Cinta Di Balik Awan - Bab 437: Bab Tambahan: Bulan Madu Yang Manis (1)

Pada akhirnya tetap gagal melawan keteguhan Dion, aku menyetujui usulannya, menitipkan putra dan putriku pada kakak kedua, kemudian ikut dia pergi menikmati waktu berduaan kami.

Musim semi di bulan maret, burung terbang di langit dan rumput sedang tingginya, bunga-bunga indah bermekaran, di mana-mana tersebar aroma musim semi.

Pagi-pagi, Dion langsung membawaku berangkat, mobil tidak melaju ke arah bandara, aku bertanya dengan ragu: “Ini mau pergi ke mana?”

“Liburan.”

“Tapi ini bukan jalan menuju bandara?”

“Setelah tiba juga tahu.”

Dion main misterius lagi, aku berusaha kerja sama dengannya, mobil berhenti setelah melaju selama dua puluh menit, turun dari mobil, aku menatap lautan tak bertepi di hadapanku, serta kapal pesiar besar, tanpa mengatakan apa pun langsung melarikan diri.

“Ah, untuk apa kamu lari?”

Dion menghentikanku.

Aku membalikan kepala dengan wajah berat memberi tahu Dion: “Aku tidak mau naik kapal pesiar, mati pun tidak mau.”

Sejak tahun lalu Dion mengalami bencana di laut, begitu aku melihat laut langsung ingin mati, begitu melihat kapal pesiar langsung merasa hidup bagaikan mati, sekarang dia bahkan ingin menyuruhku naik, aku rasa Dion mengatur liburan ini bukan unttuk membuat suasana hatiku lebih bahagia, melainkan khusus untuk membuatku merasa sedih.

“Jangan takut, kamu lihat lebih teliti lagi apakah ada kesan dengan kapal pesiar ini?”

Dion memeluk tubuhku, menunjuk ke kapal pesiar mewah yang agak familiar di kejauhan sana.

Aku melihat dan melihat, tiba-tiba membelalakkan mata, mengangkat dagu dan berkata: “ Dewa Laut ?”

Dion mengangguk: “Iya, Dewa Laut , dewa perjodohan kita.”

Hatiku tiba-tiba melembut, mengingat malam badai sepuluh tahun yang lalu, berada di atas kapal ini, aku dan dia pertama kalinya bertemu, kemudian selang dua tahun berkesempatan saling mengenal, hingga akhirnya saling mencintai, tiba-tiba merasa tidak terlalu menakutkan lagi, sebaliknya, muncul rasa intim yang tidak bisa dijelaskan.

Dia menangkap perubahan rumit yang ada di mataku, memegang tanganku sambil berkata: “Ayo jalan, biar kita berjalan sekali lagi di jalan yang pernah kita lalui.”

Aku dibawa naik ke kapal oleh Dion, tiba di kapal baru menemukan tidak ada penumpang lain, merasa heran dan bertanya: “Kenapa hanya ada kita berdua?”

“Aku sudah memesan seluruh kapal ini, jadi malam ini kamu adalah pemeran wanita satu-satunya.”

Setelah keterkejutan sesaat, aku tersenyum menegurnya: “Kamu menghamburkan uang lagi.”

Dion maju ke depan menggendongku, kemudian terus gendong, terus gendong, gendong sampai depan pintu suite kapal pesiar mewah baru berhenti, pelayan membukakan pintu, Dion menggendongku masuk ke dalam, aku terkejut lagi menemukan kamar ini ternyata adalah kamar yang aku tempati pada waktu itu.

Suasana hatiku bercampur aduk duduk di samping ranjang, Dion menuangkan segelas anggur merah untukku, bertanya dengan santai: “Bagaimana suasana hatimu sekarang?”

“Takut.” Aku menjawab sambil gemetaran.

Dion tertegun, segera menjongkok: “Apa yang ditakutkan?”

“Takut ada pembunuh lagi.”

Dion terkekeh, menggunakan tangan menjitak kepalaku: “Kamu anggap diriku begitu dilahirkan sudah dikejar orang untuk dibunuh, dan masih tidak ada habisnya.”

“Kalau tidak? Aku ingat dengan jelas, pertama kali bertemu denganmu, ada orang yang mengejar untuk membunuhmu, kemudian kedua kali bertemu denganmu, kamu tetap dikejar orang untuk dibunuh, ketiga kali……”

“Sudah tidak ada yang ketiga kali bukan?”

Kata-kata Dion baru terlontarkan, pintu kamar yang sudah ditutup tiba-tiba ditendang hingga terbuka, dalam sekejap ada tujuh atau delapan pria yang berkacamata hitam menerobos masuk, saat itu juga aku tertegun, satu-satunya yang dipikirkan dalam hati adalah, hidup tidak mungkin berlebihan seperti ini bukan??

Dion membalikkan kepala melirik, tidak panik bertanya padaku: “Bagaimana? Mulut itu mulai tepat sekali, aku dijadikan target lagi menurutmu harus bagaimana?”

Aku merenung sejenak, memperhatikan beberapa pria itu, menundukkan kepala bertanya padanya: “Kalian satu komplotan bukan?”

Dion segera berdiri: “Bercanda apaan, apakah aku terlihat seperti orang yang satu komplotan dengan mereka?”

“Iya, bercanda apaan? Sedikit pun tidak lucu, cepat suruh mereka keluar.”

Aku sudah memastikan orang-orang ini pasti diutus oleh Dion, kapal pesiar ini disewa penuh oleh dia, baru mulai berlayar kurang satu kilometer dari pantai, bagaimana mungkin bisa muncul pembunuh, walaupun hidup begitu berlebihan, juga tidak mungkin berlebihan hingga tahap ini……

“Kalian keluar saja.”

Dion membalikkan kepala dan memerintahkan, sekelompok orang itu tidak bergerak sedikit pun, Dion bertanya lagi padaku: “Bagaimana? Mereka tidak mendengarkan perintahku?”

“Sebenarnya apa yang ingin kamu lakukan?”

Aku melototinya, pura-pura akan marah.

Dion berpikir-pikir, menepuk paha mengatakan: “Oh, aku sudah tahu, mereka pasti ingin kita berbaring di ranjang, kemudian baru mau keluar……”

Aku masih belum meresponnya, langsung digendong oleh Dion, aku berseru, rasanya malu sekali ingin mencari sebuah lubang untuk bersembunyi di sana, Dion bahkan melakukan tindakan yang begitu mesra di hadapan tujuh atau delapan pria, aku benar-benar kehabisan kata-kata.

Dion meletakkan aku di atas ranjang, aku baru saja ingin memberontak, Dion berkata: “Jangan bergerak, jika bergerak lagi aku akan membuka pakaianmu.”

“Apakah kamu memiliki gangguan delusi?”

Aku tidak bersikap baik bertanya padanya, berpikir dia masih merindukan adegan sepuluh tahun yang lalu, jadi baru membuat pertunjukan ini, tidak menyangka Dion malah menggeleng: “Tidak, tidak, tidak.”

“Lalu kamu sebenarnya…….”

“Sssstttt.” Dion membuat isyarat diam.

Aku ditekan oleh Dion duduk di ranjang dalam keadaan linglung, saat ini, suara indah biola dari jauh terdengar mendekat ke kamar, tujuh atau delapan pria itu melepaskan kacamata hitam, sama seperti sulap, masing-masing mengeluarkan satu tangkai mawar merah menyala dari dada mereka, satu demi satu menyerah bunga mawar ke tanganku.

Ada kertas catatan kecil yang ditempatkan di tengah kelopak bunga mawar, setiap lembar kertas memiliki warna yag berbeda, aku merasa terkejut menatap Dion, menggunakan ekspresi mata menyatakan aku sangat tidak mengerti.

“Buka dan lihatlah.”

Dion menyemangatiku, untuk itu aku membuka lembar pertama, di dalam tertulis kata-kata cinta yang sederhana: Mawar pertama mewakili, kamu adalah satu-satunya cintaku.

Mawar kedua: memiliki cinta khusus padamu.

Mawar ketiga: ini adalah cinta tanpa penyesalan.

Mawar keempat: dalam duniaku hanya ada kamu.

Mawar kelima: selamanya mencintaimu dan perasaan ini tidak akan pernah berubah.

Mawar keenam: setiap saat mencintaimu di kehidupan ini, kehidupan akan datang dan selamanya.

Mawar ketujuh: memegang erat tanganmu dan pelan-pelan menjadi tua bersamamu.

Tujuh tangkai mawar tujuh macam pengakuan, tapi tujuh macam niat yang sama, hatiku terasa hangat, mulut malah memojokkannya: “Sungguh kuno sekali.”

Wajah Dion penuh ekspresi tak terduga: “Begitu romantis kamu bahkan mengatakan kuno? Apakah kamu seorang wanita?”

Suara musik perlahan menjauh, pria yang memberikan mawar juga ikut pergi, di kamar hanya tersisa kami berdua, aku mengatupkan bibir tersenyum tipis: “Aku wanita atau bukan, apakah mau membuktikannya?”

Dalam sekejap wajah Dion bersinar cemerlang, mengangguk dengan polos: “Mau…..”

Aku mengait lehernya, menghembuskan nafas wangi dan menempel di samping telinganya berkata: “Jika mau maka keluar dulu, tunggu aku bersiap-siap dulu, kamu baru masuk.”

“Masih melakukan persiapan apa? Membuktikan langsung di tempat adalah yang terbaik……”

Dion sudah sangat tidak sabar lagi, sudah tahan selama setengah tahun lebih, sangat berharap setiap malam ini bisa terjerat bersamaku, pria berusia tiga puluh lebih kebetulan adalah usia yang sengit dan bersemangat, keinginan seperti lubang tak berdasar, memberi sebanyak apa pun padanya juga tidak akan bilang terlalu banyak.

Tentu saja aku tahu tujuan sebenarnya dia mengajak berbulan madu, ingin melahirkan seorang anak atau apa itu tidaklah mungkin, hanya ingin terlepas dari dua pengganggu kecil untuk sementara waktu, melewati waktu berduaan yang benar-benar tidak diganggu orang.

Novel Terkait

Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu