Cinta Presdir Pada Wanita Gila - Bab 64 Jangan Memancing Emosiku, Em? (1)

Kali ini, Gu Jingwen tidak bicara lagi.

Dia memegang sumpit dengan erat, mata terasa panas.

Berkenaan dengan penyakit ayahnya, dia selalu enggan berpikir terlalu banyak.

Dokter pernah mengatakan bahwa nantinya akan dirancang rencana perawatan, asalkan bisa menemukan organ yang cocok, semuanya bukan masalah.

Sebelumnya Gu Jingwen dan Gu Chengchi sudah melakukan pencocokan organ, hasilnya tidak cocok.

Sebenarnya jika organ mereka berdua cocok dengan ayah, biaya operasi bisa ditangani Gu Jingwen jika bekerja keras.

Namun, berhubungan dengan pencangkokan organ, biaya yang harus dikeluarkan terlalu banyak.

Apa yang dikatakan Lu Yanting benar, waktu tidak menunggu orang, kecepatan memburuknya penyakit tidak akan melambat karena permohonannya.

“Yanting, aku tidak ingin merepotkanmu……” Gu Jingwen merapatkan bibir, suara sudah agak bersedu.

Lu Yanting malah tidak peduli: “sebelumnya kamu pernah bilang ingin berteman denganku, tidak ada yang salah dengan membantu teman.”

“Tapi aku tidak menganggap begitu.” Gu Jingwen berkata, “Jika kita masih bersama dan kamu bersedia bantu, maka aku akan dengan senang hati menerima bantuanmu. Tapi sekarang kamu sudah mempunyai keluarga sendiri, aku tidak ingin membiarkan orang lain mengira bahwa aku terus menjeratmu dan tidak mau melepaskan kamu pergi.”

Lu Yanting mengerutkan kening: “Siapa yang mengatakan itu?”

Gu Jingwen menggelengkan kepala: “Tidak ada, aku hanya menebak orang lain akan berkata demikian.”

Lu Yanting memberitahunya: “Kamu tidak perlu mempedulikan pandangan orang lain.”

Gu Jingwen: “Kalau begitu, kenapa kamu mau membantu aku?”

Lu Jingwen: “Kamu tidak usah tahu alasannya.”

Gu Jingwen: “… …”

Lu Yanting sudah lama tidak begitu tegas padanya, Gu Jingwen agak terbengong.

Seketika, dia mengira mereka kembali ke masa ketika mereka sedang pacaran. Sebenarnya dia sangat menikmati perasaan ini.

Di sana, Lu Yanting sudah menghabiskan makan siangnya, dia berkata: “Berikan aku alamat rumah sakit tempat Paman menginap, aku akan mengurus sisanya.”

Tidak ada wanita di dunia ini yang dilahirkan mandiri. Beberapa tahun ini, Gu Jingwen sendirian memikul tanggung jawab atas keluarganya, terkadang dia merasa capek.

Seperti kebanyakan orang, dia juga menginginkan sepasang bahu yang bisa dia andalkan.

Lu Yanting bersikap seperti ini, dia benar-benar tersentuh.

Gu Jingwen bangkit, pergi memeluknya dengan erat.

Wajahnya terbenam di dadanya, air mata sudah membasahi kemeja lelaki.

Lu Yanting mengangkat tangan dan menepuk punggung Gu Jingwen dengan lembut, sebagai bentuk menenangkan hatinya.

**

Beberapa hari berikutnya, Lu Yanting tidak pulang ke rumah.

Beberapa hari itu, Lanxi berangkat kerja seperti biasanya, semuanya berjalan normal.

Sejujurnya, tidak adanya keberadaan Lu Yanting membuat hidupnya dilewati dengan cukup nyaman.

Dengan cepat sampai pada hari Jumat.

Lanxi menerima telepon dari Liao Xuan lagi pada hari Jumat sore untuk mengingatkannya agar besok pergi ke rumah sakit untuk perawatan.

Liao Xuan: “Besok aku akan menunggumu di kantor, waktu seperti biasanya.”

Lanxi menurunkan kelopak dan menatap keyboard, menarik napas dalam-dalam, berkata: “Minggu ini aku tidak pergi.”

Liao Xuan penasaran: “Kenapa?”

Lanxi: “Sabtu besok adalah hari kepergian ibuku, aku mau menjenguknya.”

Liao Xuan: “… …”

Setelah beberapa kali curhat sebelumnya, dia tentu saja tahu betapa besarnya arti ibu bagi Lanxi.

Hening sebentar, Liao Xuan berkata: “Baiklah, kalau begitu ketemu minggu depan.”

Lanxi: “Iya. Minggu depan.”

Besoknya adalah tanggal 27 Juli.

Dihitung secara kasaran, Bai Wanyan sudah meninggal tujuh tahun.

Setiap tanggal 27 Juli, Lanxi selalu berziarah ke makam ibunya, duduk seharian dan mengobrol dengan Bai Wanyan.

Tentu saja, tahun ini tidak terkecuali.

Mengingat Bai Wanyan, suasana hati Lanxi pastinya agak berat.

Sesudah bertelepon dengan Liao Xuan, kondisi Lanxi terus dalam keadaan linglung, saat bekerja juga tidak fokus.

Untungnya, semua urusan penting sudah diselesaikan pagi tadi, tidak ada lagi urusan yang harus dicermati dengan teliti di sore hari.

……

Pukul 6, waktu pulang kerja

Begitu waktunya, Lanxi buru-buru membereskan barangnya dan keluar dari perusahaan.

Setelah pulang kerja, dia pergi ke toko bunga untuk memesan bunga. Ada toko bunga di dekat perusahaan, toko itu termasuk salah satu toko bunga yang terkenal di kota Jiang.

Karena sejalan, Lanxi pun langsung pergi ke toko itu.

Tidak sangka, baru saja masuk langsung ketemu Gu Chengchi.

Setelah tampak Lanxi, Gu Chengchi agak kaget: “Kamu juga mau beli bunga?”

Lanxi mengangguk: “Iya, kamu juga?”

Gu Chengchi sedikit malu: “iya, hari ini kakakku pulang dari rumah sakit, aku pesan seikat bunga.”

“Baik sekali.” Lanxi berpikir, bisa memiliki adik laki-laki seperti Gu Chengchi, tampaknya lumayan beruntung.

Gu Chengchi semakin malu karena pujian Lanxi, wajah memerah.

“Nona, apakah anda mau pesan atau ambil yang sudah jadi?”

“Pesan.” Kata Lanxi, “Aku mau seikat anyelir putih dan seikat bunga lily.”

Karyawan toko dengan cepat menyiapkan prosedur pemesanan untuk Lanxi, setelah mengkonfirmasi kemasan luar dan dekorasi, dia menyerahkan nota pesanan kepadanya.

Gu Chengchi belum pergi, dia memegang buket anyelir di tangannya dan menunggu Lanxi di samping.

Setelah Lanxi mengambil nota, dia baru menyadari bahwa Gu Chengchi masih di sana.

“Kok masih di sini?” Tanya Lanxi padanya.

“Erh, aku tunggu kamu.” Gu Chengchi agak malu. “Apakah kamu naik MRT, kita barengan saja?”

Lanxi benar-benar merasa Gu Chengchi sangat imut.

Dia tidak pernah bertemu dengan lelaki yang wajahnya gampang merah, dia merasa Gu Chengchi seperti hewan peliharaan kecil.

Lanxi mengangkat tangan, mencubit pipi Gu Chengchi.

“Baiklah, kalau begitu aku naik MRT bersamamu saja.”

Sebenarnya biasanya dia naik taksi, hampir tidak pernah naik MRT.

Lanxi dan Gu Chengchi pun jalan berdampingan keluar dari toko bunga, berjalan ke arah stasiun MRT.

Pan Yang hendak pergi ke rumah sakit untuk menjemput Lu Yanting, baru saja menyetir mobil keluar dari tempat parkir bawah tanah perusahaan, terlihat sosok Lanxi dan Gu Chengchi.

Kedua orang itu tampaknya bercakap dengan senang.

Pan Yang memijat-mijat kening, jangan-jangan kedua orang ini… …benar-benar ada sesuatu?

Dia tidak berani memberi tahu Lu Yanting tentang masalah ini. Sulit untuk membayangkan betapa buruknya ekspresi Lu Yanting setelah mengetahui hal ini.

**

Dua puluh menit kemudian, Lanxi dan Gu Chengchi berpisah di stasiun MRT, Lanxi harus berpindah jalur, jadi dia pun berpamitan dengan Gu Chengchi.

Pukul 7, Gu Chengchi tiba di rumah sakit.

Ketika dia tiba, Gu Jingwen sudah selesai membereskan barang-barang.

Gu Chengchi menghampiri Gu Jingwen dengan bunga di tangannya, berkata sambil tersenyum: "Ini untuk kamu."

Gu Jingwen sangat senang. Hubungan mereka sangat baik. Gu Jingwen sebisa mungkin memberikan yang terbaik untuk Gu Chengchi, dan Gu Chengchi memiliki pemikiran yang juga cukup dewasa, jarang mengkhawatirkan Gu Jingwen.

Tadi naik MRT bersama Lanxi, sekarang muka Gu Chengchi masih merah.

Setelah melihat raut mukanya yang tidak normal, Gu Jingwen bertanya dengan penasaran: “Kenapa mukamu begitu merah?”

“Masa?” Gu Chengchi pura-pura tenang.

Gu Jingwen mengangguk, “Sangat merah.”

“Sebenarnya juga bukan apa-apa……” Gu Chengchi, “Kak, sepertinya aku jatuh cinta pada seseorang.”

Bertahun-tahun, ini adalah pertama kalinya Gu Jingwen mendengar perkataan semacam ini dari Gu Chengchi.

“Siapa dia? Teman sekolahmu?” Gu Jingwen secara naluriah bertanya.

Dia benar-benar sangat penasaran, wanita seperti apa yang bisa menarik perhatian Gu Chengchi.

Dia selalu merasa Gu Chengchi memiliki penilaian yang cukup tinggi.

Baru saja melontarkan pertanyaan itu, Lu Yanting dan Pan Yang kebetulan masuk.

Oleh karena itu, mereka berdua pun tidak meneruskan topik itu.

Setelah menampak Lu Yanting, Gu Chengchi berinisiatif menyapanya: “Kak Lu.”

Novel Terkait

Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu