Cinta Presdir Pada Wanita Gila - Bab 148 Terima Kasih Zhou Hesi (2)

Tanggal 7 Mei adalah hari pernkahan Jiang Sisi, karena Lanxi harus menjadi brides maid, maka beberapa hari sebelum hari pernikahannya Lanxi sudah membantunya untuk bersiap-siap.

Tentu saja hal ini harus mendapat persetujuan Lu Yanting terlebih dahulu.

Belakangan ini hubungan Lanxi dan Lu Yanting tidak terasa dingin namun juga tidak mesra, bisa dibilang tidak ada hal yang bisa mereka komunikasikan.

Hampir setiap malam Lu Yanting akan berhubungan dengannya, ketika berhubungan sama sekali tidak memperdulikan apa yang ia rasakan, ia terus menghajarnya dengan kuat, terlihat jelas ini caranya untuk menyiksanya.

Meskipun Lanxi merasa tidak nyaman, namun ia tidak bisa mengatakannya.

Dia berpikir, mungkin setelah menahan ini semua beberapa saat, Lu Yanting akan merasa bosan dan muak mungkin.

Bagaimana pun para pria sangat menyukai tantangan, kalau dia bisa menurutinya sampai membuatnya merasa tidak menarik lagi, mungkin ia akan melepaskannya.

Selama ini Lanxi terus bersamanya dengan perasaan seperti ini.

Apapun yang ia katakan ia tidak akan melawan juga tidak akan mengelak.

Meskipun dibuat sakit olehnya, ia hanya akan menahan semuanya sambil menguatkan rahang.

Namun kehidupan yang seperti ini memberikan efek positif yang tidak sedikit baginya.

Insomnia dia menjadi berkurang, mungkin karena berhubungan dengan Lu Yanting sangat melelahkan sehingga membuatnya mudah tertidur, meskipun kualitas tidurnya tidak baik, namun masih bisa tertidur dengan cepat.

Namun yang paling gawat sekarang adalah, sekarang Lanxi mulai mendengar suara-suara halusinasi.

Setiap malam ketika dirinya tertidur seorang diri, dia akan mendengar berbagai macam suara.

Kondisi seperti ini pernah terjadinya padanya ketika Bai Cheng baru meninggal satu mingguan.

Dan ketika itu kondisi seperti ini hanya berlangsung selama 3-4 hari saja.

Namun kali ini terlihat jelas kalau periodenya jauh lebih panjang dari sebelumnya.

Bahkan kondisi ini bukan hanya terjadi di malam hari, bahkan siang hari pun dia bisa mendengar suara halusinasi dengan jelas.

Siang hari dia sering duduk seorang diri di sofa ruang tamu sambil melamun, ketika sedang melamun sering muncul suara halusinasi yang mengganggunya.

Dia selalu merasa disampingnya ada orang yang sedang bicara padanya.

Tentu saja itu bukan perkataan baik yang ingin ia dengar, kebanyakan berisi ucapan yang menertawakannya.

Setiap kali muncul suara halusinasi itu, pasti diiringi oleh sakit kepala sebelah dan mual.

Dan kondisi ini tidak pernah Lanxi beritahukan pada Lu Yanting.

Karena dia tahu, dirinya sekarang sudah tidak pantas menceritakan hal ini padanya.

………

Siang ini, setelah menelepon Jiang Sisi, Lanxi mulai mendengar suara halusinasinya.

Kali ini adalah suara Gu Jingwen.

“Guanting adalah rumah milikku dan Lu Yanting.”

“Tidak ada yang bersedia tinggal dibawah bayangan seseorang.”

“aku dan Yanting saling mencintai, tidak ada yang bisa merebutnya dariku.”

Satu demi satu kata, Lanxi merasa otaknya sudah hampir meledak rasanya.

Dia menjambak rambutnya dengan kacau, “Pergi, pergi dari sini!”

Di ruang tamu yang seluas ini, suaranya menggema.

Namun suara itu sama sekali tidak hilang, malah masih berlanjut.

Lanxi mengambil gelas kaca yang berada diatas meja ruang tamu, lalu melemparkannya kearah tembok TV, “Pergi, pergii…..”

Prangg! Gelas kaca hancur menabrak dinding, pecahan kacanya beterbangan kemana-mana.

Lanxi memeluk lututnya meringkuk disudutan sofa, matanya begitu merah.

Langit sudah gelap, cahaya didalam ruang tamu juga menjadi semakin redup.

Lanxi menutupi wajahnya, sekujur tubuhnya tidak bertenaga.

Kalau terus seperti ini, dia pasti akan jadi gila.

Dia tidak seharusnya berada dirumah sepanjang hari….. namun apa daya?

Lu Yanting, benar, dia sekarang harus mencari Lu Yanting.

Memikirkan ini, Lanxi mulai mencari-cari ponselnya dengan telanjang kaki.

Tadi setelah selesai menelepon Jiang Sisi, dia lupa dimana ia melemparkan ponselnya.

Lanxi mencari ponselnya keliling ruang tamu dengan tatapan linglung dan kosong.

Tanpa sadar kakinya menginjak pecahan kaca yang ada di lantai.

Dan dia sama sekali tidak merasakan sakit di kakinya.

Akhirnya, Lanxi menemukan ponselnya disamping lemari wine.

Ia mengambil ponsel lalu mencari nomor Lu Yanting dan meneleponnya.

Telepon sudah berdering tiga kali namun tetap tidak ada yang mengangkat.

Dan disaat ini, Lanxi tiba-tiba sadar.

Apa yang sedang ia lakukan sekarang? Dia menelepon Lu Yanting untuk apa?

Dirinya sekarang sudah tidak mungkin menjaga emosionalnya lagi.

Begitu memikirkan ini, Lanxi langsung mematikan teleponnya.

Dia melemparkan ponsel kesamping, lalu duduk diatas sofa.

Setelah duduk, dia melihat bekas darah di lantai, dan sekarang dia baru sadar kalau kakinya terluka karena tertusuk oleh pecahan kaca.

Namun dia sama sekali tidak punya suasana hati untuk mengurus lukanya.

Kenapa dia membuat harinya menjadi seperti ini…………

**

Ketika ponselnya berdering, Lu Yanting baru selesai rapat.

Ketika melihat yang menelepon adalah Lanxi, dia juga sangat terkejut.

Selama ini, hubungan mereka menjadi begitu kaku, dia tidak bisa menurunkan egonya untuk membujuknya, dan Lanxi juga tidak pernah mencoba untuk baik padanya.

Jadi mereka berdua terus bersitegang seperti itu.

Lanxi menelepon, Lu Yanting sungguh merasa terkejut.

Ketika ia ingin mengangkatnya, telepon sudah terputus.

Melihat layar tertulis ‘panggilan tidak terjawab’ tatapan mata Lu Yanting yang tadinya bersinar seketika meredup.

“Direktur Lu, nanti malam akan pergi makan dengan Direktur Fang……”

Dan tepat disaat itu, Pan Yang masuk untuk mengingatkan jadwal malam ini.

Sejak bertengkar dengan Lanxi, Lu Yanting mengatur jadwal kerjanya menjadi begitu padat.

Seperti ketemu klien seperti ini, dirinya yang dulu tidak akan hadir, namun sekarang, hampir semuanya ia hadiri.

Semua perubahan ini, Pan Yang juga bisa melihatnya dengan jelas. Dan penyebabnya ia juga sangat jelas.

“Kamu gantikan aku pergi.”

Sekarang yang memenuhi kepala dan pikiran Lu Yanting adalah telepon dari Lanxi, dia sekarang hanya ingin segera kembali dan mencaritahu kenapa Lanxi meneleponnya tadi, jadi bagaimana mungkin ia masih punya suasana hati untuk ketemu klien lagi?

Pan Yang : “…… anda tidak pergi?”

Meskipun Lu Yanting sudah mengatakan jawabannya, namun Pan Yang tetap ingin memastikannya sekali lagi.

Lu Yanting : “Tidak pergi.”

Pan Yang : “Baik, mengerti.”

Setelah memesan urusan pekerjaan nanti malam, Lu Yanting langsung mengambil kunci dan pergi.

Sekarang masih belum jam pulang kerja, Lu Yanting pergi dengan begitu tergesa-gesa, tidak perlu dikatakan Pan Yang juga bisa menebak penyebabnya.

Selain Lanxi, tidak ada lagi orang kedua yang bisa mempengaruhi emosionalnya sampai seperti ini.

Berpikir sampai disini, Pan Yang menghela nafas.

Hubungan mereka berdua begitu baik ketika itu, entah apa yang terjadi sampai hubungan mereka tiba-tiba menjadi seperti itu.

Sungguh disayangkan.

………

Lu Yanting memicu mobilnya dengan sangat cepat, ketika kembali ke Guanting sudah jam 6.30 tepat.

Meskipun dia bermimpi pun tidak akan membayangkan yang menyambutnya pulang ternyata pemandangan seperti ini.

Begitu membuka pintu rumah, yang pertama terlihat oleh Lu Yanting adalah Lanxi yang terduduk dengan tidak berdaya di lantai dengan kaki dipenuhi darah yang sudah mengering.

Begitu melihat kesamping, ia bisa melihat pecahan kaca yang berserakan di lantai.

Rambutnya kacau, tatapannya kosong, terlihat begitu hampa dan mengenaskan.

Melihat ini semua, Lu Yanting merasa sangat kesal.

Dia kenapa?

Ketika terdengar suara pintu terbuka, Lanxi mengira dirinya berhalusinasi lagi.

Dia mengangkat tangannya dan menjambak rambutnya dengan begitu kacau, tenaganya besar sampai banyak rambutnya putusnya ditarik oleh tangannya.

Tentu saja Lu Yanting melihat ada yang tidak beres, ia langsung berjalan mendekat dan berhenti dihadapannya.

Setelah Lu Yanting berjalan kedepannya, Lanxi baru sadar kalau suara pintu yang tadi ia dengar bukan halusinasi, melainkan… dia benar-benar pulang.

“Lu Yanting…..” Lanxi menyerukan namanya dengan suara yang bergetar.

Begitu mendengar Lanxi memanggilnya seperti itu, Lu Yanting juga tercengang.

Seolah sudah lama sekali tidak mendengarnya memanggil namanya seperti itu.

Belakangan ini dia terlalu menurut, ketika berbicara dengannya selalu memanggilnya dengan panggilan Bos Lu, seperti pelayan yang begitu menurut pada tuannya.

Setelah sekian lama ia baru mendengarnya memanggil namanya lagi, ditambah lagi dengan kondisinya yang sekarang, Lu Yanting langsung luluh dan tanpa sadar mengacuhkan egonya.

Ketika bicara, suaranya tanpa sadar menjadi begitu lembut, “Kamu kenapa?”

“Aku tidak mau dirumah, kumohon lepaskan aku, kalau begini terus aku bisa mati…..”

Berkata sampai disini, emosionalnya agak menggebu, ia langsung memeluk kakinya, matanya pun mulai memerah.

Melihatnya seperti ini, sungguh membuat orang yang melihat tidak tega.

Lu Yanting yakin sekali kalau ada yang tidak beres dengannya. Bukan hanya tatapan mata, bahkan caranya bicara juga sangat mencurigakan.

Dirinya yang sekarang sangat mirip dengan dirinya yang dulu ketika kehilangan kontrol.

Namun gejala kehilangan kontrol itu ada banyak macam.

Lu Yanting membungkukkan badan, lalu menggendongnya naik.

Setelah menggendongnya, dia baru melihat luka di telapak kakinya.

Ada luka yang begitu panjang, bahkan masih ada pecahan kaca yang masih menempel didalamnya.

Lu Yanting menggendong Lanxi keatas sofa, lalu bersiap berbalik untuk mengambil kotak obat.

Dia baru akan pergi, tiba-tiba kedua tangannya memeluk kaki kiri Lu Yanting.

“Jangan pergi, jangan pergi.” Nada bicaranya begitu panik, nafasnya tersengal-sengal, terdengar begitu tidak berdaya.

Lu Yanting menatapnya dengan tatapan begitu rumit. Ia mengecup pelan dahinya, berkata dengan suara yang agak serak : “Aku tidak akan pergi, aku hanya akan mengambil obat untuk lukamu.

“Ooo….” Lanxi mengangguk, lalu melepaskannya.

Lu Yanting mengambil kotak obat dengan cepat, ia mengambil keluar sebotol alcohol, lalu mengambil sebatang cotton but, satu tangan memegang pergelangan kakinya, satu tangan mencabut keluar pecahan kaca yang berada dikakinya.

Awalnya dia mengira Lanxi akan berteriak karena kesakitan.

Namun siapa yang menyangka dia begitu tenang, tenang sampai sedikit reaksipun tidak ada.

Malah perhatiannya seolah tidak berada disini.

Dia menundukkan kepala, rambut menutupi keningnya, Lu Yanting sama sekali tidak bisa melihat apa yang sedang ia pikirkan.

Ia menghela pelan, lalu mulai mengoleskan obat dan membungkus lukanya.

Dalam waktu tidak sampai 10 menit, luka di kakinya sudah selesai terobati.

Lu Yanting menyimpan semua barang, meletakkan kotak obat disamping, lalu mendekat pada Lanxi, tangannya mengangkat dagunya.

Kali ini, akhirnya ia bisa melihat tatapan matanya dengan jelas.

Sepertinya jauh lebih normal dari ada yang tadi.

Novel Terkait

My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
3 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
4 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
3 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
4 tahun yang lalu