Cinta Di Balik Awan - Bab 436: Bab Tambahan: Cinta Antara Dion Dan Kelly (2)

Bab 436: Bab Tambahan: Cinta Antara Dion Dan Kelly (2)

Aku yang saat ini, bahkan memiliki pikiran nakal, jika memotret dia yang sedang sibuk di dapur sambil menggunakan celemek dan fotonya dikirim ke studio majalah, tidak tahu akan ada berapa banyak orang yang akan tercengang dan tidak bisa menahan diri untuk diam-diam tertawa, aku merasa diri sendiri sangat jahat.

“Mama, pagi.”

Wanwan sudah bangun, sambil merenggangkan pinggangnya berjalan ke hadapanku, lalu mencium wajahku.

“Apakah papa masih belum bangun?”

“Sudah bangun, sedang membuat sarapan di dapur.”

“Ah, papa membuat sarapan?” Wanwan terkejut hingga mulutnya ternganga, ekspresi wajahnya sama sekali tidak bisa mempercayai hal ini, sebenarnya bukan hanya dia, mungkin semua orang di dunia ini tidak akan percaya bahwa tuan muda Stenheim yang selalu bertindak cepat dan keras dalam berbisnis, ternyata di rumah malah menjadi pembantu……

“Eng, benar, pergi lihat dia sudah selesai masak belum?”

Kata-kataku baru selesai terlontarkan, Dion langsung keluar dari dapur, tangan memegang piring makan, tersenyum sambil menyapa: “Dua nona yang imut, sarapan sudah siap, ayo cepat kemari, makan selagi masih panas.”

Wanwan yang lebih dulu berlari ke samping meja makan, menjulurkan kepala melihat, langsung berseru: “Astaga, apakah ini bisa dimakan?”

Aku bergegas jalan ke sana, melihat makanan yang ada di atas meja, mendongak sambil menghela nafas, memang benar, tidak boleh menaruh harapan yang terlalu besar pada pria ini, mungkin akan aneh kalau tidak tidak sampai dikecewakan.

Hidangan itu memang cukup beragam, telur goreng, panekuk goreng, susu, sandwich, daging asap, penampilannya hanya bisa dijelaskan dengan sepatah kata, terlalu mengerikan untuk dilihat.

Telur goreng warna hitam, panekuk gosong, daging asap juga gosong, daging yang ada di tengah sandwich sekali lihat sudah tahu kalau masih mentah, hanya lihat saja sudah membuat orang merasa tidak ada nafsu makan, jangan berharap makanan yang masuk ke dalam mulut akan ada rasa enak.

“Pertama kali masak, Wanwan harap maklum ya, anggap menghargai papa boleh tidak?”

Dion penuh harapan menatap putrinya.

Wanwan melihat ke arahku, sedang minta pendapatku, aku menarik kursi dan duduk, bersikap lapang dada mengatakan: “Meskipun terlihat tidak bagus, tapi papamu sudah sibuk sepanjang pagi baru berhasil membuatnya, mari kita hargai hasil jerih payahnya.”

Mendengar aku berkata seperti itu, putriku ikut duduk, menatap makan di meja sambil mengerutkan kening, tidak tahu harus mulai makan dari mana, lebih tepatnya tidak tahu yang mana baru bisa dimakan.

Dion melihat kebimbangan putrinya, penuh perhatian mengambilkan sepotong daging asap untuknya: “Makan ini saja, ini termasuk hasil yang paling bagus.”

Wanwan gigitnya, pelan-pelan dikunyah, Dion menatap ekspresinya, bertanya dengan tidak sabar: “Bagaimana? Apakah rasanya enak?”

“Apakah harus berkata jujur?”

“Tentu saja harus jujur, anak kecil tidak boleh berbohong.”

“Sama seperti memakan kayu bakar.”

……

Dion sudah terpukul, dia menundukkan kepala, mengambil sepiring daging asap itu ke hadapannya: “Aku makan yang ini saja, kalian makan yang lain.”

Wanwan mengambil sepotong sandwich, ragu-ragu sejenak, penuh penderitaan menggigitnya, meskipun sangat sulit dimakan, tapi demi menjaga harga diri papa, hanya bisa memaksakan diri menelannya ke dalam perut, sepotong sandwich hanya makan setengah, akhirnya Wanwan tidak bisa bertahan lagi, membalikan kepala melihatku, bertanya dengan serius: “Mama aku ingin tahu, apakah kelak papa yang akan menyiapkan sarapan pagi?”

Aku mengangguk: “Iya.”

“Kalau begitu lebih baik aku kabur dari rumah saja…….”

Dion terkejut mengangkat matanya: “Wanwan, kamu tidak boleh memojokkan papa seperti ini.”

“Aku juga tidak ingin memojokkanmu, tapi tidak boleh demi harga dirimu yang menyedihkan itu, menganiaya perutku.”

“Dari mana harga diriku menyedihkan?”

“Apakah kamu masih tidak cukup menyedihkan? Apa yang mama suruh kamu tidak akan pernah berani menentangnya, bagaimana seorang pria bisa menjalani kehidupan hingga begitu tak berguna?”

….….Dion hampir muntah darah.

“Ini bukan tidak berguna, ini adalah cara papa mencintai mama, sekarang kamu masih kecil tidak mengerti, tunggu kelak setelah dewasa akan mengerti.”

“Kamu jangan mencari alasan lagi, bibi kedua mengatakan kamu adalah kriteria suami penurut istri, kamu lihat kakekku, di rumah seperti seekor harimau, nenek tidak pernah berani berteriak padanya.”

“Itu ketika kakekmu sedang marah, ketika papa marah juga seperti seekor harimau, tidak percaya kamu tanya……”

Dion melihat ke arahku, aku mengangkat alis: “Wah, saat kamu marah seperti harimau ya? Kalau begitu aku mirip apa?”

“….…kamu seperti Pemburu yang memukul harimau.” Dion menatapku lama, baru melontarkan satu kalimat yang begitu tidak rela.

Aku mengangguk puas, tersenyum sambil berdiri: “Sudah siang, antar Wanwan ke sekolah, ingat belikan sarapan buat anak.”

Wanwan merasa senang dan memelukku: “Mama sungguh baik, memang benar anak yang memiliki mama seperti harta berharga.”

Dion mengendarai mobil membawa Wanwan turun gunung, aku mengikat celemekku, membersihkan dapur yang berantakan hingga bersih sekali, meskipun dengan perut besar terlihat sangat melelahkan, sebenarnya sedikit pun tidak lelah, bagi aku yang sudah pernah melahirkan seorang anak, jangankan bersih-bersih rumah, untuk cuci baju dan masak juga merupakan hal kecil.

Selesai bersih-bersih, aku mengambil sebuah buku karya Daphne Du Maurier yang berjudul (Butterfly Dream) pergi ke taman di luar, matahari pagi dengan lembut menyinari wajah, nyaman sekali, di udara tersebar aroma lembut bunga kacapiring, hari yang sangat indah.

Baru saja baca satu bab buku, langsung mendengar suara klakson mobil dari luar, aku penuh keraguan menutup buku dan berjalan keluar, ternyata di luar menemukan Dion kembali lagi.

“Apakah ada sesuatu yang ketinggalan?” Aku maju ke depan sambil bertanya.

Dion menggeleng: “Tidak ada.”

“Lalu untuk apa kamu kembali lagi?”

Dion membungkuk dan mengambil kantong plastik dari dalam mobil, disodorkan ke hadapanku: “Saat beli sarapan buat Wanwan sekalian beli satu porsi untukmu, semua adalah makanan kesukaanmu, bawa masuk dan makan.”

Wajahku sangat tegas menatap kantong makanan itu sambil berkata: “Jangan berharap bisa menyogok aku, aku tidak akan berubah pikiran!

“Berpikir membeli satu porsi sarapan pagi untukku, perjanjian tiga poin sudah bisa dibatalkan? Mimpi…..”

“Tenang saja, besok pagi aku tetap akan bangun untuk membuat sarapan pagi, kamu bisa tenang menikmati diperlakukan sebagai ratu, tunggu aku melayanimu dengan nyaman.”

Ratu……

Tiba-tiba teringat kata-kata iklan suatu produk, wanita adalah tuan putri selama sehari, ratu selama sepuluh bulan, aku segera bertanya: “Apakah ratu ini ada batas waktu?”

“Tidak ada, sehari kamu adalah ratuku, maka seumur hidup kamu tetap adalah ratuku.”

Aku merasa senang mengulurkan tangan memeluk lehernya, lalu mencium pipinya, sudah mendapatkan keuntungan masih bersikap tidak bersalah, mengatakan: “Di kehidupan sebelumnya aku sudah menanam berapa banyak berkah, baru bisa menemukan suami sebaik ini?!”

Dion tidak bersikap baik mengomel “bukan berkah yang kamu tanam, melainkan kehidupan sebelumnya aku berbuat terlalu banyak dosa……”

Berpikir aku tidak mendengarnya, sebenarnya aku mendengarnya dengan sangat jelas, sengaja bertanya dengan jahat: “Apa? Apa yang kamu katakan?”

“Tidak apa-apa, aku pergi ke perusahaan dulu.”

Dion mencium keningku, bergegas masuk ke dalam mobil, menatap mobilnya yang perlahan melaju pergi, aku berpesan dengan suara keras: “Suamiku, nanti malam pulang lebih awal ya, tunggu kamu masakan makanan……”

Satu suara menderu, mobilnya berlari keluar dari pandanganku, sekejap mata, langsung menghilang tanpa jejak.

Putra dilahirkan dengan lancar, setelah Dion mengalami kebahagiaan diawal, perlahan merasakan kehidupan yang bagai neraka mulai datang.

“Suamiku, cepat pergi buatkan susu, bayi sudah lapar.”

Aku memerintahkan Dion yang baru saja keluar dari toilet sehabis mandi, Dion tidak mengatakan apa pun, mengambil botol susu langsung turun ke lantai bawah.

Sekali pergi sepuluh menit masih belum naik, bayi terus menangis karena kelaparan, aku marah sekali, mengendong anak langsung berjalan ke depan tangga, berteriak: “Dion, apakah kamu pergi ke Amerika Serikat untuk buat susu?”

“Sudah, sudah!”

Dion bergegas lari ke arahku sambil membawa susu yang sudah diseduhnya, cepat-cepat menjelaskan: “Karena tidak tahu bagaimana cara mengatur proporsi air, jadi terus menelepon istri temanku untuk menanyakannya.”

Aku melototinya dengan galak: “Tidak bertanya pada istri sendiri malah bertanya pada istri orang lain? apa maksudmu? Hmm? Hmm?”

“Jika aku bertanya padamu, kamu pasti akan mengatakan--” Dion meniru suaraku: “Bahkan susu saja tidak bisa buat, coba kamu katakan apa yang bisa kamu lakukan? Kepala babi!”

“Apakah aku pernah memarahimu kepala babi?” Aku tidak bersikap baik bertanya padanya.

“Kamu pikirkan baik-baik apakah pernah memarahiku….”

Dion mengambil anak dalam pelukanku, masuk duluan ke kamar tidur.

Aku berpikir secara teliti, segera mengejar ke dalam: “Ah, bukahkan kemarin malam aku hanya memarahimu sekali saja? Apakah perlu ingat hingga begitu jelas?”

“Benar hanya sekali saja?”

Aku berpikir-pikir lagi, tidak terlalu percaya diri: “Sepertinya dua kali……”

“Yakin dua kali?”

Aku marah: “Kalau begitu kamu katakan berapa kali?”

“Segini.” Dion menunjukkan sembilan jarinya.

Aku tidak bersikap baik mendengus: “Walaupun aku memarahimu kepala babi memangnya kenapa? Aku adalah istrimu, sudah seharusnya aku memarahimu, apakah kamu perlu mengingatnya hingga sedetail itu? Perhitungan!”

Dion menggeleng kepalanya dengan polos: “Bukan aku yang perhitungan, tapi kata-katamu selalu aku simpan di hati, walaupun kata-kata untuk memarahiku, aku juga tidak berani melupakannya, coba kamu katakan apalagi yang membuatmu tidak puas……”

Selesai bicara, lalu mengela nafas dalam-dalam.

Anak menangis hebat, aku juga malas bertengkar dengannya, merebut botol susu yang ada di tangannya, di letakkan di samping wajah untuk mencoba suhunya, begitu dicoba hasilnya kelopak mataku langsung berkedut karena kepanasan, dalam sekejap aku langsung marah, “Apakah kamu papa tiri? Susu dibuat hingga begitu panas, apakah kamu ingin melukai mulut anak kita?”

Novel Terkait

Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
3 tahun yang lalu
Cinta Dan Rahasia

Cinta Dan Rahasia

Jesslyn
Kesayangan
5 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
3 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu