Antara Dendam Dan Cinta - Bab 160 Bagaimana Jika Itu Benar Dia?

Nampak bayangan dua orang itu dari pintu kaca yang transparan.

Satu orang memakai seragam perawat berwarna putih, menggandeng seorang anak perempuan yang memakai baju pasien, mereka berjalan melewati pintu.

Anak perempuan itu memakai bando di atas kepalanya, berjalan perlahan-lahan, kedua bola matanya memancarkan cahaya.

Terdengar suara ledakan dari dalam otak Celine, lalu meletus.

Bersamaan dengan meletusnya, tangannya masih memegang sebuah gelas kaca.

Prak! bunyi gelas jatuh ke lantai, pecahan gelasnya berserekan, air panasnya mengalir ke celananya.

Menunggu beberapa detik hingga dua orang tadi melewati depan pintu kaca, barulah Celine mengalihkan pandangannya, dia langsung berlari keluar, dengan cepat membuka pintu kaca, berjalan mengikuti bayangan itu menuju lorong berlantai marmer, dimana ada orang?! seorang pun tidak ada?!

Apa mungkin barusan…………dia berhalusinasi?

Tidak mungkin!

Celine menggelengkan kepala, pasti tidak mungkin!

Dia bagaimana mungkin berhalusinasi seperti itu!

Dia berlari ke depan, berlari hingga pusat informasi, “Disini, ruang chemotherapy dimana?”

Dia ingat, dia mendengar anak perempuan itu berkata kalau chemotherapy itu sangat sakit.

Pergi ke ruang chemotherapy.

Perawat berkata: “Lantai 11.”

Lift!

Didalam otak Celine terpintas sekilas cahaya putih, nafasnya menjadi sesak, dia membalikkan arah lalu berlari.

Perawat dari pusat informasi memanggil Celine: “Hei, lift ada di sebelah sini, kamu salah arah!”

Celine hampir saja tidak dapat menghentikan langkahnya, lalu dia buru-buru membalikkan badan dan dengan cepat berlari menuju arah sebaliknya.

Di depan lift, dia melihat angka pada lift yang terus menaik, dia berusahan keras menekan tombol lift itu.

Tetapi waktunya……..

Saat kamu berusaha keras untuk membuatnya cepat, dia malah berubah menjadi sangat lambat, sangat lambat hingga membuat orang hampir gila.

Terdengar bunyi lift, saat itu tiba-tiba pintu lift terbuka.

Celine dengan cepat masuk kedalam lift, lalu menekan tombol 11.

Jaraknya hanya selisih 2 lantai dari tempat dia tadi, sehingga tidak sampai beberapa menit dia langsung tiba di lantai 11.

Pintu lift terbuka, Celine berjalan keluar, buru-buru berlari mencari ruang chemotherapy.

Dia melihat papan petunjuk di atas.

Ruang chemotherapy, ruang chemotherapy………..

Akhirnya aku menemukannya!

Celine berlari mendekati ruangan itu, buru-buru membuka pintu ruangan chemotherapy, namun dia dihalangi oleh perawat laki-laki.

“Kamu ini mau melakukan apa? disini adalah ruang chemotherapy, kamu tidak boleh masuk.”

Celine menarik nafas, “Kamu melihat seorang anak perempuan barusan masuk ruangan ini tidak?”

“Betul ada seorang anak perempuan.”

Perawat laki-laki itu disana bertugas memeriksa registrasi pasien, saat perawat itu belum selesai bicara, tiba-tiba Celine memegang tangannya, “Aku ingin bertemu dengannya! ijinkan aku masuk! aku mohon!”

Air mata Celine perlahan-lahan jatuh menetes.

Perawat laki-laki itu sedikit tidak tega melihat Celine begitu, orang-orang di sekitarnya berlalu-lalang datang dan pergi, pasti semua orang itu juga tidak akan mencurigai dua orang itu.

Perawat laki-laki itu melepaskan genggaman Celine, “Kamu sekarang tunggu disini dulu, anak perempuan itu barusan masuk kedalam, waktu chemotherapy kurang lebih 1 jam.”

Celine menggigit bibir, “Baiklah, apakah mereka keluar melalui pintu ini?”

Perawat itu menganggukkan kepala sambil berkata: “Tentu saja, kalau bukan dari sini lalu darimana lagi keluarnya?”

Perawat itu mengira Celine benar-benar gila.

Celine menganggukkan kepala saat mendengar pernyataan pasti dari perawat itu, lalu dia mundur ke belakang dan duduk di kursi ruang tunggu, “Terimakasih, terimakasih, aku akan menunggu disini.”

…………………………………….

Saat itu di lantai atas ruangan pemantau CCTV.

Sebuah layar yang sangat besar dan jelas menampilkan sebuah gambar.

Gambar itu adalah ruang ICU Nenek Li, kamera videonya memenuhi layar dari atas sampai bawah, sehingga di layar tersebut terlihat secara keseluruhan sudut ruangan rumah sakit.

Calvin mengerutkan alis, jarinya sembarangan menunjuk gambar yang ada di layar, “Orang yang berada di sudut ini bisa melihatnya tidak?”

Petugas yang duduk di depan pemantau CCTV itu menjelaskan: “Tuan, bisa, ini adalah kamera ukuran 360 derajat,” petugas itu menjelaskan sambil memperbesar layar itu, lalu muncul gambar yang ditunjuk oleh Calvin, “Semua gambarnya dapat terlihat dengan jelas.”

Calvin menganggukkan kepala.

Rekaman videonya segera diputar.

Rekaman video itu adalah suasana saat Calvin membawa Celine ke ruang ICU.

Celine mengikuti Calvin dari belakang, dia terlihat sedikit malu.

Dimulai dari posisi ini, dia bisa melihat sangat banyak kejadian yang saat itu tidak dilihatnya.

Saat Calvin berlutut di hadapan Celine, dia melihat mata Celine sekalinya membuka seakan terlihat seperti emas dan sangat memukau.

Sudut bibir Calvin miring ke atas beberapa derajat.

Selanjutnya, Calvin melihat orang yang memotretnya barusan.

Pandangan Calvin terlihat sedikit sadis, lalu dia berkata kepada petugas itu: “Kirimkan video rekaman ini ke aku.”

“Baik.” jawab petugas.

Calvin keluar dari ruang pemantau CCTV, dia tidak langsung pergi mencari Celine ke ruang istirahat, tetapi malah pergi ke area merokok, lalu dia menghisap satu batang rokok, setelah itu pergi ke ruang pemantau CCTV untuk mengambil rekaman video, baru dia pergi ke ruang istirahat.

Didalam ruang istirahat malah tidak ada Celine.

Hanya ada seorang petugas kebersihan yang sedang menyapu pecahan gelas kaca di lantai.

“Kamu melihat seorang gadis disini?”

petugas kebersihan itu menjawab: “Barusan disini, setelah itu tidak tahu kemana, gelas ini dipecahkannya, lalu dia langsung berlari keluar.”

“Berlari keluar?”

“Iya, sepertinya dia naik lift.”

Calvin berjalan dengan cepat, matanya terlihat sedikit menakutkan.

Dia menemukan Celine setelah beberapa menit.

Dari kejauhan dia bisa melihat Celine sedang duduk di kursi ruang tunggu yang berwarna biru, tubuhnya gemetaran, tatapan matanya hanya tertuju pada lampu di atas ruang chemotherapy.

Calvin duduk di samping Celine, lalu memanggilnya, “Cherry?”

Celine tidak menengoknya.

Calvin langsung memegang tangan Celine.

Dingin.

Tangan dingin seperti ini, sedikit suhu hangat pun tidak ada, bahkan kuku jarinya semuanya menggigil.

Dia mendekati Celine, lalu merangkul bahunya, sehingga Celine bisa melihat ke arahnya.

Kedua mata Celine sedikit memerah, tatapannya kosong, perlahan-lahan dia menatap Calvin.

Dia tiba-tiba menangis, lalu terjatuh ke pelukan Calvin, lalu berbicara dengan pelan: “Bagaimana, bagaimana...…aku harus bagaimana…..bagaimana jika dia benar-benar sakit?”

Dia sepertinya tiba-tiba kehilangan pandangan, lalu tiba-tiba menggelengkan kepala, “Tidak mungkin, tidak mungkin, tidak mungkin terjadi sesuatu padanya, pasti tidak mungkin!”

Novel Terkait

Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
3 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu