Antara Dendam Dan Cinta - Bab 12 Pura-pura Patah Tulang

Laura dengan sikap acuh tak acuh mengatakan beberapa kata "ntar aku telfon kamu lagi" dan mematikan HP nya, kakinya mengambil langkah besar dan berjalan mendekat, "baiklah! Cherry, kalau kamu mau pura-pura patah tulang!"

Celine yang awalnya panik, lalu berusaha tenang kembali.

Ia menyelipkan foto yang ada di tangannya kebawah bantal, memegangi lengan sebelah kanannya lalu menciutkan badannya ke bagian kepala tempat tidur, ia berbicara dengan ketakutan dan gelagapan: "kamu, kamu bicara apa sih."

Laura tertawa sinis, "kamu tahu aku lagi ngomongin apa!"

Laura menghampirinya lalu menggenggam lengan tangannya, "lenganmu ini baik-baik aja kok! coba jelaskan! ngapain kamu pura-pura patah tulang? demi gak kerja terus males-malesan?"

Celine kebingungan lalu menghadap ke belakang dan menghindar dengan tangan kiri yang memegangi lututnya, suaranya seperti orang yang akan menangis, "kamu jangan seperti ini dong"

"Jangan seperti ini? Jadi maunya kayak gimana?!" laura berdiri di bagian kepala tempat tidur dan menunjuk ke arah pintu, "kamu percaya gak sekarang juga aku bakalan bukak pintu terus teriak! teriak kalo kamu lagi pura-pura patah tulang!"

"Jangan! pokoknya jangan! "mata Celine memerah, secepatnya ia mencari alasan, "aku, aku ada kesulitan tersendiri."

Ketika Celine mengedipkan matanya, airmatanya pun terjatuh, ia langsung menghapus airmatanya, "kumohon padamu, jangan kasih tau orang lain, aku... Aku beneran ada kesulitan tersendiri.

"coba kamu ngomong, karena apa?"

Celine terisak-isak, "aku, aku gak bisa ngomong....."

"Baiklah kalau begitu, akan ku beritahu Nyonya muda"

Ketika Laura bilang ia akan pergi, Celine segera beranjak dan menggenggam lengan tangan Laura, "Ra, please jangan kasi tau Nyonya muda, kamu mau suruh aku lakuin apa aja aku pasti lakuin, tapi jangan kasi tau ke orang lain...."

"Apa? aku suruh kamu ngapain aja kamu mau?"

"Benar! Celine menundukkan kepalanya, tak hentinya terisak.

"Baiklah kalau begitu, tolong kamu bantu aku ngerjain kerjaan malam ini!

"Baiklah."

"Terus yang besok juga."

"Oke."

Lintasan cahaya terbesit di mata Laura, "kalau begitu sekarang kamu pergi ke dapur bantu-bantu, inget malamnya harus pergi kerja."

"Baik."

Laura melihat Celine yang berjalan sambil membungkukan punggungnya seperti itu, merasa sangatlah puas.

Sekali melihat Cherry pasti ketahuan dia itu orang yang datang dari kampung yang masih polos, belum melihat dunia yang sebenarnya, beneran mudah buat di manfaatin.

Celline beranjak pergi ke dapur lalu membantu mencuci sayur, membereskan dan mencuci piring, mencuci piring lalu merapikan bumbu-bumbu masakan setelah selesai makan.

Ibu Laura berkata: "Tanganmu belum baikan, jangan kerja dulu.

Kebetulan Laura barusan saja ke dapur untuk mengambil air, mendengar percakapan tersebut, Laura dengan dinginnya menggela nafas melalui hidungnya.

Ibu Laura menoleh membalikan badan ke arah Laura lalu mengomelinya, "Bukannya ini pekerjaan yang harusnya kamu lakukan? Kamu malah sembunyi dan bersantai."

Laura menyengritkan alis matanya, "bukan aku kok yang kepingin sembunyi, yasudah kalau begitu, Cherry, kerjaanya serahkan saja sama aku."

Lalu ia pura-pura pergi untuk mengerjakan pekerjaanya.

Celline dengan segera menangkal tangan Laura, ia menundukkan kepalanya lalu merebut kembali pekerjaanya, "biar aku saja, ini aku sendiri yang ingin melakukanya! aku baru saja datang, jadi memang sudah seharusnya rajin sedikit"

Laura menepuk-nepuk pundak laura, "Cherry, kerjakan baik-baik ya."

Selesai bicara, iapun pergi dengan lagak tak peduli sembari mengayun-ayunkan tangannya.

Celline melotot ke arah punggung Laura, lalu menurunkan pandangannya, menyembunyikan ekspresi pandangannya.

Ibu Laura menggelangkan kepalanya, ia juga tak tau harus bagaimana.

Setelah selesai beres-beres dapur, Celine bergegas pergi ke tempat kerja.

Demi mencegah terjadi sesuatu dengan Tuan Rumah di malam hari, biasanya mereka mengatur pelayan untuk berjaga.

Karena ia sendiri sedang patah tangan, jadi hanya perlu menyiram taman bunga saja, ini kali pertamanya ia kerja shift malam menggantikan Laura.

Kamar pekerja berada di lantai dua, letaknya tepat di samping kamar tuan rumah dan kamar anak dari tuan muda yang paling kecil.

Selain itu pelayan paruh baya juga memberi tahunya beberapa hal yang harus di perhatikan, "kalau kamu dengar ada yang panggil, kalo yang di panggil itu namamu, kamu baru pergi, kalau yang di panggil bukan namamu jangan pergi ke atas dan membuat orang jengkel.

"Baik." Celline mengangguk mengerti.

Setelah orang itu berjalan meninggalkanya, ia barulah masuk ke kamar pekerja.

Ini adalah kamar kecil yang tak ada jendelanya, hanya ada sepasang meja, sepasang ranjang, di bagian ranjang atas terdapat lampu yang menyala.

Celline berjalan menuju sisi ranjang, ia membuka plaster kain kassa yang terbalut di tangannya.

Kulit lengan tangannya terlihat baik-baik saja, tapi di atasnya masih ada beberapa bekas luka yang belum sembuh.

Ini adalah bekas luka yang ia dapat ketika ia di tindas di dalam penjara.

Tubuh Celline tak seperti orang pada umunya, luka yang ada di tubuhnya tak pernah di olesi obat luka, dan juga tak akan meninggalkan bekas luka yang parah, orang-orang yang melihat dan mendengar tak ada satu pun yang menghiraukan ia, itu juga hanya luka yang tak seberapa.

Ia menggerak-gerakan lengan tangan kanannya, memiringkan kepala mengamati dekorasi sekeliling kamar.

Ia beranjak pergi ke kamar mandi.

Ia mengambil tutupan flash yang berada di atas kloset, lalu menggunakan tangan kiri dan dengan pela menyikatinya.

Tenaganya tidak cukup.

Lalu ia kembali memasangkan tutupnya kembali ke kloset, lalu mengenakan jaket dan pergi ke halaman luar.

Di bayang-bayang gelap malam, ia mencari sebuah batu bata.

Ia menekan tangan kirinya ke bawah lantai, ia menutup matanya rapat-rapat, lalu mengambil batu bata yang berat itu dengan tegas memukul ke arah tangannya sendiri.

Sedikit lebih sakit daripada yang ia bayangkan.

Celline mengerutkan alisnya, menggerak-gerakkan tangan kanannya.

Tidak biasa, ia masih tidak berani.

Dari jidat Celline keluar banyak keringat.

Ia harus berani.

Kalau ia tidak berani, berarti ia menjadikan dirinya sendiri sebagai barang taruhan, sampai pada saatnya ia bukan hanya menyakiti dirinya sendiri, akan tetapi juga menyakiti Arthur.

Ia mengambil batu tersebut, dan mengangkatnya tinggi-tinggi, tatapan matanya terpaku, dengan keras sekali lagi ia memukulnya ke arah tangan kirinya.

…………….

Di kamar anak.

Anak kecil sedang menangis, suara tangisan yang membuat orang tidak tega.

Di jam seperti ini, Glen belum juga pulang, Chatrine yang dari tadi memang sudah gelisah, sekarang ia mendengar suara tangisan anak kecil yang berasal dari samping, ia membolak-balikkan badannya di tempat tidur, lalu beranjak, seluruh tubuh yang penuh dengan amarah dan keluar dari kamar.

"Larut malam begini nagisin apa sih? yang mati ayah atau ibumu?"

Ia berjalan masuk ke kamar anak, lalu membuka lampu.

Anak kecil yang berada di atas Kasur secara mendadak menerima sinar cahaya yang menusuk mata pun menangis semakin menjadi-jadi.

Chaterine berjalan kesamping tempat tidur, ia pun menggangkat anak laki-laki tersebut dan menggendongnya, "jangan menangis lagi! mau ganggu orang sampai tidak bisa tidur?"

Arthur terkejut sampai menangi tersedu-sedu, ia membuka mulutnya tetapi tidak bias memanggil, ia hanya dapat mengeluarkan suara tangisan.

Mendengarnya Chaterine pun semakin kesal saja.

Sudah mau hampir tiga tahun, masih tidak bisa bicara, awalnya ia berniat untuk memanfaatkan Glen pada kesempatan ini untuk mengangkat derajatnya, tidak sangka anak ini sangatlah bodoh seperti ini!

Ia sangat kesal dan sembarang mencubit anak tersebut.

"Cepat diam, nangis apaan sih! diam! gak bisa bicara malah nangis! kecuali menangis kamu bisanya apa?!"

Seorang anak kecil yang umurnya baru dua tahun lebih, memangnya bisa apa?

Anak yang di cubit itu pun kesakitan, tangisnya pun tambah menjadi-jadi.

Ia yang sangat menyedihkan lalu membuka mulutnya, sepertinya sedang mengeluarkan suara kesakitan "au!".

Celline yang sedang menahan sakit menaiki anak tangga, ia langsung mendengar suara tangisan yang bertambah besar, sesaat di dalam hatinya terasa seperti sedang terenyah.

Lalu ia mengingat kejadian pada malam itu.

Novel Terkait

Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
3 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
3 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
4 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
4 tahun yang lalu