Antara Dendam Dan Cinta - Bab 13 Berhenti

Malam itu.

Di ruang persalinan ia mempertaruhkan nyawanya, sama seperti sedang berjalan menuju pintu kematian, pada saat itu suara tangisan bayi sesaat langsung membangunkannya.

Ia secepatnya melangkah, mendorong pintu, dan melihat Chaterine sedang mencubit bagian paha anak kecil tersebut.

Pupil matanya mengecil.

Kondisi ini membuat ia terlihat ......

Ia baru saja akan menutup kembali pintunya, akan tetapi Chaterine sudah menoleh kearahnya.

Ia pun tak dapat bersembunyi lagi.

Chaterine pun menaikkan alisnya ke atas.

Celline berjalan menghampiri, "Nyonya Muda, biarkan saya saja yang menggendongnya."

Chaterine menatapnya dalam-dalam.

Ketakutan yang di iringi dengan rasa tenang, ia nampak seperi tidak ada respon apapun atas kejadian barusan.

"Kamu dari tadi pergi kemana saja?"

Celline pelan-pelan menggenggamkan tangannya.

Taman kecil yang ia datangi tadi, di bagian pintu depannya ada CCTV, ia tau Chaterine akan mengecek dan memeriksa semua yang ia katakan terhadapnya.

Chaterine yang melihat ia tak bersuara, tertawa sinis, "jangan bilang kamu melakukan sesuatu yang orang lain tidak tau, kamu sudah seperti orang mati saja, jangan bilang kamu ketiduran!"

"Saya tidak tidur, saya...." Celline menelan ludah, "saya tadi pergi ke taman kecil, saya....."

"Kamu pergi ke taman kecil ngapain?" Chaterine dengan nada kesal, "ngomong!"

Lutut Celline berlutut menghantam lantai.

Chaterine pun dibuatnya terkejut.

"Kenapa kamu malah berlutut?"

Celline menundukkan kepalanya, menyembunyikan pandangan di matanya.

Dia... Bagaimanapun tidak boleh bersujud.

Tiga tahun yang lalu, di hadapan makam Felicia, ia di tendang dan di paksa berlutut di depan batu nisan oleh pria itu selama dua jam, saat itu lutunya telah lemas.

Hal apa yang tidak boleh membuatnya berlutut.

Asalkan ia bisa tetap hidup.

"Kakiku lemas." Suara Celline kecil seakan terdengar seperti suara lalat.

"Chatrine dengan tatapan dingin melihat ke arahnya: "Jangan pikir dengan berlutut seperti ini membuatku tidak akan bertanya apapun dengan mu lagi, ngomong! kamu pergi ke taman kecil ngapain?"

"Saya, saya pergi melihat bunga Sedap Malam."

Chatrine tergegun sejenak, "Sedap Malam?"

Celline menundukkan kepalanya dan berkata: "Dalam beberapa hari terakhir ini saya menjaga dan merawat taman kecil itu, sepertinya bunga Sedap Malam itu mekar di dalam beberapa hari ini,"

"Bunganya sudah mekar belum?"

"Belum."

Chatrine memandangi gadis desa yang sedang gemetar ketakutan sembari berlutut di hadapannya tersebut.

Sudah gemetar ketakutan seperti ini, sepertinya tidak mungkin bisa pura-pura lagi.

"Baiklah, kalau bunga Sedap Malamnya sudah mekar, antarkan satu pot ke kamar saya, saya mau lihat, mulutmu ini tidak lagi berbohong kan!"

Saya, saya baru pertama kali tinggal di rumah sebagus ini, mempunyai kehidupan yang baik seperti ini, "suara Celine semakin rendah, saya, saya tak berani berbohong, Nyonya muda adalah Tuhan saya."

Chatrine yang di sanjung membuat hatinya tenang.

Dia selalu puas dengan pujian dari orang lain, ketika pelayan bersujud di bawah kakinya sambil ketakutan, ia memiliki perasaan puas yang belum pernah ia miliki sebelumnya.

Dia melihati Celline dari atas ke bawah, "bagai mana bisa kamu ngomong, saya.......!"

Ketika pergelangan tangan Chaterine terasa sakit, ia langsung melempar anak itu.

Ketika ia melihat pergelangan tangannya, sudah ada bekas gigitan.

Chatrine sudah tak tertahankan dan menjadi sangat marah, "sudah mau kiamat!, kamu berani menggigit saya?"

Chatrine menjatuhkan Arthur ke karpet lantai, Arthur pun melipat tubuhnya mengarah ke bawah tempat tidur, ia pun hilang dalam sekejap mata.

Celline melihat Chatrine yang memiringkan badannya ke tempat tidur bagian bawah untuk menyeret anak tersebut, dengan cepat ia berkata: "Nyonya muda, Sebaiknya nyonya segera menelfon dokter keluarga untuk melihat luka di tangan anda, kalau tidak lukanya akan meninggalkan bekas."

Kata-katanya tepat sasaran dan masuk ke hati Chatrine.

Ia mengandalkan tubuhnya yang putih mulus bak permata untuk memikat Glen, jikalau benar-benar meninggalkan bekas luka, ia tak bisa membayangkan ketika Glen melihatnya dengan pandangan jijik.

Ia mengarah berjalan keluar, dan berkata kepada Celline: "Tolong kamu seret dia keluar, tunggu saya kembali, saya akan baik-baik mengajari dia!"

Suara sepatunya pelan-pelan menghilang.

Celline menarik nafasnya panjang-panjang lalu menghembuskan keluar.

Lututnya sakit, lengan tangannya juga sakit.

Ia menggosok-gosok lututnya, lalu bangkit berdiri dari karpet lantai, ia memutarkan badan ke arah bawah tempat tidur.

"Tuan muda kecil, keluarlah."

Di bawah kolong tempat tidur ada sepotong bayangan hitam yang di selimuti kegelapan, anak kecil itu melipatkan tubuhnya sangat dalam dan erat, sampai-sampai Celline hanya bisa melihat matanya yang besar itu saja.

Celline tidak pernah membujuk anak kecil.

Bahkan Arthur, hanya berada di sisinya sampai genap satu bulan saja, setelah itu langsung di kirim pergi.

Sekarang ia menghadapi anak yang hampir sama besarnya dengan Arthur, hati Celline seperti ada secercah kelembutan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

"Kalau kamu keluar, saya akan memperlihatkan sebuah permainan sulap gimana? "Celline merogoh kepingan uang koin dari dalam sakunya, meletakkanya di tengah telapak tangannya, kamu lihat, ini koin."

Arthur memutarkan badannya dari bawah tempat tidur dan sedikit menongolkan badannya, pelan-pelan menyeret badannya.

Celline tak dapat menahan senyum dari sudut bibirnya, uang receh yang berada di telapak tanganya, secara misterius bergetar dua kali, dari mulutnya mengucap kata-kata, "sim salabim jadi apa sekarang."

Piak.

Celline menepuk tangannya, menutup matanya sambil komat-kamit, lalu membuka kembali telapak tangannya.

Kedua telapak tangannya tidak ada apa-apa lagi.

Anak kecil tersebut seperti melihat sebuah hal ajaib yang mengherankan, dari bawah tempat tidur ia mengeluarkan kepalanya, mata yang awalnya memang sudah hitam, menjadi lebih besar karena terkejut.

Tangannya yang kecil menggenggam tangan Celline yang kasar, lalu membalikkannya ke atas dan kebawah.

Celline merasa sangat bangga, "tidak ada lagi."

Arthur melihat ke arah Celline, menggelengkan kepalanya, ia merasa harus buru-buru mencarinya sampai dapat.

Celline mengusap-usap kepalanya.

Rambutnya yang sangat lembut, kulitnya yang kenyal, Celline berfikir akankah tangannya yang kasar ini bisa melukai kulitnya......

"Aku akan mengeluarkannya lagi."

Tangan Celline mengudara dan menangkapnya.

"Sim salabim, beri saya sebuah uang koin!"

Tangan Celline menari di udara, sepasang mata Arthur juga berputar mengikuti arah gerak arah tangan Celline.

"Uang koinnya sudah berlari ke bawah bantal tidurmu."

Mendengarnya Arthur langsung membalikkan badan dan naik ke atas tempat tidur, ia mengangkat bantal tidurnya dan mencari-cari, akan tetapi ia tidak menemukannya.

Celline menghampirinya lalu berjongkok di bagian atas tempat tidur.

"Kamu lihat, di sini."

Arthur melihat kepingan uang koin yang bersiniar, seketika mengambil uang koin tersebut lalu menggenggamnya, ia sangat gembira sampai tidak dapat menutup mulutnya.

Ia terlihat sangat menyukai permainan sulap ini, ia meletakkan kembali uang koin tersebut ke telapak tangan Celline, lalu mengeluarkan dua jarinya.

Celline mengerti apa yang ia maksudkan, "kamu mau dua?"

Arthur menganggukkan kepalanya dengan keras.

"Tapi sekarang sudah sangat malam," Celline melihat ke arah jam, "sekarang sudah jam 12 lewat, Malaikat di atas langit sudah tidur, permainan sulapku tidak bisa berfungsi lagi, sudah tidak bisa berubah lagi."

Arthur menekuk kedua sudut bibirnya, ia sedikit kecewa.

Celline membantu Arthur memasangkan kembali selimutnya, "Malaikat juga butuh tidur dan pergi bekerja, besok-besok saya akan memainkan permainan sulap lain lagi, ok?"

Arthur pun mengangguk-anggukan kepala.

Celline pergi membasahi handuk, lalu membantu Arthur mengusap bekas air mata yang berada di wajahnya, setelah Arthur menutup kedua matanya, ia baru akan mematikan lampunya.

Ketika ia bergegas akan beranjak pergi, Arthur menggenggam jari tangannya.

"Baiklah saya tidak akan pergi, saya akan ada di sini untuk menemani mu."

Celline duduk berlutut di karpet, melihati Arthur yang terlelap.

Ia sangatlah mirip dengan Glen.

Di antara lima panca indera, hidungnya lah yang paling mirip.

Ia harusnya muak dengan anak itu, seperti ia muak dengan Glen.

Akan tetapi, tidak sedikitpun ia membenci anak ini.

Sedari tadi ia melihat Chatrine mencubitinya, ia baru melihat memar bekas cubitan yang berada di bagian perutnya.

Tidak tau telah lewat berapa lama, setelah anak itu tidur pulas, Celline barulah beranjak berdiri, mengusap-usap kakinya yang mati rasa, pelan-pelan berjalan meninggalkan kamar itu.

Ketika tangannya baru saja menutup pintu kamar, ia melihat sebuah bayangan dari anak tangga yang sedang berjalan naik ke atas.

Jantung Celline berdegup dengan kencang.

Sekarang sudah hampir jam satu subuh, di lantai dua hanya tersisah tiga orang.

Chatrine, Arthur, dan satu lagi yaitu....... Glen.

Glen habis minum Beer.

Dari jaraknya yang terhitung jauh, Celline pun dapat mencium bau Beer yang lekat di tubuh Glen.

Celline menundukkan kepalanya, ketika ia lewat melalui Glen, ia menganggukan kepalanya dan memanggilnya "Tuan Muda", dan menundukkan kepalanya kembali lalu berjalan mengarah ke depan.

"Berhenti."

Seketika laki-laki tersebut membuka mulutnya.

Novel Terkait

The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu