Antara Dendam Dan Cinta - Bab 62 Egy (2)

Karin selalu tidak bisa memahami isi hati mereka. Beberapa orang ini memiliki jalan pikiran yang terlalu rumit dan berliku.

Suzy tidak dapat menahan tawanya: “Kubilang juga, kau tidak akan mengerti. Intinya, kau harus ingat. Hari itu saat ia memarahimu, itu adalah demi kebaikan kita.”

Karin semakin tidak mengerti.

Kalau memang untuk kebaikan mereka, mengapa tidak bisa menerima permintaan maafnya dan malah balik memarahinya? Bukankah itu seperti salah paham kepada orang yang bermaksud baik?

Di tempat pertemuan, ia merapihkan barang-barang yang akan diberikan.

Yang akan dikirimkan ke rumah-rumah lansia adalah beberapa alat pijat dan peralatan untuk menjaga kebugaran lansia, sedangkan yang akan dikirimkan ke panti asuhan adalah beberapa mainan, alat tulis, dan buku-buku.

Ibu Laura dan pengurus rumah Lin akan membawa Celine kepanti asuhan, sedangkan bibi ketiga Suzy pergi ke rumah lansia.

Sepanjang perjalanan, hati Celine melompat-lompat bersemangat.

Pikiran akan segera bertemu Egy membuat Celine merasa seluruh tubuhnya sedang berada di tengah air mendidih, dari kepala hingga kakinya mulai terasa panas.

Posisi panti asuhan ini ada di bagian barat laut Kota Cease. Dari dulu sampai sekarang, tetap menjadi panti asuhan yang terbesar.

Dengan begini, perasaan Celine juga bertambah tenang.

Di tempat itu banyak orang dan banyak anak kecil. Jika entah darimana bertambah seorang anak perempuan, seharusnya orang lain tidak mungkin terlalu menyadarinya.

Sesampainya disana, Celine lebih dulu melompat turun dari mobil, lalu membantu Ibu Laura turun dari mobil.

Saat Ibu Laura dan pengurus rumah Lin sedang merapikan barang bawaan di belakang, Celine memanfaatkan waktu ini untuk izin ke toilet dan lebih dulu berjalan masuk ke panti asuhan.

Banyak sekali anak kecil di dalam panti asuhan itu. Saat Celine berjalan masuk, seorang guru sudah menyuruh masing-masing dari mereka untuk berbaris dengan baik sambil menunggu beberapa alat tulis baru untuk dibagikan dan diletakkan di dalam tangan mereka.

Di antara beberapa anak itu, Celine melihat seorang anak perempuan yang berdiri pada baris kedua di sebelah kanan dalam sekali pandang.

Rambut anak perempuan kecil itu dikepang dua ke atas seperti tanduk kambing, di wajahnya terlukis senyum yang sangat bahagia. Pada detik saat ia melihat Celine, pupilnya menyorotkan kilatan yang lebih cerah dan menusuk daripada sinar matahari yang terik.

Celine menghadap anak perempuan kecil itu dan menggelengkan kepalanya sedikit.

Anak kecil itu menutup rapat bibirnya dan tidak berani lagi berulah.

“Guru Wang, ini adalah barang-barang yang kami bawakan.”

Ibu Laura berjalan menghampiri, di belakangnya ada pengawal yang membawa beberapa kotak kardus .

Alat tulis bisa dibagikan satu set untuk masing-masing anak, sedangkan buku dan mainannya diserahkan semuanya kepada guru di panti asuhan untuk disimpan.

Guru Wang dengan santai membagikan alat tulis yang ada di dalam kardus secara rata kepada anak-anak itu.

Celine berjongkok di samping untuk membantunya, sambil mendengarkan Guru Wang memanggil nama anak-anak lucu itu.

“Sissy... Mike... Vania... Egy...”

Sendi jari Celine yang sedang memegang sekotak alat tulis pun memucat.

Celine mendongakkan kepala dan melihat seorang anak perempuan dari barisan pasukan yang rapi berlari keluar. Anak perempuan itu lari sampai ke hadapan Celine dan tersenyum menatapnya.

Celine menyerahkan alat tulis yang ada di tangannya, “Belajar dengan sungguh-sungguh, ya.”

Egy mengangguk dengan berat, “Terima kasih, bi... Tante.”

Air mata Celine hampir menetes dari pelupuk matanya tatkala Celine mendengar suara Egy yang hampir saja keceplosan memanggilnya dengan panggilan yang lebih akrab.

Pada awalnya, Celine takut pertumbuhan Egy akan terganggu apabila Egy memanggilnya ‘mama’. Oleh sebab itu, Egy hanya bisa memanggilnya ‘bibi’.

Tapi sekarang, bahkan panggilan ‘bibi’ saja tidak mungkin disebut. Hanya bisa menyebut panggilan untuk orang yang tidak dikenal, ‘tante’.

Setelah sekian lama bertahan, Celine merasa dirinya hancur hanya dalam waktu satu detik itu.

Betapa Celine begitu ingin untuk tidak mempedulikan apapun dan langsung berlari pergi untuk memeluk Egy.

Celine pun bangkit berdiri.

Ia berjalan maju selangkah, ketika tiba-tiba di sampingnya ada bayangan hitam seseorang yang menabraknya, “Aiihh...”

Dua orang itu pun bertabrakan, semua buku yang semula ada di dalam tangan orang itu berserakan di lantai.

Kamus-kamus yang lebih tebal dan berat menimpa kakinya sendiri membuat kesadaran Celine kembali dalam sesaat. Di belakangnya, ada sekian banyak pasang mata yang sedang menatapnya, termasuk Ibu Laura, pengurus keluarga Lin, bahkan beberapa pengawal dan pelayan lainnya!

Punggungnya pun terasa dingin menusuk.

Kalau bukan karena pelayan perempuan yang sedang memeluk buku itu menabraknya barusan, Celine takut sekarang dirinya sudah melakukan tindakan yang tidak bisa dimaafkan.

Tindakan seperti ini bukan hanya bisa mencelakainya, tapi juga bisa mencelakai Egy dan Bibi Claire.

Celine berjongkok untuk membantu pelayan perempuan itu mengambil buku-buku. Ketika ia melihat pakaian yang dikenakan pelayan itu, Celine pun bertanya, “Apakah kamu salah satu pelayan keluarga Glen?”

Perempuan ini sepertinya tumbuh dengan sangat riang.

Walaupun ia mengenakan baju biasa yang sama dengan Celine, tapi sepasang matanya bersinar cerah.

Ia menatap dingin Celine dengan sekilas dan meneruskan mengambil buku-buku itu, sama sekali tidak menjawab perkataan Celine.

Celine pun tidak memikirkannya lagi.

Ini juga akibat ia yang tiba-tiba bangkit berdiri dan membuat gadis ini menjatuhkan buku-bukunya, Celine juga seharusnya menyalahkan dirinya sendiri.

Setelah selesai membagikan buku-buku itu, acara selanjutnya adalah acara bebas.

Celine yang sedang menemani Ibu Laura merapikan barang-barang, mendengar suara tawa anak-anak di taman di belakangnya.

Ternyata mereka sedang bermain lempar bantal.

Celine terus-menerus menoleh ke belakang dan memandang taman itu. Ibu Laura menyadarinya dan tertawa sambil bertanya, “Kamu suka anak kecil?”

Celine tersenyum dan mengangguk, “Iya.”

“Kalau begitu, ku pergilah menemani anak-anak itu bermain sebentar. Barang yang harus dibereskan di sini juga tidak banyak lagi, aku bisa merapikannya sendiri.”

Setelah mendengar perkataan Ibu Laura, Celine dengan tenang berjalan pergi.

Celine berdiri di pinggir, melihat beberapa anak-anak di kanan-kirinya berlarian sambil melempar bantal. Anak yang tertimpuk bantal harus keluar dari area permainan.

Egy melihat Celine yang berdiri di pinggir, bola matanya yang berwarna hitam gelap berputar putar. Saat putaran pertama permainan, Egy dengan sengaja berlari dua langkah lebih pelan, membiarkan bantal itu dengan sengaja menimpuknya.

Egy berlari keluar dari area permainan itu dan berlari ke samping Celine.

“Tante, aku ingin minum.”

Celine menundukkan kepalanya dan melihat bola mata Egy yang indah itu, “Aku akan menuangkan air untukmu.”

Egy mengikuti Celine dari belakang. Satu orang di depan dan satunya lagi di belakang, berjalan beriringan masuk ke ruang teh.

Di ruang teh hanya ada seorang anak yang sedang mengambil minum. Celine pun membantu anak itu memutar rapat tutup gelasnya. Anak laki-laki itu menghadap kepadanya dan mengucapkan terima kasih, lalu berlari pergi keluar.

Saat ini, di ruang teh itu hanya tertinggal Celine dan Egy.

Celine mengambil sebuah gelas kertas dan mengisinya dulu dengan air dingin, lalu menambahkan air panas. Jarinya menyentuh pinggir gelas itu untuk mengukur apakah suhunya kurang lebih sudah pas. Setelah ia merasa sudah pas, Celine hendak menutup keran airnya ketika tiba-tiba betisnya dipeluk dari belakang.

“Bibi! Aku sangat merindukanmu!”

Shruuushh, air panas yang terus mengalir dan memenuhi gelas itu tertumpah keluar.

Celine dengan panik segera menutup keran air. Ia baru berani berjongkok setelah menolehkan kepalanya untuk memastikan bahwa tidak ada siapapun di belakangnya. Celine lalu memeluk tubuh yang kecil dan lembut itu.

“Egy, bibi juga sangat merindukanmu.”

Celine mendekatkan jaraknya dan memandang dari dekat wajah anak perempuan itu. Ia lalu mencubit pelan wajahnya yang kecil, “Tambah cantik lagi dan bertumbuh tinggi juga. Apakah belakangan ini kamu menurut pada Bibi Claire?”

Egy mengangguk, “Tentu saja, Egy selalu nurut. Egy juga menurut dengan Paman Mo.”

Celine menaikkan alisnya, “Paman Mo?”

“Iya. Paman Mo ada beberapa kali datang ke vila. Ia sangat tampan.”

Tiba-tiba Celine terpikir sesuatu, “Apakah hari ini Bibi Claire datang?”

Egy menggelengkan kepalanya, “Tidak... Hanya aku yang datang, dan dari kemarin aku sudah tidak melihat bibi Claire lagi.”

Celine dengan segera mengerti.

Sepertinya Bibi Claire masih ada di tangan Peter, majikannya.

Kalaupun hari ini Egy bisa menemuinya, Bibi Claire juga sepertinya sudah ditahan orang-orang itu untuk dijadikan tahanan Celine.

Ia sebenarnya berharap masih dapat bertemu dengan Bibi Claire sekali lagi, tapi sepertinya sekarang hal itu tidak mungkin terjadi.

Novel Terkait

Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
3 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu