubuh Sellen sudah dihancurkan oleh Robert, namun sepuluh tahun kemudian, nutrisi parasit masih akan tertinggal di dalam tubuh Sellen.

Asalkan mengganti tubuh Sellen, menyerap nutrisinya, lalu mengalihkan energi tubuh awal ke tubuh baru, maka kemampuan Nenek Jin akan bertambah.

“Murid, mana data informasi Sellen?” tanya Nenek Jin.

“Ada di sini.” Herman ambil setumpuk kertas dari atas meja lalu dengan hormat memberikan pada Nenek Jin.

“Kamu baik-baik memulihkan diri di sini, guru akan menangkap Sellen, lalu akan menunggu kamu di luar kota.” pesan Nenek Jin.

Hati Herman berdetak kencang, teringat akan wajah cantik Sellen yang luar biasa dan lekukan tubuhnya, di bibirnya terbersit senyum yang tidak jelas, dan bersama Nenek Jin tersenyum penuh arti.

......

Jam tujuh malam.

Setelah pulang kerja, Sellen ingin pergi ke pusat perbelanjaan untuk memberi beberapa barang keperluan sehari-hari.

Belakangan ini suasana hatinya sangat baik, melewati beberapa kali detoks racun oleh Robert, berbagai macam rasa kurang sehat di tubuh sebelumnya pelan-pelan mulai berkurang, meskipun kadang-kadang merasa sedikit berdebar di hatinya, namun tidak sehebat dulu.

Masih perlu tiga kali lagi untuk detoks racun, besok adalah hari yang sudah dia janjikan dengan Robert, Sellen merasa sedikit tidak sabar menunggu hari esok.

Sambil mendorong troli di dalam pusat perbelanjaan, melihat barang yang lagi diperlukan langsung diambil dan masuk keranjang troli.

Saat ini ada seorang nenek tua yang berjalan sambil menopang tongkat, dengan pelan berjalan mendekat dari arah depan.

Sellen tidak begitu memperhatikan, lorong juga tidak begitu lebar, berhati baik supaya tidak menghalangi jalan nenek tua tersebut, Sellen menggeser trolinya.

Tapi ketika nenek sampai di sampingnya, tiba-tiba mengaduh dan jatuh ke lantai.

Sellen dengan cepat melepaskan barang di tangannya, berjongkok lalu mencoba menopang nenek untuk berdiri, dengan perhatian bertanya : “Nek, nenek, anda tidak apa-apa?”

Nenek tua hanya mengaduh kesakitan.

“Nek, anda tahan dulu, aku akan antar kamu ke rumah sakit.” ujar Sellen sambil mengeluarkan ponselnya, ingin menghubungi rumah sakit terdekat.

Tiba-tiba sang nenek mengulurkan tangan menangkap telapak tangan Sellen : “Tidak perlu.”

Nenek yang saat ini tidak seperti orang yang jatuh kesakitan sama sekali, dengan pandangan mata yang bersinar menatap Sellen, seolah-olah seperti seorang pemburu yang mendapatkan hasil buruannya.

“Nenek, anda ... ... anda kenapa?” tanya Sellen kaget ditatap seperti itu oleh nenek tua, dan tidak tahu mengapa, dia merasa merinding.

“Sellen.” Nenek Jin memanggil namanya, dengan senyum menyeringai : “Sepuluh tahun tidak bertemu, kelihatannya kamu sudah tidak ingat denganku. Ckckck, sudah tumbuh jadi cantik sekali, nenek benar-benar tidak salah melihat orang.”

“Kamu ... ...” baru saja Sellen ingin bicara, tiba-tiba lehernya terasa sakit, tidak ada tenaga di sekujur tubuhnya, ponsel meluncur jatuh dari tangannya, suara gedebuk jatuh ke lantai, pandangannya gelap, lalu pingsan.

Nenek Jin tersenyum, mendadak membuang tongkatnya, dengan kedua tangannya dia langsung mengangkat tubuh Sellen dan memanggul di pundaknya, di bawah tatapan tercengang para pengunjung dan karyawan pusat perbelanjaan, dia dengan kencang berlari keluar.

......

Di dalam sebuah restoran dekat perusahaan besar Mo.

Robert, Sendy dan para satpam makan dan minum di sini.

“Mari bersulang!”

“Kita tanpa ada pertengkaran tidak akan saling mengenal.”

“Tapi, saudara Sendy, bakat bertarung kamu sangat hebat, salut, salut!”

“Biasa saja kok, ketiga di dunia, ahhahaha.”

“Saudara Sendy jangan terlalu merendah, menurut aku kemampuan kamu tidak berbeda jauh dengan kakak ipar!”

“Jangan, aku dibandingkan dengan bosku, beda jauh sekali.”

Suasana yang sangat riang, Sendy dan para satpam ngobrol dengan gembira dan akrab, bermain permainan sut jari dan angka, bukan main senangnya.

Robert sebagai penengah merasa lega, dengan rasa puas minum minumannya, makan, kadang-kadang menimpali kata-kata mereka, mengendalikan suasana.

“Eh?”

Tiba-tiba alis Robert berkerut, merasa ada sedikit yang tidak beres.

“Ada apa dengan Sellen?” Robert sedikit heran.

Ketika Herman menyelinap masuk ke rumah Sellen, hampir saja Sellen di tangkap olehnya. Robert tiba tepat waktu, setelah mengalahkan Herman, untuk mencegah hal yang sama terjadi lagi, Robert memberi satu tanda di dalam tubuh Sellen.

Tanda ini bisa membuat Robert mengetahui keberadaan Sellen.

Namun berhubung tidak belajar dengan baik, karena itu batas reaksi yang terjangkau hanya dalam radius kota Jiang Cheng.

Karena itu Robert pernah berpesan pada Sellen, jangan meninggalkan Jiang Cheng semau sendiri.

Hasilnya sekarang Robert merasakan Sellen dengan cepat menuju ke arah luar kota, dan bergerak maju terus.

Berdasarkan kecepatannya, lewat beberapa menit lagi akan lolos dari jangkauan Robert.

Dia meletakkan gelasnya, mengeluarkan ponsel, dan mulai menghubungi ponsel Sellen. Tuttuttut, bunyi beberapa kali akhirnya terhubung.

“Halo, Sellen...ada apa denganmu, walaupun ingin meninggalkan Jiang Cheng, seharusnya runding dulu denganku.” kata Robert langsung menyalahkan Sellen.

“Tuan, maaf apa anda temannya pemilik ponsel ini?” Suara di ujung sana ternyata bukan Sellen.

“Iya, kamu siapa?” Seketika Robert mengernyit, dalam hatinya muncul firasat buruk.

Novel Terkait

Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
4 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
4 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu