Antara Dendam Dan Cinta - Bab 138 Orang yang Tidak Jelas

Di dalam gedung aula utama yang terang benderang.

Lampu kristal yang tergantung memancarkan sinar yang berkilau. Kerlap-kerlip sinarnya berhamburan mewarnai lantai, membuat potret lantainya seolah dipenuhi oleh lilin yang menyala.

Tante Selvie menuntun Melly menuruni anak tangga dan menghampiri Herman. Setelah berada di samping Herman, ia menyapu sekilas orang-orang yang ada di aula itu, “Ada masalah apa?”

Herman sedang duduk di kursi utama. Suzy yang sudah melepaskan mantel bulu dari tubuhnya pun berjalan menghampiri sambil memegang secangkir teh panas. Ia lalu meletakkan gelasnya di atas meja teh.

“Nyonya besar, ada sedikit masalah kecil. Bibi kedua bilang harus dibicarakan sejelas-jelasnya, mohon bantuan anda untuk memutuskan mana yang benar dan yang salah.”

Pandangan mata Melly jatuh pada Suzy, namun sorotan matanya terasa malah menusuknya kembali.

Bahan kain baju Qipao yang dikenakan Suzy sekarang ini baru benar-benar sebulan yang lalu dibeli di kota Su, 100% buatan tangan. Hanya ada beberapa lembaran kain saja yang diproduksi dalam satu tahun.

Sebenarnya Melly terpikir untuk memanggil seseorang dan membuatkannya satu set pakaian pada akhir tahun, tapi ternyata Herman sudah lebih dulu memberikan kain ini kepada Suzy.

Melly mengulas sedikit senyum, ”Kain Qipao yang adik ketiga pakai sekarang terlihat sangat bagus.”

Bagaimana Suzy bisa tidak tahu maksud dari perkataan Melly? Ia pun tertawa dan berkata: “Ini hadiah dari ayah Glen. Ia melihat sehari-hari aku hanya mengenakan dua jenis Qipao lagi dan lagi. Ia mengasihaniku dan membuatkan aku sebuah baju baru.”

Herman mengangguk menyetujui: “Ke depannya, jika kamu membutuhkan sesuatu dan tidak bertemu denganku, silakan mencari paman Lin. Jangan menyusahkan diri sendiri.”

Raut wajah Melly tidak berubah, “Iya, benar. Kamu lihat adik perempuan kedua, baju yang ia kenakan setiap hari tidak ada yang sama. Jarak tinggal adik perempuan ketiga dengan kita jauh. Kalau pelayan di sana berbuat tidak menyenangkan, segera beritahu aku!”

Jiwa Fera yang baru saja kembali, lagi-lagi terbakar emosi setelah mendengar perkataan Melly.

“Pakaianku banyak? Kapan matamu pernah melihat aku sering bergonta-ganti pakaian? Sebaliknya, justru kau yang setiap hari harus berpakaian mewah. Siapa yang tidak tahu kau sudah menyelundupkan berapa banyak harta diam-diam?”

Suzy terhenyak dan berkata: “Bibi kedua, apa yang kau maksud dengan perkataanmu? Apanya menyelundupkan? Kalau kau mau menuduh, kau harus memiliki buktinya!”

Fera berteriak dengan keras dan bangkit berdiri, “Tidak bisa diterima! Seorang pelayan berani bersilat lidah denganku di sini?!”

“Kamu...”

“Selvie, tutup mulutmu,” Melly dengan marah menyela Tante Selvie, “Bagaimana bisa aku dibandingkan dengan adik perempuan kedua? Semua masalah harus melihat status hubungan persaudaraan, sekarang lebih baik selesaikan dulu masalah yang ada di depan mata.”

Suzy tertawa dan berkata: “Silakan beri kesempatan bagi kakak perempuan kedua untuk bicara dulu, ada dendam kesumat apa dengan pelayan ini sampai-sampai ia membuatmu terlihat begitu menyedihkan.”

Semua sorot mata orang banyak itu akhirnya baru tertuju pada satu-satunya orang yang sedang berlutut di samping tembok, Celine.

Celine juga bukannya dengan sengaja ingin terlihat menyedihkan.

Tapi sebenarnya pergelangan kakinya sangat sakit sampai-sampai ia tidak bisa berdiri dengan tegap. Ia teringat dengan peringatan dokter, beliau bilang tidak boleh bertengkar sampai merusak kaki sendiri karena masalah ini. Oleh sebab itu, Celine memutuskan untuk mengambil solusi mudahnya saja, yaitu duduk demi mengurangi tekanan yang diterima pergelangan kakinya.

Leon menautkan alisnya. Ia ingin pergi menghampiri, tapi langkahnya ditahan oleh Fera yang memegang erat bagian bawah lengan bajunya.

“Jika sekarang kau menghampirinya, kau bukan hanya mencelakai dirimu sendiri, tapi juga bisa mencelakai dirinya.”

Leon akhirnya dengan berat hati menahan langkahnya.

Suzy berkata: “Sepertinya pergelangan kakinya terkilir. Karin, coba kau periksa.”

“Baik.”

Karin mau tidak mau berjalan menghampiri. Ia tahu maksud dari perkataan Suzy. Ia berjongkok dan melihat sekilas pergelangan kaki Celine, “Ya, pergelangan kakinya terkilir dan bengkak besar sekali.”

Suzy menjadi sedikit khawatir, “Bagaimana kalau panggil saja seorang dokter untuk memeriksanya? Bukankah kita sudah diperintahkan untuk selalu menjaga dan memperhatikan pelayan kita baik-baik?”

Melly tertawa dengan dingin dan berujar,” Untuk apa mencari jauh-jauh. Bukankah Leon adalah seorang dokter?”

“Aku akan membantu memeriksanya.”

Leon berjalan menghampiri. Ia berjongkok dan memeriksa pergelangan kaki Celine dengan seksama, alisnya pun bertaut.

Celine berujar: “Tidak usah merepotkan Dokter Leon. Aku sudah punya obatnya, aku hanya perlu mengoleskan obatnya setelah pulang nanti dan semua akan baik-baik saja.”

Leon menolehkan kepalanya menghadap Paman Lin yang berdiri di samping, “Pinjamkan aku kotak obat.”

Asisten Li dengan segera pergi mengambilnya.

Leon membuka kotak obat. Ia ingat di dalamnya ada minyak bunga Safflower, dan ini adalah obat termanjur untuk digunakan.

Ia menuangkan minyak Bunga Safflower ke tengah telapak tangannya, kemudian mengulurkan tangannya untuk memijat pergelangan kaki Celine.

Ah...

Kalau saja Celine tidak mempersiapkan dirinya dengan baik dari awal, sepertinya ia benar-benar akan membuka mulutnya lebar-lebar dan berteriak sekencang-kencangnya.

Sakit yang menyerangnya membuat kedua rongga matanya terasa sangat perih dan akan meneteskan air mata. Tapi Celine mengeratkan giginya dengan kencang untuk menahan tetesan air matanya agar tidak bergulir jatuh.

Sehela napas Fera tercekat di dalam tenggorokannya. Akar-akar saraf di dalam otaknya sudah siap untuk memulai masalah lagi. Ia benar-benar ingin menyeret Celine keluar, tapi...

“Adik perempuan kedua, sebenarnya ada masalah apa sampai ribut sebesar ini?” Melly mengangkat cangkir teh yang dibawakan Suzy dan meletakkannya di hadapan ayah Glen.

Fera membuka lebar mulutnya.

Sekarang, Fera berada dalam posisi dimana ia tidak dapat mengatakan semuanya dan masih harus membantu Celine menutupi segala sesuatunya. Perasaan seperti ini benar-benar membuat hatinya merasa tertekan.

“Bukan masalah serius. Aku hanya merasa pelayan di samping tuan besar ini terlalu lemah, hampir setiap hari ia terluka. Baru saja dua hari yang lalu Leon bertemu dengannya di klub malam, ternyata di sana ia dilecehkan oleh dua orang preman. Leon datang menolongnya, tapi malah membuat dirinya sendiri habis dihajar.”

Hal ini menjelaskan mengapa terlihat bekas goresan di wajah Dokter Leon.

Herman menautkan alisnya, “Klub malam?”

Fera menangkap kesempatan ini, “Benar sekali. Ia hanyalah seorang pelayan tapi ternyata berani pergi ke tempat seperti itu. Semua orang yang pergi dan berada di sana adalah orang-orang yang tidak jelas.”

“Aku yang membawanya pergi ke sana.”

Tepat pada saat itu, terdengar sebuah suara bernada rendah yang lantang dan jelas dari luar daun pintu yang memecah kesunyian.

Tubuh Glen yang tegap dengan sepasang kakinya yang jenjang dan langsing berjalan masuk, sekujur tubuhnya diselimuti dengan udara dingin dari luar. Ia menyapu sekilas semua orang yang ada di tempat itu. Pandangannya terjatuh pada Celine serta Leon yang sedang berjongkok di lantai dan sedang membantu wanita itu mengusap pergelangan kakinya. Sorot mata Glen berubah dingin, kemudian ia menoleh, “Bibi kedua, akulah yang membawa pelayan pribadiku pergi. Apakah dengan melakukan itu maka aku juga termasuk dalam kategori orang yang tidak jelas? Leon juga ternyata menjadi pahlawan yang menolong si cantik di klub malam. Kalau begitu, apakah itu berarti keponakan bibi kedua juga merupakan orang yang tidak jelas?”

Fera tersedak.

Herman menatap putranya.

Sekujur tubuh Glen mengeluarkan aura kejam, sangat terlihat bahwa ia sudah sekuat tenaga berusaha meredamnya. Tapi sebagai seorang ayah yang tahu bahwa anaknya sangat mirip dengannya, Hermain masih bisa melihat aura itu.

Sorot mata Herman lalu beralih kepada sosok Celine.

Kepala gadis ini mulai dipenuhi peluh keringat, wajah kecilnya yang kesakitan terlihat pucat pasi. Tapi Celine tidak mengeluarkan suara apapun meskipun merasa kesakitan yang luar biasa.

“Suzy, bantu aku bangkit berdiri.”

Begitu mendengar perkataannya, Suzy dengan segera bergerak maju selangkah dan memapah Herman untuk bangkit berdiri.

Novel Terkait

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
4 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Baby, You are so cute

Baby, You are so cute

Callie Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
3 tahun yang lalu