My Tough Bodyguard - Bab 118 Yang pasti kamu akan mati

“Cepat lari? Apa-apaan ini?”

Melihat pesan peringatan dari Rose, Robert sedikit bingung, dia bisa lari kemana? Aneh deh.

Robert menghubungi Rose dan ingin bertanya apa yang terjadi, hasilnya panggilan tidak terhubung dan telepon dikunci. Robert hanya bisa menutup telepon dan siap untuk interogasi Daina. Mengenai Rose suruh dia lari, Robert tidak peduli sama sekali, di negeri ini ada siapa yang punya kekuatan cukup untuk membuatnya menyelamatkan diri? Tidak ada.

“Apa dia sudah sadar?” tanya Robert ke Tom ketika sampai di pintu ruang bawah tanah.

“Sudah sadar, kamera di tubuhnya sudah dicabut semua tanpa sisa sedikitpun.” jawab Tom.

Robert mendehem kecil, segera memutar kunci dan masuk kedalam.

Di ruang bawah tanah, kursi yang sebelumnya mengikat Crazy Sword, sekarang mengikat erat Daina.

Sebelum Robert masuk, Daina masih berusaha melepaskan diri dan berniat melarikan diri. Suara pintu berderit, Daina segera menghentikan gerakan, dengan mata genit menggoda Robert, “Jadi kamu Robert? Aku pernah melihatmu di foto, tapi orang aslinya lebih cakep.”

Robert hanya melihat wanita muda rambut pirang tanpa bicara, lalu duduk di kursi depannya, menyalakan sebatang rokok, dalam sekejap asap rokok mengepul di dalam ruang bawah tanah yang tidak luas ini, membuat Daina batuk tiada henti:”Maaf, aku alergi rokok ... ...boleh matiin rokoknya?”

“Tidak bisa.”

Jawaban Robert membuat raut wajah Daina berubah, namun segera tersenyum:”Seorang pria sejati bukankah harus mengalah pada wanita?”

“Kamu pikir aku pria sejati?” Robert dengan ekspresi aneh.

“Jadi bukan? Pria ganteng dan bebas seperti kamu, apakah masih akan bersikap kasar padaku?” katanya sambil mengerlingkan mata.

Plak!

Robert tanpa bicara banyak, langsung menampar Daina, seketika pipi Daina langsung bengkak.

Daina ingin mengusap pipinya yang sakit, tapi tangannya terikat. Tubuhnya juga tidak bisa bergerak sama sekali terikat di kursi. Pipinya yang terasa panas dan sakit membuat dia menatap Robert penuh dendam:”Kamu pukul aku?”.

“Jangan melihat aku dengan tatapan seperti itu, kalau tidak kamu akan dipukul lebih parah lagi.” ucap Robert sambil melanjutkan rokoknya, seolah-olah hal tadi tidak ada hubungan dengannya, dengan malas berkata:”Kamu bernama Daina? Sebagai seorang pembunuh, namun tidak punya kesadaran. Tidak mengerti akan keadaan sendiri yang sudah dalam bahaya. Jika tidak menamparmu, kamu akan pikir masih punya hak untuk berunding syarat denganku.”

Daina sangat geram hingga ingin membunuh Robert, namun kata-kata Robert mengingatkan dia, benar juga, dia sekarang seorang tahanan, sama sekali tidak punya hak untuk berunding. Tapi manusia bernama Robert ini, sama sekali tidak terpikat godaannya, bila menimbulkan kemarahan dia takutnya belum apa-apa sudah digotong keluar.

Berpikir sampai di sini, Daina melihat ke bawah, menutupi mata yang penuh kemarahan dan berusaha untuk mengekang perasaannya.

“Yo, coba liat tampangmu sekarang, kelihatannya sudah sadar kena tamparanku. Baiklah, sekarang kita ngobrol aja.” kata Robert sambil mengangkat kakinya.

Robert tidak ada perasaan bersalah setelah menampar wanita ini, karena dia memang tidak akan tergoda. Banyak orang terbiasa berpikiran menggunakan moral untuk mencela seseorang, misalnya pria tidak pantas memukul wanita, pria harus mengeluarkan uang untuk belanjaan wanita, di bis umum jika tidak memberikan tempat duduk pada orang tua dianggap tidak tahu aturan... ...dan lain -lain yang terikat oleh moral.

Benar, pada umumnya pria tidak pantas memukul wanita, harus baik-baik menyayangi dan menghargai. Tapi sikap ini hanya untuk sebagian wanita, seperti Alice. Robert pasti tidak akan melakukannya.

Meskipun Robert tidak punya perasaan apa-apa pada Alice, namun Alice yang menguasai obat penawar virus S, tidak hanya tidak boleh dipukul malah harus dijaga seperti seorang leluhur. Untungnya Alice tidak begitu sadar kalau dia begitu penting, jika tidak akan sedikit menyulitkan dan Robert tidak berani sewenang-wenang padanya.

Jelas Daina bukan tipe Robert, apalagi seorang pembunuh yang kejam, aneh bila Robert bersikap baik padanya.

Melalui kata-kata manis, niat membunuh yang tersembunyi, yang paling lucu Daina masih ingin menggunakan daya pikat wanita. Body Daina lumayan, namun wajahnya tidak mendukung, lagian juga bukan tipe Robert.

Dan Robert belajar ilmu kedokteran dengan Raja Obat, mengerti untuk melihat nafas, sekali lihat sudah tahu tubuh Daina sangat ringan, kedua kaki tidak ada tenaga, kelihatan jelas tipe wanita yang tidak bisa mengurus kehidupan pribadi, membuat Robert tidak menyukainya, kalau bukan mau interogasi, dengan sikap Daina yang tadi, dia akan langsung membunuhnya.

“Kamu ingin ngobrol apa?” tanya Daina dengan senyum tidak wajar.

“Apa yang ingin aku bicarakan, harusnya kamu jelas.” kata Robert sambil menahan senyum.

Daina dengan senyum paksa berkata:”Setidaknya kasih aku arah yang jelas, kalau tidak bagaimana aku bisa tahu?”

“Kalau begitu baik, aku terus terang saja, seberapa banyak kamu mengetahui masalah Rose?” tanya Robert langsung.

Mendengar kata ini, sekujur tubuh Daina gemetar dan wajahnya berubah ketakutan.

Dia tahu kemungkinan besar Robert akan membicarakan topik ini, dia juga tahu begitu bicara tentang Rose, Robert pasti tidak akan membiarkan dia hidup dan pergi membawa rahasia ini.

Jadi Daina ingin menghindari topik ini, tidak disangka Robert langsung menanyakan hal ini, membuat Daina ketakutan juga sangat marah di saat yang bersamaan:”Rose? Apa maksudnya?”

“Ckckck, baru menyebut nama Rose mengapa kamu begitu panik? Reaksi kamu makin membuatku curiga.” kata Robert tersenyum kecil, lalu menundukkan wajahnya:”Ternyata dugaanku tidak salah, kamu kali ini datang ke vila keluarga Mo lengkap dengan kamera di tubuh, bukan karena aku, melainkan ingin menjebak Rose, apa benar?”

Mimik wajah Daina semakin berubah tidak karuan, dari ucapan Robert sama dengan mengaku jika Rose membantu dia. Dan Robert berani mengatakan rahasia ini, berarti dia tidak mungkin bisa hidup lagi.

Berpikir sampai di sini, malah membuat Daina sedikit lebih tenang, dengan senyum menyedihkan berkata:”Masalah Rose membantumu, kamu pasti tidak akan membiarkan aku hidup untuk membawa keluar rahasia ini, benarkan?”

“Um, kamu bisa sadar juga.” puji Robert sambil mengangguk.

Biarpun sudah ada persiapan, namun mendengar penegasan dari Robert seketika Daina merasa putus asa, berkata:”Kalau gitu, mengapa aku harus menjawabmu?”

“Jawab pertanyaanku, maka aku akan memberikan cara mati yang tidak menyakitkan. Tidak menjawab pertanyaanku, kamu akan mati dengan tragis.” Robert beranjak dari duduknya, dengan posisi yang lebih tinggi melihat Daina, serta tatapan yang dingin dan tanpa belas kasihan:”Kamu adalah seorang pembunuh, seharusnya tahu cara yang sangat menyiksa, jadi satu-satunya untuk melepaskan diri adalah mati.”

Berhenti sebentar, Robert lanjut berkata:”Singkat kata, malam ini kamu pasti mati. Jika tidak ingin mati dengan tersiksa, katakan padaku semua informasi yang sebenarnya mengenai Rose.”

“Kamu, apa yang ingin kamu ketahui?” tanya Daina gemetar, dia akhirnya sadar seharusnya tidak menimbulkan masalah ini, sekarang menyesal pun sudah terlambat.

“Sudah aku katakan, semua informasi yang berkaitan dengan Rose, semuanya katakan padaku. Masih perlu aku ulangi untuk ketiga kali?” ucap Robert tidak sabar.

Daina tidak berani menunda, informasi yang dia tahu segera disampaikan pada Robert. Jika dengan pembunuh lain, mungkin masih ada yang disembunyikan. Namun berhadapan dengan Robert, tekanan batin Daina sangat besar, lebih mengerikan dibandingkan berhadapan dengan Pembunuh Legenda, dia tidak ingin mati, juga tidak ingin menerima siksaan, hanya bisa berjalan selangkah menghitung selangkah.

Berhubung beberapa tahun ini, Daina selalu menganggap Rose sebagai saingannya. Karena itu dia tahu banyak informasi yang berkaitan dengan Rose dan jelas dengan kebiasaan Rose, misalnya cara kerja yang sering digunakan, hasil pertarungan, teknik dalam menghadapi orang dan lain-lain.

Robert mendengarkan sambil berdecak, pantas saja Rose menghubunginya untuk mengatasi Daina dan tidak menampakkan wajahnya.

Robert juga pembunuh, tentu saja tahu bagaimana perasaannya ketika data diri sendiri diketahui dan dipelajari oleh pembunuh lain.

Curiga, takut, muncul niat membunuh.

Jadi tidak perlu mencari tahu urusan orang lain, kalau tidak ketika ada yang datang untuk membunuh, tapi malah tidak tahu alasannya.

“Tahu begitu banyak, bagaimana kamu bisa tetap hidup di beberapa tahun ini? Atau, Rose memang tidak anggap kamu sebagai ancaman?” tanya Robert sambil menggeleng.

Daina ingin membuka mulutnya, tapi tidak tahu harus berkata apa, dalam hatinya merasakan kegagalan. Benar, dia iri pada Rose bukan sehari dua hari, itu bukan rahasia lagi di dalam koalisi. Namun Rose sendiri tidak ada reaksi apapun, sepertinya tidak menganggap demikian.

Takutnya jika bukan karena Daina memakai alat penyadap kali ini, Rose tidak akan sampai tidak menampakkan wajah.

Berpikir sampai di sini, Daina dengan berat mengangkat kepala dan berkata ketus:”Apakah ada gunanya kamu mengejek aku?”

“Tidak ada, lagian kamu orang yang akan segera mati.” Robert melihat jam tangan, sudah lumayan malam, merasa sedikit ngantuk lalu menguap dan berkata:”Jawab pertanyaan terakhir, apa kamu memiliki foto Rose, atau mengetahui siapa nama aslinya?”

“Tidak ada.” jawab Daina disertai gelengan, “Biarpun aku selidiki lebih dalam lagi, juga tidak bisa mendapatkan identitas aslinya. Ini salah satu pantangan dalam profesi pembunuh, juga tidak diizinkan dalam koalisi.

“Kalau foto?” tanya Robert tidak menyerah.

Daina memutar bola matanya dan bermain akal:”Foto ada, tapi tidak dibawa, ada dirumahku.”

“Kamu pasti?” tanya Robert.

“Tentu saja!” Daina berkali-kali mengangguk mendengar pertanyaan Robert, di wajahnya pelan-pelan muncul senyum puas seperti musuh yang berhasil dengan rencana jahatnya. Asalkan Robert berani pergi kerumahnya untuk mengambil foto, orang koalisi akan berkerumun datang dan memukul Robert hingga babak belur!

Sampai disini, Daina merasa dirinya ada harapan untuk bisa bebas, hatinya gembira tak kepalang, dia tidak menyadari tatapan Robert di depannya, pelan-pelan amarah membunuhnya sudah meluap.

“Di rumah taruh di mana? Katakan titik letaknya.” tanya Robert lagi.

Daina segera menjawab:”Di lemari buku laci ke dua... ...Eh um um... ...”masih belum selesai bicara, Daina tida-tiba merasa ada yang dingin di lehernya, sebuah barang tajam yang membelah dan memercikkan darah dari leher dan wajah penuh darah. Dia ingin teriak, tapi tak sanggup, semakin buka mulutnya cipratan darah semakin cepat.

Di gorok tenggorokannya!

Daina seorang pembunuh segera menyadari apa yang terjadi, dengan wajah penuh dendam menatap Robert.

“Sudah aku katakan, jangan bermain-main denganku, kalau tidak akan mati dengan tragis.” kata Robert sambil melangkah ke depan pintu, memutar kunci pintu, tanpa berpaling lalu berkata:”Kira-kira setengah jam lagi kamu akan mati tersesak karena gumpalan darah. Baik-baik menikmati kematianmu. Tunggu kamu sudah benar-benar mati, aku akan mengutus orang untuk mengambil jasadmu, supaya tidak mengotori ruangan ini.”

Novel Terkait

Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
5 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
4 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cinta Dan Rahasia

Cinta Dan Rahasia

Jesslyn
Kesayangan
5 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
5 tahun yang lalu
Hanya Kamu Hidupku

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
4 tahun yang lalu