Cinta Di Balik Awan - Bab 276 Yang Paling Kejam Bukanlah Kegagalan

Sudah setengah bulan berlalu, belum ada kabar soal Tan, ketika memikirkan Tan kedua mata tulus Kelly diliputi air mata kesedihan. Hati Kelly seperti diiris pisau, saat hari libur festival seperti ini dia merindukan keluarganya, pada Festival Musim Semi yang bahagia ini, Kelly duduk sendirian di sebuah sudut, melihat bulan yang bersinar cerah di langit, dan memikirkan ibunya yang jauh di sana....

Kelly mengutuk dirinya sendiri, malam itu Kelly jelas-jelas merasakan keanehan Tan, tapi Kelly tidak terlalu menaruh perhatian. Kalau saja Kelly lebih memperhatikan Tan, bukankah Tan tidak akan pergi? Ketidakberdayaan macam apa ini hingga membuatnya pergi tanpa mengatakan apapun?

“Jangan khawatir, jika ada berita, kamu adalah orang pertama yang kuberitahu.”

Dion mengulurkan tangan untuk meraih dahi Kelly yang berkerut, Dion memeluk Kelly dan menenangkannya dengan suara lembut.

Tengah malam, turun salju lebat, matahari masih bersinar terang pada siang hari, tapi tiba-tiba berubah saat malam menjelang.

Giselle duduk sendirian di ruang sewaan sambil menonton televisi, dia akan pergi dari sini setelah satu tahun, jadi meskipun langit di Zurich sering berubah seperti hati manusia, bukan masalah untuk Giselle.

Dua hari ini Giselle selalu tinggal di rumah dan membeli segunung snack untuk dimakan, membuatnya berubah menjadi anti-sosial.

Ponsel di atas meja berbunyi, ternyata Kelly yang menelepon, Giselle menekan tombol untuk menjawab : “Halo?”

“Giselle, besok datang ke Taman Bunga Wisteria ya? Aku menyuruh Dion menjemputmu.”

“Tidak perlu, aku tidak ingin jadi obat nyamuk.”

Kelly mengundang Giselle untuk datang beberapa kali sebelum tahun baru, tapi Giselle selalu menolak. Meski seseorang berada dalam kesendirian, namun kesendirian bukanlah hal yang memalukan, tidak senang atas kebahagiaan orang lain itu baru memalukan.

“Ayolah, hanya makan bersama.”

“Tidak perlu, aku sedang diet dua hari ini, tidak boleh bersentuhan dengan makan, jadi terima kasih atas niat baikmu.”

Kelly mendesah : “Baiklah kalau begitu.”

Kelly bisa paham perasaan Giselle, jadi Kelly tidak segan, meskipun agak sakit hati juga.

Setelah menutup telepon, Giselle melemparkan ponselnya ke samping, dia bangun dan memunguti sampah di sebelah sofa, kemudian keluar dan membuangnya.

Melangkah di atas lapisan salju tipis, Giselle berjalan menuju tong sampah, dinginnya tidak biasa, sangat membekukan. Giselle menggeliatkan lehernya, membuang sampah, kemudian langsung kembali. Kedua tangan Giselle dimasukkan dalam-dalam ke dalam saku, ia melihat siluet tubuhnya dibiaskan lampu-lampu jalan, ada semacam perasaan sedih yang tak terucap.

Giselle terus berjalan sampai kemudian merasakan sesuatu yang aneh, kelihatannya ada orang yang mengikutinya, tapi ketika ia menengok, Giselle tidak menemukan apapun.

Giselle berdiri diam sebentar, kemudian melangkah lagi, mungkin hanya perasaannya saja, siapa pula yang akan mengikuti manusia depresi pada cuaca begini.

Setelah masuk dan mengunci pintu, Giselle memikirkan apakah ia harus mandi atau tidur. Tok tok… Giselle mendengar dengan jelas dua ketukan pintu, hatinya was-was, ia cepat-cepat berjalan untuk membuka pintu.

Tidak ada orang di luar pintu, tetapi ada kotak makanan di atas lantai.

Kelly berjongkok dan membuka tutup kotaknya, di dalamnya ada makanan yang masih hangat, sangat beragam dan harum, hanya sekali lihat dan mata Giselle langsung buram.

Hampir mustahil untuk menebak siapa yang meletakkan benda ini di sini. Giselle melangkah keluar, berdiri di atas salju dan berteriak : “Maxim, keluarlah kalau berani!”

Sunyi, seperti tidak pernah ada yang datang, seperti ketika Santa Klaus mengirimkan hadiah, diam-diam dan tanpa meninggalkan jejak.

Giselle berdiri di bawah lampu jalan dan membiarkan butiran salju jatuh ke badannya. Ia terisak pelan, uap putih keluar melalui mulutnya, air mata berlinang dari kedua matanya.

“Maxim, aku tahu kamu di sekitar sini! Aku tidak akan pergi sampai kamu keluar!”

Setiap wanita memiliki sisi keras kepala, dan sisi keras kepala Giselle tidak bisa dikalahkan oleh siapapun, ia berdiri hampir selama 15 menit, sosok yang berdiri di di tengah kegelapan tidak bisa menahannya lagi, ia memeluk Giselle erat-erat dari belakang.

Membaui aroma yang familiar, air mata Giselle berjatuhan seperti mutiara dari benang yang putus, ia melepaskan diri sekuat tenaga, memutar badan, menatap orang yang selalu berada dalam hatinya, kemudian bertanya dengan marah: “Apa maksudnya? Bukankah semua ini telah berakhir? Mengapa kamu mengirimiku makanan?”

Maxim terdiam, matanya cekung, dan dia terlihat kuyu.

“Kamu pikir jika aku tidak keluar untuk makan, kemudian kamu mengirimiku makanan, maka aku bisa makan? Jika aku bahkan tidak bisa memakan makanan dari luar, aku juga lebih tidak bisa makan pemberianmu! Jadi tolong kamu tidak usah khawatir.”

Setelah Giselle selesai bicara, Giselle langsung berlari, tapi Maxim menarik tangannya : “Jangan memperlakukan dirimu seperti ini, meskipun kita tidak ada hubungan, aku berharap kamu mempunyai hidup yang baik.”

Oh, benar-benar konyol. Tidak peduli apapun itu, bukankah hidup Giselle adalah urusannya sendiri?

“Terima kasih sudah mengingatkan, terima kasih sekali!”

Melepas genggaman Maxim dengan penuh kebencian, Giselle tidak akan berjalan kembali padanya.

“Jika kebersamaan kita bisa membuatmu seperti yang dulu lagi, maka ayo kita bersama kembali!”

Maxim berteriak dari balik punggung Giselle.

Giselle berhenti tiba-tiba dan berbalik setelah beberapa saat, ia tersenyum sarkastik : “Mengapa kamu bawa-bawa kata “kalau”? Apa kamu tidak berpikir bahwa dengan menambah dua kata itu seperti memberiku simpati dan rasa kasihan?”

“Aku rasa aku jatuh cinta padamu, tapi aku belum melihat perasaanku dengan jelas, jadi aku tidak tahu bagaimana harus mengekspresikannya…”

Maxim berjalan sampai ke hadapan Giselle, ia memegang kedua pundaknya dan meminta maaf.

Giselle perlahan mundur, ia meninggalkan kalimat : “Kalau begitu tunggu sampai kamu melihat dengan jelas perasaanmu baru datanglah lagi.” Giselle menghilang di balik jalan yang gelap.

Padahal sudah sampai sejauh ini, Maxim belum juga merasa jelas akan perasaannya sendiri, Giselle merasa sangat sedih.

Dalam waktu singkat, setengah bulan berlalu lagi, tapi masih belum ada kabar soal Tan, pekerjaan Dion sepertinya semakin banyak sejak Festival Musim Semi, setiap hari Kelly melihatnya pergi pagi pulang malam, Kelly tidak tahan untuk tidak menanyakan soal Tan.

Pada suatu malam, Dion kembali ke Taman Bunga Wisteria pada pukul sepuluh lebih, ketika kembali ia tidak langsung istirahat, malah pergi ke ruang kerja untuk melanjutkan pekerjaannya. Melihat Dion begitu sibuk, Kelly turun ke lantai satu dan membuatkannya semangkok bubur. Kemudian Kelly naik lagi, sesampainya di pintu ruang kerja, ia baru akan mengetuk pintunya ketika ia mendengar suara Dion dari dalam.

“Dimana kamu menemukannya?”

Suara Dion terdengar serius, tangan Kelly yang awalnya terangkat di udara sekarang pelan-pelan turun.

“Bagaimana situasinya sekarang?”

“Baik, aku akan segera ke sana.”

……

Novel Terkait

Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu
PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
5 tahun yang lalu