Antara Dendam Dan Cinta - Bab 152 Hatiku Sakit

Dalam sekejap, Celine merasa seluruh darah dari sekujur tubuhnya naik mengguyur pipinya. Seluruh otaknya tiba-tiba tersendat, kedua tangannya menyibak otot yang sangat keras ini dan dari mulutnya keluar suara rengekan yang kasar.

Glen sendiri merasa ada yang tidak tepat. Jangan-jangan ini adalah... Seorang perempuan?

Tangan Glen yang sebelah lagi meraba panel di dinding. CTAK! Lampu yang ada tergantung di langit-langit kamar pun menyala, seketika menerangi setiap sudut kamar. Glen dengan terkejut menatap Celine dan akhirnya melepaskan tautan tangannya.

Begitu lehernya dilepaskan, tiba-tiba Celine membungkuk dan terbatuk-batuk sampai wajah dan telinganya memerah.

“Kenapa kamu datang ke sini?”

Glen berjalan sampai ke sisi meja dan menuangkan segelas air untuk Celine. Ia dengan erat menautkan alisnya, “Kenapa kamu datang ke sini? Ini sudah pukul satu dini hari.”

Celine meneguk airnya, dengan susah payah menghangatkan hawa napasnya, ”Tuan muda, saya...”

“Kamu tahu tidak kalau tadi aku sedikit saja lebih cepat menggerakkan tanganku, maka lehermu itu akan patah!” Sekarang jika Glen memikirkannya lagi, ia merasa sedikit takut!

Gadis ini dengan mudahnya menyepelekan masalah! Dan ternyata masih berani melakukan hal seperti ini!

Celine menundukkan kepala. Ia menggumam sejenak dan tiba-tiba menengadahkan kepala untuk menatap Glen, “Tuan muda, aku merindukanmu.”

Celine menggenggam tangan Glen dan dengan tatapan sedih menatapnya. Melihat sepasang matanya yang seperti mata rusa kecil yang berair membuat hati kecil Glen menghangat.

Celine melihat ada sedikit perubahan yang terbersit dalam mata Glen, ia mengaitkan jari-jemarinya dengan jemari pria itu, “Tuan muda, tidak ada orang yang menyadari... Aku lari kesini diam-diam…”

Glen hanya menatap Celine, tidak bergeming.

Celine menundukkan kepalanya, “Aku salah, tuan muda... Ke depannya aku tidak berani lagi, aku…”

Belum selesai bicara, Glen tiba-tiba menidurkan Celine di atas kasur dalam sekali gerak dan menciumnya dengan lekat.

Celine dengan pasif menahan ciuman Glen. Pria itu menciumnya seganas serangan badai, tangannya sudah menarik resleting mantel berbulu Celine dari atas ke bawah hanya dalam satu kali gerakan. Tangan Glen kemudian masuk ke dalam bagian bawah pakaian bulu Celine, menutupi kemontokkan dan kelembutan yang telah lama didambakan.

“Mmmhnn…”

Celine tidak bisa menahan erangan kecilnya.

Glen menggigit daun telinga gadis itu yang sudah kemerahan, “Beberapa hari ini tidak memuaskanmu, ternyata kamu semakin sensitif.”

Celine menggigit bibirnya, “Tuan muda, anda… Tolong pelan sedikit.”

Apa yang dimaksud dengan suara yang menyihir dan perlahan merasuk tulang, begitulah suara Celine bagi Glen. Hanya sebuah suara yang berkata ‘tuan muda’ tapi bisa membuat bagian bawah Glen membara dengan agresif seperti terbakar api.

Telapak tangannya tertelungkup dan dalam sekejap menurunkan celana Celine.

Udara yang sejuk langsung merambati kulit.

Celine tidak berani memperlihatkan wajahnya.

Glen meregangkan paha gadis itu, “Menurutku mulut kecilmu ini ingin sesuatu yang bisa menghancurkan otak dan jantungmu, iblis kecil.”

Tiba-tiba, terdengar suara pintu diketuk dari luar.

Glen yang baru saja memasuki medan perangnya, terpaku dengan menyedihkan karena dihentikan oleh suara ketukan pintu.

Celine dengan susah payah mengatur napasnya kemudian memiringkan tubuhnya sedikit.

Suara Glen menahannya: “Jangan bergerak.”

Dari luar terdengar suara Selvie, “Tuan muda, apakah anda baik-baik saja?”

“Tidak apa-apa.”

Selvie berujar, “Itu... Ada seorang pelayan yang berkata ia mendengar ada suara dari dalam kamar anda dan saya melihat anda menyalakan lampu. Kalau memang tidak ada masalah, baiklah.”

Glen menahan tubuh Celine yang miring dan menekan saklar di atas kepala kasurnya.

“Aku agak sedikit batuk, jadi bangun untuk minum sedikit air.”

Suara batuk Celine barusan sangat kencang. Walaupun kamar ini kedap suara, tapi orang yang kebetulan sedang berjalan lewat di koridor depan pasti akan mendengarnya.

“Kalau begitu silakan tuan muda beristirahat. Saya akan pergi melapor ke nyonya muda sebentar.”

Glen memiringkan telinga dan mendengarkan. Ia membiarkan satu menit berlalu, menunggu sampai suara langkah kaki di koridor pergi menjauh. Kemudian Glen melihat Celine lagi yang ditekan setengah mati oleh tubuhnya.

Dalam kegelapan, sepasang bola mata hitam pria itu terlihat seperti serigala liar dalam hutan rimba. Sinar merah tiba-tiba berkerlip di matanya.

“Tuan muda, sakit…”

Kenapa tidak naik dan tidak turun? Sekujur tubuh Celine menegang.

Glen dengan kasar dan lekat menuruni pinggang Celine, mencium wajah dan bibirnya. Celine hampir saja tidak bisa menahan teriakannya.

Melihat Celine yang berusaha menahan reaksinya, rasa ketertarikan Glen pun semakin bertambah. Ia lalu memainkan beberapa trik.

Begitu sudah selesai, sekujur tubuh kedua orang itu basah oleh peluh keringat, pakaian mereka sudah lama tergulung di atas lantai. Celine sudah terkulai lemas di atas kasur, bahkan jari jemarinya saja sudah tidak bisa bergerak lagi.

Glen langsung membopongnya masuk ke dalam kamar mandi, memenuhi bak mandi dengan air panas. Ia lalu mendudukkan Celine ke dalam bak mandi dan menghampirinya sekali lagi.

Tangan Celine menyentuh pelan punggung Glen namun kemudian tiba-tiba terhenti.

“Tuan muda, lukamu…”

Celine teringat dengan perkataan Chatrine dan Marline. Luka Glen benar-benar belum sembuh.

Tapi…

Celine mengusap punggung Glen. Ternyata memang ada beberapa luka yang saat teraba terasa tidak rata, tapi sudah mengelupas.

Sedangkan punggungnya Celine sendiri sudah mulus seperti semula.

“Tidak apa.”

“Tentu saja ada apa-apa!” Tiba-tiba mata Celine memerah, “Semua orang bilang lukamu sangat parah!”

Ujung mata Glen menatap pelupuk mata Celine yang memerah. Sebutir air mata pun bergulir turun dari ujung mata Celine yang sedang mengedip, “Bagaimana bisa kandungan air di tubuhmu begitu banyak? Malah menangis lagi. Aku bilang tidak apa ya tidak apa, aku bilang ada masalah itu untuk membohongi mereka semua.”

Celine terpaku sejenak, kemudian mengerjapkan bola matanya dengan polos dan bodoh, “Benarkah?”

Glen menuntun tangan Celine untuk mengusap punggungnya, “Kalau tidak percaya coba kamu raba saja.”

Celine mengusap-usap punggung Glen, tapi keraguan masih mendiami hatinya, “Aku ingin lihat.”

Celine pun langsung bertumpu di pinggir bak mandi, ingin menghampiri dan melihat punggung Glen.

Glen lalu membuat gadis itu tidak berkutik, “Kau duduk baik-baik dan jangan sembarangan bergerak. Kalau dalam posisi ini kau putar badan, hati-hati kau tidak bisa berjalan lagi begitu langit terang.”

Celine pun tidak berani bergerak lagi.

Glen memiringkan tubuhnya, membuat punggungnya menghadap Celine.

Celine melihat bekas cambukan yang tertoreh di punggung Glen.

Sekelebat pikiran kacau pun menghampiri benak Celine. Punggung mulus yang dipenuhi dengan otot, kini rusak begitu saja oleh bekas cambukan.

Glen menolehkan kepalanya, “Sudah selesai melihat?”

Glen pun membalikkan tubuhnya tanpa menunggu Celine berbicara. Tapi yang tertangkap oleh pandangannya justru adalah wajah Celine yang dibanjiri oleh air mata.

“Kenapa kau menangis lagi?”

Celine membenamkan dirinya ke dalam pelukan Glen, suaranya sedikit gemetar: “Aku… Hatiku sakit.”

Hati kecil Glen bergetar hebat.

Novel Terkait

Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
3 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
3 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
3 tahun yang lalu