Antara Dendam Dan Cinta - Bab 151 Membuka Jendela di Tengah Malam

Kemampuan kulit Celine untuk sembuh memang lebih hebat dari orang-orang pada umumnya. Ia tidak menggunakan obat penghilang bekas luka apapun, tapi kulitnya dengan sendirinya bisa cepat kembali mulus seperti semula.

Kalau tidak begitu, bagaimana mungkin bekas luka yang membekas di tubuhnya akibat penyiksaan yang ia alami selama di penjara bisa lolos dari penglihatan Glen?

Leon juga menyadari hal ini.

Saat menghampirinya untuk memberi obat, ia dengan terkejut berkata: “Sebagian besar orang membutuhkan waktu paling tidak dua minggu, sedangkan kau hanya membutuhkan waktu satu minggu untuk sembuh.”

Celine tertawa, “Metabolismeku sangat spesial.”

Ia sudah sembuh, tapi tidak dengan Glen. Masih sama seperti sebelumnya, pria itu tinggal di gedung utama untuk merawat lukanya.

Chatrine sudah menghampiri dua kali dan kembali dengan wajah yang tertekuk sedih, “Sudah satu bulan berlalu dan masih belum sembuh juga! Apakah mau tinggal di gedung utama sampai tahun baru?!”

Siapa yang bisa mengerti rasa kosong dan kesepian seperti yang dirasakan olehnya!

Chatrine menatap Celine, “Kesehatanmu sudah pulih kan?”

“Sudah, terima kasih atas perhatian Nyonya muda.” Celine menundukkan kepala dan menjawab dengan penuh hormat.

Hati kecil Chatrine dengan tidak puas menggerutu: “Yang seharusnya sembuh terbaring terkapar, yang seharusnya sakit malah lincah, huh.”

Celine hanya bisa berpura-pura seperti tidak mendengar. Ia menundukkan kepalanya dan terpaku diam layaknya sebuah kayu.

Chatrine membenci Celine dalam hati. Ia takut apabila gadis tengil kampungan yang berpura-pura bodoh ini diberikan uang ratusan juta untuk bunuh diri, ia pasti akan melakukannya.

“Karena kamu sudah sembuh, dua hari ini ikutlah denganku.”

“Baik, nyonya muda.” Celine menjawab, “Nyonya muda, bagian dapur sudah membuatkan anda bubur trimella jujube, apakah anda mau meminumnya?”

“Tuangkan semangkuk untukku.” Chatrine dengan malas menjawab.

Setelah Chatrine menyantap bubur trimella jujubenya, ia menyuruh Celine menemaninya pergi keluar untuk perawatan kecantikan.

Di sebuah klub kecantikan terbesar di Kota Cease, para wanita kelas atas semua berkumpul di dalamnya.

Chatrine berada di dalam ruang VIP, hanya terpisah oleh sebuah layar yang sedang menampilkan seorang wanita yang terlihat lembut dan elegan, ia berbaring di atas kasur kecantikan.

Celine duduk di sofa luar, mendengarkan orang-orang di dalam sedang membicarakan tentang produk kosmetik, produk kulit, perhiasaan yang mewah, dan akhirnya mendengarkan tentang suami dan anak mereka.

“Ei, Chatrine, kau benar-benar pemenang dalam hidup ini. Kau dinikahi oleh pria idaman semua gadis elegan di kota Cease dan dikaruniai anak darinya pula.”

Chatrine merasa sangat bangga.

“Tapi, kamu kan sudah menikah selama hampir satu tahun? Mengapa belum terpikir untuk memiliki anak lagi?”

Begitu mendengar pertanyaan itu, raut wajah Chatrine pun menggelap, “Glen bilang tidak mau punya anak lagi. Cukup Arthur seorang.”

Perkataan selanjutnya, Celine mendengarnya sebagai Chatrine yang dengan jelas menanggapinya dengan acuh tak acuh.

Bagaimana Chatrine bisa tidak acuh?

etelah menikah hampir setahun, ia dan Glen tidak pernah seranjang lagi. Kalau kebenaran ini terlontar, bukankah ia hanya akan menjadi bahan olokan semua orang?

Dua jam kemudian, Chatrine keluar setelah selesai melakukan perawatan. Ia memanggil Celine untuk menemaninya pergi belanja ke pusat perbelanjaan.

“Dasar si Lili itu banyak lagak! Masih berani mengolokku dalam diam? Ia harus menaburkan kotorannya melihat dirinya yang memalukan!”

Chatrine menjarah pusat perbelanjaan itu. Celine memasukkan tas belanja Chatrine, baik kecil maupun besar, yang berisi baju, tas, dan perhiasan ke dalam mobil.

Dalam perjalanan pulang, Chatrine tiba-tiba bertanya pada Celine, “Kamu bisa berenang tidak?”

“Hah?”

Respon yang diberikan Celine terlambat sedetik setelah mengumpulkan kembali jiwanya, “Apa?”

Chatrine dengan tidak sabar bertanya sekali lagi, “Aku bertanya padamu, kamu bisa berenang tidak?”

“Tidak bisa.” Celine menggelengkan kepalanya.

Sebuah sinar yang terang dan cerah berkilat di tengah mata Chatrine.

…………

Malam harinya, Celine sedang berbaring di kasur membolak-balikan tubuhnya.

Selama setengah bulan terakhir, emosi Chatrine kembali sulit ditebak dan Glen terlihat seperti tidak mengetahuinya sama sekali. Celine harus memikirkan jalan keluar bagi dirinya sendiri.

Celine pun memantapkan hatinya untuk pergi memohon di hadapan Glen. Kalau tidak, semua lucutan ini ia terima dengan sia-sia.

Celine pergi mencari Marline di gedung utama dan bertanya dimana kamar Glen.

“Tuan muda benar-benar menderita. Luka di punggungnya kembali terbuka, sampai sekarang belum sembuh. Saat dokter datang memeriksanya, di kain perban masih terlihat bercak darah yang sangat, sangat besar… Hiii,” Marline seperti membayangkan sesuatu yang sangat menyeramkan yang membuatnya merinding, “Karena tuan muda merasa tidak nyaman, ia tinggal di kamar lantai satu bagian barat.”

Hati Celine berkilat senang begitu mendengarnya.

Untung saja di lantai satu.

Marline melihat kilatan bahagia yang tidak tertahan dalam mata Celine. Ia segera membelalakan matanya, “Kenapa kau tertawa? Jangan kelewat bahagia! Apakah kau mau sampai terlihat oleh nyonya besar? Hati-hati sedikit!”

Celine menarik napasnya. Dalam sekejap, ia menautkan alisnya dan menekuk pahit wajahnya, “Aku tidak tertawa. Aku seperti ini karena bersedih untuk tuan muda.”

Malam itu, Celine menunggu sampai tengah malam tiba. Pukul 12, ia diam-diam tanpa suara sedikitpun bangun dari kasurnya.

Hari ini adalah giliran Thomas Cui untuk berjaga di lantai atas.

Celine tahu kebiasaan Thomas Cui. Kalau ia menemukan masalah apapun, maka ia akan membuat kegaduhan. Karena sekarang tidak terdengar suara apapun, maka pasti tidak ada masalah yang penting.

Celine mengenakan mantel bulu yang panjang berwarna hitam dan juga memakai topi untuk musim berangin dan salju yang berwarna hitam. Langkah kakinya dengan sangat cepat berlari keluar.

Di dalam kegelapan tengah malam yang benar-benar gelap gulita, kelima jari dari tangan yang diulurkan sampai tidak terlihat karena terlalu gelap.

Setiap hembusan napas yang Celine hembuskan adalah sebuah uap putih yang tipis dan hampir tidak terlihat dalam gelap.

Celine berlari sampai gedung utama, membuat sekujur tubuhnya berkeringat.

Suasana saat ini sangat sunyi senyap, semua orang sudah terlelap tidur. Kedatangan Celine ternyata tidak membangunkan siapapun.

Ia pergi mengitari gedung, sampai ke kamar di sebelah barat yang diberitahukan oleh Marline.

Di luar kamar itu ada sebuah teras. Celine memindahkan dua buah bata dari sisi lainnya, dan kemudian menginjaknya sebagai landasan untuk mencapai teras. Saat itulah terdengar sebuah bunyi jatuh.

Pria yang sedang berbaring di dalam kamar itu pun membuka matanya dengan kaget.

Di dalam kedua matanya, sebersit jejak terlelap pun tidak ada. Matanya bersinar terang seperti biasa.

Pria itu menyipitkan matanya dan melihat ke arah teras di luar jendela.

Barusan suara yang terdengar berasal dari teras itu.

Celine bersusah payah memanjat dari tanah. Ia mengusap-usap lututnya yang sakit karena terjatuh, kemudian memanjat dengan berpapah pada tembok dan mengarah ke dalam kamar.

Ia melihat sekilas kemudian menyibak tirai. Ia tidak melihat apapun.

Celine mendorong pintu dan terkejut begitu menyadari bahwa ternyata pintu kamar tidak dikunci dari dalam.

Benar-benar beruntung!

Celine mereganggkan pinggangnya, dengan hati-hati dan ringan membuka pintu dengan mendorongnya.

Ia juga tidak berani membuka pintu terlalu lebar. Celine menyelipkan tubuhnya masuk melalui celah pintu yang ia buka sehingga hanya cukup untuk lebar tubuh satu orang. Matanya belum terbiasa dengan kegelapan, dan tiba-tiba ada sesosok bayangan hitam yang sekelebat melewatinya.

“Huk…”

Celine belum sempat melihat apapun ketika ada sebuah lengan yang sangat dingin dan keras seperti besi yang mengunci lehernya.

Novel Terkait

Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
5 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
5 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
4 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
5 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
4 tahun yang lalu