Cinta Presdir Pada Wanita Gila - Bab 74 Siluman (2)

Gu Jingwen: “Okedeh, kalau begitu kamu harus berusaha.”

Gu Chengchi mengangguk, “Ya, aku akan berusaha.”

Gu Jingwen: “Tapi… …bagaimana kalian bisa kenal?”

Gu Jingwen lebih penasaran mengenai hal ini.

Sebelumnya Gu Jingwen tidak pernah bertanya, hari ini dia akhirnya tidak bisa menahan rasa penasaran itu lagi.

Membahas ini, Gu Chengchi sedikit gelisah.

Dia belum memberi tahu Gu Jingwen bahwa dia bekerja di Zhonghaim.

Karena sebelumnya Gu Jingwen secara khusus mengatakan padanya, jangan selalu merepotkan Lu Yanting… …

Jadi, beberapa masalah yang terjadi sebelumnya, dia tidak memberi tahu Gu Jingwen.

“Chengchi, kamu merahasiakan sesuatu dari aku.” Kalimat ini merupakan kalimat yang sudah yakin, bukan kalimat penasaran maupun ragu-ragu.

Sejak kecil Gu Chengchi tidak pandai berbohong. Ketika dia gelisah, dia akan melingak-linguk ke kanan kiri.

Sebagai kakak kandungnya, Gu Jingwen mengenalnya dengan sangat baik.

“Kak, tidak ada.” Gu Chengchi dengan terpaksa menggeleng-gelengkan kepala.

Aktingnya dalam berbohong terlalu timpang, Gu Jingwen dapat menerobos celah cacat itu hanya dengan sekali tatapan.

Raut muka Gu Jingwen menggelap: “Kamu masih mau merahasiakannya dari aku?”

Tampak jelas, dia sudah marah.

Melihat sosok Gu Jingwen seperti ini, Gu Chengchi sedikit panik.

Dia ragu-ragu sejenak, tidak berdaya, dia pun terus terang menyampaikan masalah mengenai dia bekerja di Zhonghaim.

Setelah mendengar semua itu, raut muka Gu Jingwen semakin buruk: “Sejak kapan kamu bekerja di sana?”

Gu Chengchi menghitung secara kasar: “… … sudah hampir sebulan.”

Gu Jingwen: “Kamu yang berinisiatif pergi?”

Gu Chengchi: “Bukan, kak Lu yang membantu aku.”

Dia berpikir sebentar, lalu memberi tahu Gu Jingwen tentang masalah dia dipersulit oleh Chen Dongming dan dibawa ke kantor polisi.

“Saat itu orang itu terus mencari masalah dengan aku, aku tidak ada cara lain dan juga tidak mau mengkhawatirkan kamu… … jadi aku pun hanya bisa mencari kak Lu, sebenarnya aku juga tidak ingin merepotkan dia.”

Gu Jingwen merenungkan dengan serius, kemudian bertanya pada dia: “Kamu yang memberi tahu dia bahwa ayah sakit?”

Gu Chengchi menundukkan kepala. Mengungkit masalah ini, dia agak merasa bersalah.

“Kemarin aku kira kak Lu sudah mengetahui masalah ini, jadi aku membahas masalah ini dengan dia… …”

Gu Jingwen: “… …”

Gu Chengchi tahu Gu Jingwen marah, jadi meminta maaf dengannya: “Kak, maaf.”

Gu Jingwen: “Aku tidak ada maksud menyalahkanmu.”

Mengenai masalah ini, Gu Jingwen menghela nafas, berkata: “Hanya saja, sekarang aku dan dia sudah putus, kalau dia terus membantu kita, tidak enak kalau tersebar keluar.”

Gu Chengchi merenungkan, apa yang dikatakan Gu Jingwen memang masuk akal.

Namun… …

“Tapi kak Lu sendiri sudah bilang, walau sudah putus, kamu tetap adalah temannya.”

Perkataan itu persis dengan kalimat yang disampaikan Lu Yanting padanya.

“Kak, aku tidak mau kamu terlalu capek.” Kata Gu Chengchi, “jika ada bantuan dari kak Lu, harapan ayah sembuh akan lebih besar. Kalau kamu merasa berhutang padanya, kita boleh bayar.”

“……”

“Setelah aku lulus, aku bisa kerja, setahun tidak bisa lunas, lima tahun, sepuluh tahun, pasti akan lunas.”

Gu Chengchi selalu berpikiran, dibanding dengan kesehatan ayah, semua masalah ini tidak ada apa-apanya.

Lagipula, orang yang membantu mereka bukan orang lain, tapi Lu Yanting.

Bagi Gu Chengchi, keberadaan Lu Yanting sama seperti keluarga.

“Sudah Chengchi, aku sendiri punya rencana untuk masalah ini." Suara Gu Jingwen sangat ringan. "Kamu hanya perlu membuat persiapan untuk S3, jadi jangan karena pekerjaan menganggu belajarmu."

“Kak.” Gu Chengchi dengan tak berdaya memanggilnya, “aku juga sudah bukan anak kecil, aku adalah pria, beberapa masalah keluarga tidak boleh selalu dibebankan pada kamu, aku juga mau berbagi tanggung jawab denganmu.”

Gu Jingwen merapatkan bibir, tidak berbicara.

**

Lanxi menyadari, penyakitnya mungkin benar-benar agak membaik.

Entah apakah karena berhasil masuk ke Dongjin, sehingga kondisi mentalnya jauh lebih baik.

Semalam dia terburu-buru datang ke Yintai, kotak aromaterapi lupa dibawa olehnya.

Tapi, semalam dia tidak insomnia.

Sebaliknya, tidurnya cukup nyenyak.

Semenjak dia sakit, salah satu gejala terbesarnya adalah insomnia.

Sekarang tampaknya, persoalan ini sepertinya sudah teratasi?

Tapi hanya satu malam, dia tidak bisa membuat kesimpulan yang pasti.

Setelah bangun di pagi hari, makan sarapan, Lanxi bersiap untuk pergi jalan-jalan dengan Jiang Sisi.

Minggu ini Jiang Sisi tidak mempunyai urusan, kebetulan bisa bersama Lanxi merilekskan diri.

**

Lu Yanting sendirian tidur di rumah semalaman.

Baru saja bangun di pagi hari dan mandi, langsung mendapat panggilan telepon dari Gu Jingwen.

Lu Yanting berdiri di ruang tamu, mendekatkan ponsel ke telinga.

Gu Jingwen: “Yanting… …apakah hari ini kamu sibuk?”

Suaranya terdengar lemas, bagai tak bertenaga.

Kening Lu Yanting agak berkerut: “Tidak sibuk, kamu kenapa?”

Gu Jingwen: “Kalau begitu bisakah kita bertemu? Barengan makan.”

Lu Yanting: “Boleh.”

Gu Jingwen: “Aku tunggu kamu di depan pintu Huamao jam 11 nanti.”

Lu Yanting sekadar merespons ‘iya’, lalu mematikan telepon.

Dia tahu, sesuai sifat Gu Jingwen, mencari dia pastinya karena ada masalah.

Apalagi, nada suaranya ketika telepon tadi, terdengar amat serius.

Nada suara itu membuatnya tidak bisa untuk tidak curiga.

……

Pukul 11.10, Lu Yanting mengemudi mobil datang ke depan pintu Huamao.

Dia memarkirkan mobil di tempar parkir bawah tanah.

Setelah turun dari mobil, dia mulai mencari sosok Gu Jingwen di sekitar. Memandang satu putaran, akhirnya menemukannya.

Lu Yanting mempercepat langkah kaki.

Setelah melihat Lu Yanting, Gu Jingwen mengangkat tangan dan sekadar merapikan rambut.

“Sudah tunggu lama?” Tanya Lu Yanting.

Gu Jingwen menggelengkan kepala: “Tidak, aku juga barusan sampai.”

Raut mukanya tampak sedikit lemas, matanya sepertinya sedikit bengkak, tampaknya semalam dia tidak tidur dengan baik.

Lu Yanting ingat, ketika Lanxi insomnia, tampangnya juga begitu.

Jarak antara Gu Jingwen dan Lu Yanting lumayan dekat. Meskipun kemarin Lu Yanting sudah mengoleskan obat di wajah kirinya, tetapi dilihat secara detail, masih bisa ditemukan jejak telapak tangan.

Gu Jingwen berdiri begitu dekat dengannya, tentunya bisa menemukan bekas jari itu.

“Yanting, mukamu---“

“Oh, semalam aku bertengkar dengan dia.” Lu Yanting mengatakan kalimat ini dengan santai, seperti hanya sedang membahas persoalan cuaca.

Dia sepertinya sama sekali tidak marah karena masalah ini.

Walaupun dia tidak menyebutkan nama pihak itu, tapi Gu Jingwen juga bisa menebak, pihak itu adalah Lanxi.

Jadi… … saat Lanxi bertengkar dengan dia, memukul sudah merupakan hal yang biasa?

Dia ingat, terakhir kali dia pergi ke rumah Lu Yanting, sepertinya juga begitu.

Terpikir kemanjaan Lu Yanting pada Lanxi, hati Gu Jingwen semakin tidak enak.

Dia berusaha membenarkan emosinya sendiri, dengan terpaksa melengkungkan bibir.

“Kita ke restoran dulu?”

Lu Yanting mengangguk: “Oke.”

Sekarang sudah waktunya makan siang, restoran juga sudah buka.

……

Lu Yanting dan Gu Jingwen berdampingan masuk ke mall, menemukan satu restoran Perancis, lalu pun masuk dan duduk.

Setelah memesan makanan, barulah Lu Yanting bertanya pada Gu Jingwen: “Ada apa kamu mencariku?”

“Kamu membiarkan Chengchi bekerja di Zhonghaim, aku sudah tahu.” Gu Jingwen menggigit bibir, “Yanting, terima kasih.”

Lu Yanting tidak merasa bahwa ini adalah masalah yang rumit, dia menggelengkan kepala: “tidak apa-apa.”

Gu Jingwen: “Masalah ayahku sakit juga Chengchi yang memberi tahu kamu?’

Lu Yanting berbicara untuk Gu Chengchi: “kamu jangan salahkan dia, dia kira aku sudah tahu masalah ini.”

Gu Jingwen menggelengkan kepala, “Tidak… …aku tidak salahkan dia.”

“Yanting, benar-benar terima kasih.” Mata Gu Jingwen sudah berkaca-kaca.

Dia ragu-ragu untuk waktu yang lama, kemudian bertanya pada Lu Yanting: “Apa yang kamu bilang sebelumnya bahwa kamu mau bantu aku menyembuhkan ayah… …apakah sekarang masih berlaku?”

Semalam, dia tidak bisa tidur dengan baik karena memikirkan persoalan ini semalaman.

Dia sendiri tidak ingin berhutang lagi pada Lu Yanting.

Namun, kata-kata Gu Chengchi kemarin menyadarkannya.

Novel Terkait

Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
5 tahun yang lalu
Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Jasmine
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Tough Bodyguard

My Tough Bodyguard

Crystal Song
Perkotaan
5 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
4 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu
Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
4 tahun yang lalu