Predestined - Bab 428 Bibit Rasa Curiga

Adele pun menutup pintunya, lalu segera duduk di hadapan Everett dan bertanya dengan pelan.

"Kakak ipar, apa kau sudah memberi kakak pelajaran?"

"Pelajaran?" Everett mengerutkan keningnya, "Kenapa harus diberi pelajaran?"

"Karena......" Adele terbelalak kaget, dengan panik pun ia berkata, "Hubungan Kakak dan Parker tidak jelas seperti itu, mungkin saja sudah terjadi sesuatu yang tak seharusnya terjadi di antara mereka, apa tak seharusnya diberi pelajaran?"

"Buktinya?"

"Tidak ada bukti, tapi aku tidak bicara sembarangan, kakak ipar adalah orang yang pintar, apa kau sama sekali tidak merasa ada hubungan tak lazim di antara mereka berdua?"

Dengan dingin Everett pun menjawab, "Kau tak bicara sembarangan, tapi mungkin kau sedang berkhayal."

"Kakak ipar tak percaya padaku?"

"Kalau tidak ada buktinya, aku tidak akan percaya."

Adele panik, dengan emosi yang meluap-luap ia pun berkata, "Kakak ipar, kau jangan mempermainkan aku, kalau kau sama sekali tidak percaya, kau tak akan datang!"

Everett mengerutkan keningnya, sorotan matanya mendalam, "Adele Xu, tolong perhatikan sikapmu."

"Maaf, kakak ipar, tak seharusnya aku berteriak-teriak, tapi aku melakukan ini bukan hanya untuk diriku sendiri, aku melakukannya juga untuk kebaikanmu!"

Everett meletakkan gelasnya ke samping, lalu mengambil koran di atas meja dan membukanya dengan pandangan mata yang dingin.

"Kalau tidak ada urusan lain, kau boleh keluar."

"Kakak ipar!" Adele tidak terima, "Kalau kau tidak percaya padaku, kita buat percobaan saja, aku pasti akan membuktikannya padamu!"

Sepasang mata yang tajam itu pun terangkat sedikit ke atas dari balik koran.

Dia tidak berkata apa-apa, ia menunggu apa yang akan diucapkan Adele selanjutnya.

"Aku punya satu ide yang bisa membuktikan apa kakak punya perasaan yang lain terhadap Parker atau tidak!"

"Bagaimana cara kau membuktikannya?"

"Malam ini, setelah Parker tertidur, aku akan mengirimkan sebuah pesan pada kakak melalui handphone Parker, mengajaknya untuk bertemu sendirian. coba kau pikirkan baik-baik, kau sudah datang kemari, dan aku juga ada di samping Parker, tengah malam seperti itu, kalau ia bersedia bertemu dengan Parker, itu artinya hubungan mereka tidak biasa."

Mendengar ucapan Adele, Everett tidak berkata apa-apa, sorotan matanya tampak sangat dingin, ia menatap Adele dengan hati yang hampa.

"Kakak ipar, kau...... kenapa kau memandangiku seperti itu?" tanyanya pelan.

Everett pun tertawa dingin, "Adele, kau benar-benar licik ya."

"Aku......"

Pria itu tampak jelas tidak ingin membaca korannya lagi, ia melemparkannya ke samping, lalu pandangannya mendalam.

Dia yang selama ini selalu tampak tenang bagai laut tak berombak, kini hatinya terasa seperti terhadang badai.

Sebenarnya, perkataan Adele ini juga ada benarnya. Kalau ia benar-benar sama sekali tidak percaya, ia pasti tidak akan datang. Hatinya kini sudah ditanami sebuah bibit rasa curiga yang dalam oleh wanita seperti Adele ini, dan bibit itu sudah mulai bertumbuh.

Entah percaya atau tidak, ia harus membunuh mati bibit itu.

"Baik."

Adele pun bertanya dengan terkejut, "Kakak ipar, kau setuju?"

"Iya. Lakukan saja kalau kau mau melakukannya, sekalian, aku ingin melihat perkiraanmu itu benar atau tidak."

Setelah mendapatkan persetujuan Everett, Adele merasa sangat gembira. ia pun langsung pergi dari sana.

Awalnya ia mengira setelah Everett datang ke Kota N, ia akan memberi Selena pelajaran, tapi tak disangka pria ini sama sekali tidak percaya ataupun curiga.

Tapi begini pun juga tak apa.

Malam ini, dia pasti akan tahu, semua rasa kepercayaan yang ia berikan pada Selena itu benar-benar bodoh dan konyol.

Malam harinya, Selena pulang ke rumah, ia melepaskan jaketnya, lalu membaringkan tubuhnya ke atas sofa.

"Ah...... Hari ini lelah sekali."

Di sampingnya, seorang pria yang terlihat sangat tenang dan santai melihat ke arahnya sambil mengangkat cangkir kopinya.

"Apa yang kau lakukan?"

Selena menggerakkan tubuhnya, lalu meletakkan kepalanya di atas paha sang pria, wajahnya tampak sangat menikmati sekali.

"Hari ini aku pergi ke bank, kantor pos, lalu melihat-lihat pabrik kaca tertua di Kota N, sepertinya pabrik itu punya sejarah lebih dari seratus tahun! Pekerja-pekerja di sana juga mengajarkan kami cara membuat kerajinan tangan lho! Oh ya......"

Tiba-tiba ia pun teringat sesuatu, lalu membuka tasnya, "Aku juga membuat dirimu lho!"

"Diriku?"

"Iya! Lihatlah!"

Kata Selena sambil mengeluarkan hasil kerajinan tangan yang sangat ia banggakan, Everett melihatnya sejenak, ujung bibirnya pun terangkat ke atas.

Bola kaca ini, dirinya?

Botak, mata sipit, hidung pesek, bibir tebal, setengah wajah boneka kaca itu benar-benar aneh......

Everett mengerutkan keningnya, "Apa miripnya denganku?"

"Semuanya mirip, di sini, di sini, juga di sini...... Ah, tolong!"

Everett menahan tubuh Selena, lalu menggelitiki perut Selena sampai-sampai kakinya menendang-nendang ke sana ke mari.

"Ayo katakan lagi kalau berani?"

"Tidak...... Tidak kukatakan lagi, tidak mirip denganmu, cukup kan?"

Ia terus memohon-mohon, dan sampai akhirnya Everett pun berbesar hati dan melepaskannya.

Wajah wanita itu tampak kesal, "Dasar, sama sekali tidak humoris."

Lalu ia pun menyodorkan boneka kaca itu padanya, "Untukmu saja!"

Everett mengangkat tangannya, boneka kaca itu terjatuh dari tangan Selena dan terlempar ke lantai, "Prannggg"

"Ah...... Everett pecah!"

Selena benar-benar sedih melihatnya.

Lalu, sebuah sorotan mata yang tajam bak pisau pun mengarah kemari.

"Bukan Everett! Monster jelek seperti ini mana mungkin Tuan Leng milikku yang sangt tampan, keren dan dingin ini, benarkan?"

Ia mengedip-kedipkan matanya, memberinya sebuah sinyal, namun karena terkesan terlalu terpaksa, ia malah tampak seperti orang bodoh.

Everett memasang wajah dinginnya, namun sebenarnya di dalam hatinya ia sudah hampir tertawa terbahak-bahak.

"Sudah larut malam, istirahatlah."

Sang pria pun menegakkan tubuhnya lalu berjalan menuju kamar.

Malam sudah sangat larut, di atas ranjang hotel yang sangat empuk itu, Selena yang sudah sangat lelah seharian sedang tertidur pulas.

Terangnya cahaya bulan menerobos tirai-tirai kamar dan menyorot tepat ke wajahnya, wajahnya ayng putih, bersih, tenang, dan manis, seperti sebuah boneka.

Jam dinding di kamar itu menunjukkan pukul dua belas malam, sangat hening dan tenang.

Handphone yang diletakkan di samping bantalnya tiba-tiba menyala, sebuah dering nada pesan masuk pun membangunkan Selena dari tidurnya.

Ia mengusap-usap matanya, lalu melihat handphonenya dengan matanya yang masih sedikit tertutup, namun nama sang pengirim pesan itu pun membuatnya semakin tersadar.

Parker Ji?

Dengan bingung ia pun membuka pesan itu.

"Lena, aku menunggumu di kebun belakang hotel, ada hal penting yang ingin kubicarakan, aku akan menunggumu, ingat, datanglah sendirian."

Setelah melihat pesan itu, Selena pun melihat ke arah langit-langit hotel yang gelap itu, mengedip-kedipkan matanya dengan bingung.

Aneh, tengah malam seperti ini, apa yang ingin dikatakan Parker?

Jujur saja, di musim dingin seperti ini, ia sama sekali tidak ingin meninggalkan ranjangnya yang hangat itu, namun Parker mengatakan kalau hal ini sangat "penting", tentu saja ia harus pergi.

Ia turun dari ranjangnya pelan-pelan, lalu mengenakan jaket dan sepatu, lalu melihat sejenak ke arah Everett.

Wajah pria itu tersembunyi dalam kegelapan, nafasnya sangat stabil, sepertinya ia sedang tertidur pulas.

Biarkan dia tidur saja.

Setelah keluar dari pintu kamar hotel, Selena mengeratkan jaketnya, lalu berjalan dengan cepat.

Di dalam kegelapan, sang pria pun membuka matanya melihat ke arah perginya sang wanita itu.

Ia menegakkan tubuhnya, lalu berjalan ke depan jendela, menatap ke arah kebun belakang hotel.

Selena berjalan ke kebun belakang hotel, daun-daun pepohonan di kebun itu penuh dengan embun-embun, di suhu udara yang sangat dingin ini, Selena mendekap erat dirinya sendiri, hembusan nafasnya yang hangat bisa terlihat di malam itu.

Namun, setelah mencari sejenak, ia sama sekali tidak menemukan batang hidung Parker.

"Larut malam seperti ini, apa yang diinginkan Parker?"

Di dinginnya udara malam, Selena menunggu Parker sendirian, Everett yang berada di kamar hotel atas memandanginya tanpa ekspresi sedikitpun.

Sorotan matanya sangat dingin, bibirnya yang tipis itu tertutup rapat, wajahnya sangat datar dan tidak bisa ditebak isi hatinya.

Ia ingin tahu, wanita itu akan menunggu sampai kapan.

Tak lama, Selena pun tak tahan lagi, kalau ia terus menunggu di sana, mungkin ia akan berubah menjadi boneka salju.

Ia membalikkan badannya dan meninggalkan kebun itu, lalu masuk ke dalam hotel.

Ia ingin bertanya pada Parker langsung, ia bahkan sedikit curiga, apa jangan-jangan Parker langsung tertidur setelah mengirimkan pesan ini.

"Hatchii!"

Selena pun bersin, air ingus keluar dari hidungnya, ia benar-benar merasa sangat kesal.

"Parker Ji...... Kau ini benar-benar menyusahkan, kalau sampai aku pilek, kau harus bertanggung jawab."

Ia berjalan sambil berbisik-bisik, dan tiba-tiba ia pun bertemu dengan anggota tim ekspedisi lainnya.

"CEO Xu?" sapa pria itu padanya.

"CEO Zhang?" Selena juga sangat terkejut, matanya pun melihat ke arah kantong kresek yang berada di tangannya, "Apa kau baru pulang dari luar?"

"Iya, aku keluar pergi beli beberapa barang, kenapa kau belum tidur?"

Selena pun bertanya dengan penuh rasa penasara, "Aku mendapat pesan dari Parker, katanya ada hal penting yang ingin ia bicarakan."

Novel Terkait

Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
3 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
3 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
3 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
3 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
4 tahun yang lalu