Antara Dendam Dan Cinta - Bab 16 Dirinya Dijual

Celine masih tidak tahu, di tengah-tengah aroma bir club malam, dia sudah dijual oleh orang.

Saat Glen siap mengemudikan mobilnya, Celine tergesa-gesa dengan ekspresi wajah seperti ayahnya akan diancam mati, dia sangat senang bisa kembali pulang ke rumah Glen.

Pokoknya dia sengaja memperlihatkan ekpresi itu ke Glen.

Setibanya dia di rumah Glen, dia langsung dipanggil Seno untuk naik ke atas.

“Nyonya muda Chatrine memanggilmu.” ucap Seno.

Celine sudah menduganya sewaktu perjalanan pulang, Chatrine pasti tidak semudah itu melepaskannya.

Dia meletakkan kotak kayu dan vitamin C kedalam lemari, memikirkan sesuatu, lalu kembali mengeluarkan kotak kayu itu.

Seno berkata: “Suasana hati Chatrine kelihatannya sedang tidak bagus.”

Celine menganggukkan kepala.

Chatrine duduk di kursi pijat ruangan pijat, didalam ruangan penuh dengan aroma dupa, aroma yang menenangkan hati.

“Nyonya muda.” ucap Celine

Chatrine membuka matanya.

Dia menatap Celine dengan curiga, “Apa yang kamu bawa di tanganmu?”

Celine memperlihatkan benda yang berada di tangannya, lalu membuka kotak kayu itu, “ini adalah pemberian Nyonya besar kepadaku.”

Celine berhasil memainkan trik untuk membalas Chatrine, hanya saja tidak ada waktu untuk mengekspresikan kesenangan hatinya, juga tidak bisa memperlihatkan senyuman pada bibirnya dan gerakan tubuhnya.

Fera tahu menganai masalah Nyonya besar memberi Celine sebuah gelang, cepat atau lambat pasti terdengar sampai ke telinga Chatrine, lebih baik tunggu saja sampai dia menanyakannya daripada langsung memberitaunya.

“Nyonya besar kasih kamu gelang?”

“Iya,” jawab Celine, “Nyonya besar berterima kasih kepada saya karena selama ini telah memijat Tuan, jika Nyona muda menyukai gelang ini, saya berikan gelang ini untuk Anda!”

Chatrine segera berdiri dari kursi pijatnya, “Coba aku lihat.”

Chatrine melihat gelang tersebut sambil mencibir.

Kualitas warna dan bahannya tidak bagus.

Gelang ini cocok untuk gadis desa agar terlihat berharga.

“Gelang ini untuk kamu, buat apa kamu berikan kepadaku? bisa-bisa aku dimarahi ibuku,” ucap Chatrine sambil membuka lebar matanya, “kamu terima saja sendiri.”

“Terima kasih Nyonya muda.” ucap Celine

Chatrine merasa sangat benci melihat Celine nampak gembira, pembantu yang tidak punya harga diri seperti itu, Glen bisa jatuh hati kepadanya?”

Sudah pasti tidak mungkin.

Chatrine merasa tidak puas jika Glen tahu kalau Chatrine membuat susah pembantu itu.

“Tuan sudah pulang?” Tanya Chatrine sambil berbaring di atas kursi pijat, pijatannya membuatnya nyaman.

“Belum,” jawab Celine, “Tuan sepertinya pergi ke luar minum bir.”

Chatrine mengerutkan alis.

Celine berhasil mengalihkan perhatian Chatrine ke dirinya menjadi kembali membahas Glen.

Lagi-lagi Glen ke luar minum bir.

Membuat hati Chatrine sedikit tidak senang.

“Kamu keluar.”

Celine melihat wajah Chatrine nampak kesal, hati Celine sangat puas.

Baru saja mau keluar ruangan, Celine melihat ada sosok bayangan hitam di tangga, lalu sekilas tidak nampak orangnya.

Arthur?

Celine mengikutinya turun.

Arthur menutupi wajahnya dan berlari ke gudang.

Dia bersembunyi di balik sudut dinding, mengontrol tekanan bathinnya, tidak henti-hentinya menangis bercucuran air mata.

Celine masuk ke ruangan itu.

Dia melihat Arthur menangis, didalam hatinya sedikit sedih.

Dia tahu mengapa Arthur menangis.

Kucingnya sudah beberapa hilang, dia sudah tidak punya kucing lagi, sikap Chatrine ke Arthur masih saja seperti dulu tidak begitu jahat dan tidak begitu baik.

Tetapi, lahir di tengah keluarga Glen dengan kedua orang tua yang seperti itu, harus menanggung semuanya dan tidak ada cara untuk mengubahnya.

Celine berjongkok mendekati Arthur, tidak memanggilnya, hanya bicara pelan: “Sejak aku lahir, orang tuaku tidak menyukaiku, hanya menyukai kakak perempuanku, aku tak berguna di mata mereka, aku berusaha keras mendengar perkataan mereka, menuruti perintah mereka, tetapi mereka tak sedikitpun menganggap aku, kakak perempuanku seperti putri, selalu mendapatkan apa yang dia inginkan, sedangkan aku tak ada satupun yang peduli kepadaku, mainan dan bajuku semuanya barang milik kakak perempuanku yang sudah tidak dia sukai.”

Tangisan Arthur perlahan-lahan mereda.

Dia membalikkan badan menghadap Celine, kedua matanya yang hitam pekat masih meneteskan air mata, pipinya basah karena air matanya.

Celine berkata dengan nada sangat lembut, “Aku masih bisa bertahan sehari dua hari, satu bulan dengan kondisi seperti ini, aku mau mereka menyukaiku, aku mau mereka baik kepadaku, aku mau perlakuan mereka kepadaku sama seperti yang mereka lakukan kepada kakak perempuanku, jelas-jelas semuanya adalah anak Mama, kenapa aku harus mendapat perlakuan seperti ini?”

“Tetapi, selama ini tidak berguna sedikitpun, mereka masih sama seperti dulu dan sampai nanti akan tetap sama, aku pernah merasa sudah tidak sanggup lagi melewati masa-masa kecewa ini, lalu aku perlahan-lahan mengerti, aku tidak perlu membuat mereka menyukaiku, aku adalah anak perempuan mereka, tetapi aku punya kehidupanku sendiri, aku tidak bisa terus-menerus menuruti mereka, aku bisa bermain dengan temanku, aku bisa belajar bahasa Inggris, aku bisa belajar menanam bunga, mereka tidak mau merubah sikap mereka demi aku, lalu untuk apa aku setiap hari selalu sedih demi mereka?”

Arthur sudah tidak menangis lagi.

Dia melihat Celine dengan tatapan yang sedikit kosong, air matanya mengalir saat dia mengedipkan mata, dia sendiri tidak mengusapnya.

Celine tersenyum, mengulurkan tangannya mengusap air mata yang ada di wajah Arthur.

“Jadi, kita harus selalu gembira,” ucap Celine, “Kamu pernah tidak bermain bersama temanmu?”

Arthur menggelengkan kepala, lalu tiba-tiba terpikirkan sesuatu, lalu menganggukkan kepala, menunjuk Celine dan berkata, “Egy.”

Celine mengusap air mata Arthur, anak ini masih ingat dengan Egy.

selama ini anak ini merasa sangat menderita.

Dia masih ingat semasa dia kecil, walaupun orang tuanya tidak terlalu memperlakukan dia dengan baik, Felicia masih selalu berbaik hati memberikan barang yang sudah tidak dia sukai kepadanya meskipun dengan raut wajah yang tidak begitu ramah, dia juga punya teman sebaya yang selalu mengajaknya bermain bersama.

Kakak Steven juga mengajaknya pergi ke desa, pergi ke sungai memancing ikan, memanjat pohon mengambil seekor burung.

“Kamu harus banyak bermain dengan teman sebayamu, melihat mereka sedang membicarakan apa, seperti mainan, baju baru, atau kamu bisa menyanyikan lagu yang baru dipelajari hingga gurumu memujimu.”

Arthur sepertinya mengerti, air matanya sudah tidak menetes lagi.

Celine memapah Arthur untuk berdiri, menepuk debu yang ada di tubuhnya, “Jangan menangis lagi, Arthur kami adalah anak laki-laki yang hebat, kembali tidur ya.”

Novel Terkait

The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
5 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Pernikahan Tak Sempurna

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
4 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu