My Tough Bodyguard - Bab 82 Orang dari Ibukota

Peristiwa dibunuhnya Hansen Gao di rumahnya dengan cepat mengejutkan pihak kepolisian. Meskipun waktu sudah larut malam, tapi pihak kepolisian sangat menganggap penting masalah ini, malam itu juga mengirimkan belasan mobil polisi, mengamankan dengan ketat sekali TF Mansion.

Kapten detasemen Interpol Maggie Fang datang langsung ke lokasi kejadian, dengan serius memeriksa jejak-jejak di ruang tamu.

Salah seorang polisi mendekatinya: “Kapten, hasil pemeriksaan sudah keluar.”

“Bagaimana hasilnya?” tanya Maggie Fang.

“Di lokasi kejadian tidak ditemukan satu sidik jari pun, termasuk di pisau buah, cangkir teh, dan sofa. Kamera CCTV di bagian luar TF Mansion pun tidak ada rekaman yang berarti. Saat itu petugas keamanan yang bertanggung jawab di gerbang pun tidak menemukan ada orang yang mencurigakan mendekati rumah”, lapor polisi itu.

“Saksi yang menemukan mayat, apakah sudah ditanya?” Maggie Fang bertanya.

Polisi itu menggelengkan kepalanya: “Baru saja ditanya, mereka pun tidak tahu apa yang terjadi.”

Mendengar hasil pemeriksaan ini, Maggie Fang menaikkan alisnya: “Dengan kata lain, belum ada petunjuk sama sekali untuk penyelidikan kita ini?”

“Tersangka yang membunuh Hansel Gao pastilah seorang penjahat yang sangat cerdik, lagipula berkeahlian tinggi.” Wakil kapten polisi, Steven Qin mengenakan sarung tangan, mengamati sejenak gagang pisau yang dijadikan barang bukti, sambil berdecak berkata: “Kalian lihat jejak gerigi ini, kalau aku tidak salah menduga, pisau buah ini dipatahkan oleh pembunuh itu!”

Andai Robert Qiu ada di lokasi saat itu, pastilah akan merasa terkejut, sebab Steven Qin tanpa disangka bisa memeragakan cara dia membunuh Hansen Gao.

“Dengan kata lain, Hansen Gao diancam oleh pembunuh, dengan perasaan terdesak, mengambil pisau mencoba menusuk lawan. Pembunuh ini sangat percaya diri, terlebih dulu dipatahkannya ujung pisau, lalu menggunakan setengah bagian ujung pisau menusuk jantung Hansen Gao. Selesai melakukannya dia membersihkan seluruh sidik jari dan bukti-bukti.” Terakhir, Steven Qin menyimpulkan: “Pembunuh ini, harus dihadapi dengan sangat hati-hati, pastinya adalah sosok yang sangat menakutkan.”

Maggie Fang hatinya tersentak, wajah cantiknya perlahan menunduk: “Aku sudah tahu arah dari penyelidikan ini.”

“Benarkah?” Steven Qin berkata sambil tertawa.

“Kapten Qin memang pantas menjadi utusan khusus ibukota, wawasan dan kemampuan analisanya sungguh membuka pandangan orang lain.” Ujar Maggie Fang.

“Kapten Fang bercanda saja, aku baru dipindah tugaskan selama 3 hari. Kondisi kota Jiang, aku tidak paham. Berhubung kapten Fang sudah ada petunjuk, untuk selanjutnya mengikuti arahan kapten Fang.” Steven Qin berkata.

…………..

Kembali ke keluarga Mo, sudah hampir tengah malam, ayah dan anak perempuan keluarga Mo sudah tertidur.

Robert Qiu sudah selesai mandi, kembali ke kamar tidur, baru saja mulai bersiap-siap membaringkan diri untuk beristirahat, ponselnya yang ditaruh di atas meja berbunyi. Diambilnya ponsel itu dan begitu dilihatnya, Robert Qiu mengeluarkan ekspresi yang tidak biasanya, di luar dugaan yang menelepon adalah Sarah Lu.

Bekerjasama dengan Sarah Lu sekian lamanya, Robert Qiu dan Sarah Lu tidak akan saling menelepon di waktu seperti ini, satu-satunya kemungkinan adalah karena ada masalah besar terjadi, harus segera menghubungi.

Mengingat kejadian malam ini, Robert Qiu sudah dapat menduga ada urusan apa Sarah Lu mencari dirinya.

Berdasarkan status Hansen Gao di kota Jiang, berita kematiannya menyebar, pihak kepolisian pasti akan langsung mengusutnya. Pihak kepolisian memiliki orang di bagian biro keamanan, saat pihak kepolisian mencurigai Robert Qiu, biro keamanan akan mendapatkan laporan pertama kali, Sarah Lu pun pertama kali akan menghubungi Robert Qiu, ini adalah reaksi berantai.

“Nona Sarah, jam segini masih belum tidur, tidak baik lho untuk kulitmu.” Robert Qiu tertawa terbahak sambil berkata.

“Robert Qiu!”

Seperti dugaannya, Sarah Lu berteriak berkata di telepon: “Cepat katakan! Hansen Gao meninggal, apakah ini perbuatanmu!”

Robert Qiu agak menjauhkan telepon dari telinganya, berlagak bodoh bertanya heran: “Hansen Gao meninggal? Kapan kejadiannya?”

“Jangan berpura-pura lagi!”

Sarah Lu berkata dengan marah: “Kamu kira pihak kepolisian itu tidak ada kemampuan? Apakah mereka tidak akan menyelidiki orang yang terakhir berhubungan dengan Hansen Gao? Insiden di siang hari begitu hebohnya ributnya, malam harinya Hansen Gao secara misterius dibunuh! Masalah ini tidak peduli kamu yang perbuat atau bukan, kamu tidak bisa menyangkal bahwa ada hubungannya denganmu!”

“Kalau tidak ada keyakinan yang penuh, aku juga tidak akan sembarangan membunuh orang.” Tidak bisa menutupi kebenaran lagi, Robert Qiu akhirnya mengakuinya.

“Sudah sampai waktunya seperti ini kamu masih cukup percaya diri ya.” Sarah Lu sungguh dibuat marah olehnya: “Aku beritahu kamu ya, pihak kepolisian sudah mengarahkan semua pandangannya pada dirimu! Kalau kamu tidak segera mencari kesempatan untuk cuci tangan, andaikata pihak kepolisian tidak berhasil mendapatkan barang bukti pun, kamu seumur hidup akan terus dikontrol mati-matian oleh mereka!”

“Aku juga tidak akan seumur hidup bertahan di kota Jiang.” Robert Qiu berdalih.

Sarah Lu kalah berdebat dengannya, kehabisan kata: “Anggaplah Hansen Gao telah bersalah kepadamu, kamu juga tidak perlu terburu-buru begini.”

“Hansen Gao harus mati, tadinya dia ingin membunuh Chu bersaudara, tapi kedua orang kakak beradik ini seperti pengecut. Hari ini Hansen Gao dan Chu bersaudara bagaimana memperlakukanku? Kalau masalah ini, terjadi pada orang biasa, bisakah melepaskan diri dari cengkraman The Sands?” Robert Qiu berkata.

“Kalau begitu apakah kamu masih mau membereskan partai The Sands?” tanya Sarah Lu.

“Dengan membunuh seorang Hansen Gao, telah memberi pukulan telak bagi kekuatan dari Chu bersaudara. Mengenai partai The Sands, bisa dibilang 4 ministry 8 commander semua di dalamnya adalah kumpulan orang-orang yang sudah tidak bisa diatur, menghadapi orang-orang seperti ini, terlalu menghamburkan banyak energi.” Ujar Robert Qiu.

Sarah Lu barulah merasa lega: “Aku menyangka kamu frustasi, mau melanggar larangan untuk membunuh.” Seperti tiba-tiba teringat akan sesuatu, Sarah Lu berkata lagi: “Robert Qiu, aku mau sampaikan masalah ini padamu. Masalah kepulanganmu ke negaramu, sangat besar kemungkinannya tidak dapat disembunyikan, sudah diawasi oleh bagian terkait.”

“Oh?” Robert Qiu memicingkan matanya.

Sarah Lu dengan suara rendah berkata: “3 hari yang lalu, ibukota Beijing sudah mengirim seorang staf khusus polisi, ditugaskan sebagai wakil kapten polisi. Orang ini bernama Steven Qin, status dia sebenarnya adalah anggota pasukan khusus nasional, kalau dugaanku benar, Steven Qin inilah yang memastikan statusmu sekarang dalam kasus ini.”

“Pasukan khusus…..” mendengar nama bagian ini, terbersit suatu memori dalam sorot mata Robert Qiu, tahun itu, Robert Qiu memimpin sebuah pasukan pisau, yang berasal dari grup ini.

“Robert Qiu, bagaimana rencanamu untuk mengatasi hal ini?” tanya Sarah Lu.

Robert Qiu terbawa terbahak: “Terserah bagaimana mereka menyelidikinya, apa bisa mereka menaklukkanku?”

“Bukan maksudnya begini, tapi, situasi ibukota akhir-akhir ini juga kacau, sekalinya kondisimu diketahui oleh orang yang ada maksud, tanpa segan akan dimanfaatkan. Kalau sampai begitu, mungkin akan dapat menghalangi rencanamu pulang ke negaramu.” Sarah Lu berkata sambil menggelengkan kepalanya.

“Tidak perlu khawatir, sebelum berhasil mendapatkan penangkal virus S, aku tidak akan meninggalkan kota Jiang.” kata Robert Qiu.

“Kamu berkata begini membuatku tenang sekarang. Besok ada kemungkinan kamu akan diinterogasi oleh pihak kepolisian, kalau bertemu Steven Qin, dia adalah juniormu, jangan sampai merasa inferior!” kata Sarah Lu.

“Yang aku khawatirkan sekarang adalah Maggie Fang, besok tidak tahu bagaimana harus menghadapinya.” Dengan wajah muram Robert Qiu berkata.

……

Hari kedua, Robert Qiu belum sempat pergi ke kantor, sudah dicegat oleh pihak kepolisian di pintu rumah keluarga Mo.

“Polisi Fang, apa maksud kalian ini?” Anderson Mo mengeryitkan alisnya berkata.

“Tuan Mo, kami dari pihak kepolisian ada urusan yang perlu dibicarakan dengan tuan Qiu, tolong berikan kami keleluasaan.” Maggie Fang berkata tanpa ekspresi.

Anderson Mo sebaliknya belum menyadari bahwa Robert Qiu adalah tersangkanya, tapi pagi-pagi begini sudah dihadang oleh begitu banyak polisi di depan pintu, siapapun akan merasa tidak senang, dengan sangat tidak senang berkata: “Polisi Fang, kalian pihak kepolisian mau membereskan masalah, aku dapat mengerti. Tapi cara kalian, adakah memikirkan perasaan aku? Lagipula, Robert sebenarnya melakukan kesalahan apa, pantaskah sampai mengirim begitu banyak pasukan?”

“Tuan Qiu dicurigai bekerjasama dalam kasus pembunuhan, kami datang untuk menginterogasinya.” Steven Qin yang berada di samping menjawab.

“Kasus pembunuhan? Apa buktinya?” Alice Mo bertanya dingin.

“Justru karena tidak ada barang bukti, maka barulah mencari tuan Qiu untuk bertanya. Pada intinya, tuan Qiu sudah ditetapkan menjadi tersangka utama, demi menghindari kesulitan yang tidak perlu, aku sarankan tuan Qiu sebaiknya menerima panggilan interogasi ini.” Dengan tersenyum Steven Qin melihat Robert Qiu: “Betul kan, tuan Qiu?”

“Anda ini pastinya Steven Qin, wakil kapten yang baru bertugas?” Robert Qiu bertanya dengan nada datar.

“Kelihatannya tuan Qiu sangat memahami situasi kota Jiang, aku hanya wakil kapten yang biasa saja, baru bertugas beberapa hari, separuh orang di kantor pun belum mengenal aku, tapi tuan Qiu begitu melihat langsung dapat mengenali aku, aku sangat merasa tersanjung sekali,” ujar Steven Qin sambil tertawa.

“Kapten Qin reputasinya sudah sangat terkenal, aku sangat kagum.” Tanpa mengubah nada bicaranya Robert Qiu berkata.

Walaupun wajah Steven Qin menampakkan senyuman, namun dalam hati terus menilai ekspresi Robert Qiu, juga perlahan menunjukkan perubahan.

“Paman Mo, Alice, kalian berangkatlah duluan ke kantor, aku akan segera menyusul nanti.” Robert Qiu berkata kepada Anderson Mo dan Alice Mo.

“Tetapi…..” Alice Mo sudah melihat di luar rumah ada belasan mobil polisi, dia berkata dengan penuh kecemasan.

Anderson Mo sudah menganggukkan kepalanya, pandangannya diarahkan kepada Tom yang ada di sampingnya: “Kalian jaga baik-baik kakak ipar, jangan sampai diperlakukan dengan tidak baik!”

“Baik!” pada bodyguard keluarga Mo satu persatu menjawab.

Setelah ayah dan anak perempuan keluarga Mo pergi, Robert Qiu membalikkan badan dan membuka pintu gerbang, berkata: “Masuklah, masa mau interogasi di pintu?”

Maggie Fang dan Steven Qin mengangguk, sambil membawa beberapa personel yang bertanggungjawab untuk mencatat masuk ke ruang tamu.

Sementara polisi lainnya, tetap berjaga di luar pintu. Alasannya mengerahkan begitu banyak polisi, menunjukkan sikap pihak kepolisian: kalau Robert Qiu menolak diinterogasi, pihak kepolisian pasti tidak akan tinggal diam.

Di ruang tamu.

Pengurus rumah tangga, paman Sam menuangkan teh.

Robert Qiu duduk di sofa, dengan ramah melayani: “Silakan diminum tehnya, silakan.”

Maggie Fang sedikitpun tidak melirik suguhan teh di depannya, dengan wajah datar berkata: “Tuan Qiu, kami ingin bertanya padamu, kemarin malam jam 10, anda berada di mana?”

“Jam 10? Di kamar tidurku sendiri.” Robert Qiu menjawab.

“Siapa yang bisa menjadi saksi?” Maggie Fang meneruskan pertanyaannya.

“Semalam jam 10, siapa yang tidak ada urusannya bisa datang ke kamar tidurmu?” Robert Qiu dengan ketus balas bertanya.

“Jawab pertanyaanku!” Maggie Fang berkata dengan penuh tekanan.

Robert Qiu cemberut: “Tidak ada.” Tidak lama kemudian tampak ekspresi tidak aman di wajahnya: “Kalian pihak kepolisian tidak akan karena aku tidak punya saksi lantas menuduh aku sebagai pembunuh kan?” Berhenti sejenak lalu dengan penasaran bertanya: “Polisi Fang, kita bisa dibilang sudah saling mengenal, anggaplah kamu juga mencurigai aku sebagai pembunuhnya, kamu juga harus memberitahu aku, korbannya siapa?”

“Hansen Gao.” Maggie Fang memandangnya sekilas dan menjawab dengan datar.

“Robert Qiu membelalakkan matanya: “Holyshit! Dia meninggal?”

Menyadari para polisi itu semuanya menatapnya, Robert Qiu menepuk pahanya dan berkata: “Aduh aku kena batunya, polisi Fang, kemarin aku memang bertengkar dengannya, tapi tujuan akhir aku hanyalah ingin menagih hutang, uangnya sudah hampir sampai, mengapa aku harus membunuh orang? Memangnya aku tidak waras?”

Novel Terkait

Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
4 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu