Cinta Di Balik Awan - Bab 431 Menyaksikan Pertunjukkan Asyik

Di ruang konferensi, selain tiga saudara perempuan dari Keluarga Stenheim yang bersikap asyik dalam menonton pertunjukan, semua orang terperangkap dalam diskusi yang panas. Salah satu pemegang saham bertanya dengan frustrasi: “Tindakanmu ini amat tidak bertanggung jawab. Sekarang siapa lagi yang mampu memikul tanggung jawab Grup Stenheim selain kamu?

“Pemilik asli Grup Stenheim adalah Dion, tanggung jawab ini tentu akan dipikul olehnya.”

“Apakah kamu bergurau? Dion telah menghilang, kabarnya bahkan tidak diketahui. Bagaimana dia bisa memikul tanggung jawab ini?”

“Tidak ada orang yang akan menghilang tanpa alasan, sekarang sudah saatnya untuk mengembalikan segalanya seperti semula.”

Begitu kata-katanya keluar dari mulut, pintu ruang konferensi didorong terbuka. Pemandangan yang mengejutkan semua orang telah muncul. Orang yang dikira sudah meninggal tiba-tiba muncul dalam keadaan hidup dengan aura yang dingin dan kuat seperti biasanya. Pandangan orang itu menyapu kerumunan, semuanya menundukkan kepala dengan gelisah. Tatapan itu jauh lebih tajam dibanding dulu.

Dibandingkan dengan keterkejutan para pemegang saham, Stanley tentu merupakan orang yang paling ekspresif dari semua orang. Wajahnya sontak berubah menjadi kebiruan begitu pintu didorong terbuka. Dia sekilas melihat putranya, tampaknya dia telah mengerti semuanya dalam waktu sekejap. Hatinya dipenuhi kemarahan dan kekecewaan besar. Dia membatu seperti patung yang berdiri di tempat, kehilangan akal dan kesadaran.

“Tampaknya selama aku tidak di sini, semua orang telah menemukan pendukung yang baik. Bagus sekali, aku awalnya mengenang kalian sebagai orang-orang yang terlibat dalam pendirian perusahaan sehingga tidak tega bertindak kejam terhadap kalian, sekarang pilihan kalian akhirnya membuatku tidak perlu berpikir terlalu banyak.”

Dion mengenakan jas formal hitam, berdiri di tengah-tengah ruang konferensi dengan sikap yang kuat dan meraja. Di belakangnya diikuti oleh Maxim yang juga mengenakan setelan formal dan beberapa pengawal. Setelah penghinaan dan penderitaan sebulan, dia akhirnya muncul kembali. Dia memegang peluang besar untuk menang.

Senyuman percaya diri mengandung sindiran, tatapan acuh tak acuh setajam pisau, dia menyatakan dengan suara lantang: “Periode paling bergejolak telah berlalu, mulai besok, Grup Stenheim akan mengalami perubahan besar, aku tidak akan menaruh sedikit pun belas kasihan terhadap orang yang tidak setia dan tidak loyal terhadap Keluarga Stenheim.”

Seusai berbicara, Dion mengulurkan tangannya ke belakang, Maxim segera menyerahkan dokumen kepadanya. Lalu, dia berjalan ke Stanley dan berbisik di telinganya: “Sepuluh tahun yang lalu, kamu ingin membunuh adik sendiri, tetapi malah dilakukan lebih awal oleh orang lain. Sepuluh tahun kemudian, setelah membunuh abang sendiri, kamu langsung mengambinghitamkan keponakanmu. Keponakanmu tidak mati, kamu pun membunuh seorang pasien penderita jiwa dan kembali menanggungkan kriminal itu kepada menantu keponakanmu. Alhasil, keduanya masih hidup dengan baik di dunia ini. Oleh karena itu, kamu mengorbankan semuanya, membawakan keduanya untuk bertemu ajal dengan tanganmu sendiri. Semua ini adalah kelakuan yang kamu banggakan. Aku tidak asal menuduhmu, bukan? Aku memiliki catatan yang jelas tentang semua itu, waktu, tempat, serta pengakuan yang dikonfirmasi oleh orang yang bekerja untukmu, ditambah dengan foto, ini semua cukup untuk membuatmu dipenjara. Selain semua itu, aku juga memiliki buku akun yang berisikan bukti penggelapan pajak dan perdagangan narkoba yang dilakukanmu. Jika digabung menjadi satu, semua ini dapat membuatmu tidak bisa bangkit kembali untuk selamanya. Mengenang hubungan kita yang dulu, aku boleh memberimu dua pilihan. Apakah memilih meninggalkan semua ini dan menikmati hari tua? Atau memilih untuk menghabiskan sisa hidup di penjara? Pilih sekarang juga, ini adalah pilihan terakhir dan terbaik yang dapat kuberikan ...”

Otak Stanley meledak, dia jatuh terduduk di kursi dengan ekspresi kosong. Dia berusaha habis-habisan untuk membangun apa yang dikiranya sebagai Kerajaan Kaisar, nyatanya itu hanyalah fatamorgana. Dia kalah, kalah total.

Leheon melangkah maju untuk memapah ayahnya, meninggalkan ruang konferensi tanpa mengatakan apa pun.

Keluar dari Gedung Grup Stenheim, Leheon mengemudi mobil untuk mengantar ayahnya pulang ke rumah. Stanley tidak berbicara di sepanjang jalan, ekspresi kompleks di wajahnya tidak dapat menjelaskan apakah dia sedang berduka atau tidak puas.

Sesampainya di vila milik Keluarga Stenheim, pembantu rumah tangga langsung bergegas ke arah mereka begitu melihat mereka turun dari mobil, melaporkan: “Tuan besar, gawat, nona besar baru saja pergi dengan membawa koper. Saya tidak bisa menghentikannya sama sekali. Dia tidak mengatakan ke mana dia mau pergi. Saya baru saja ingin menelepon Anda ...”

Stanley acuh tak acuh ketika mendengar kata-kata itu, memasuki ruang tamu seperti mayat yang berjalan, mengunci diri di dalam ruang kerja.

Di meja belajar, tergeletak sebuah surat yang ditinggalkan putrinya. Dia menatapnya untuk waktu yang lama sebelum membukanya dengan tangan gemetar. Hanya tertulis beberapa kata singkat di dalam isi surat itu, tetapi setiap kata-kata itu bagai pisau yang menusuk jantungnya.

“Ayah, aku pergi dulu. Ini adalah terakhir kalinya aku memanggilmu ayah. Aku menguping pembicaraanmu dengan Sekretaris Jin tadi malam, barulah aku tahu ternyata kamu membunuh keponakan dan menantu keponakanmu sendiri. Aku benar-benar sangat kecewa padamu. Mulai sekarang, aku tidak akan lagi mengakui bahwa aku adalah putri Stanley Stenheim, anggap saja kamu tidak pernah melahirkanku. Hubungan kita sebagai ayah dan putri cukup berakhir di sini. Aku tidak akan kembali ke tempatmu ini yang berlumuran darah. Jangan berjumpa lagi… …”

Surat jatuh ke tanah. Stanley bersandar lemah di kursi sambil menatap kosong ke langit-langit. Dia meneteskan air mata, entah air mata kesedihan atau penyesalan.

TOK TOK...

Terdengar suara ketukan pintu, suara Leheon merambat dari seberang pintu: “Ayah, bolehkah aku masuk?”

“Masuk.”

Stanley menjawab dengan suara serak, menyeka air mata dari pipi.

Leheon mendorong pintu dengan pelan, perlahan berjalan ke arah Stanley, kemudian berlutut di depannya: “Maaf, ayah ...”

Stanley menatap Leheon dengan linglung, kemudian bertanya setelah berlalu lama: “Mengapa kamu mengkhianatiku?”

“Sebagai anak, kesalehan yang sejati bukanlah membantu orang tua melakukan apa yang salah, tetapi mengarahkannya ke sisi yang benar. Aku tidak memiliki cara untuk membawa kembali ayah yang tersesat dalam jalannya, jadi aku hanya dapat memilih untuk mengkhianati ayah, karena hanya dengan cara ini aku dapat mencegah ayah untuk melangkah lebih jauh. Walau aku tahu betapa sedihnya ayah saat ini, tetapi aku tidak menyesali pilihanku.”

Malam itu, Stanley tidak meninggalkan ruang kerja semalaman. Keesokan harinya, pengurus rumah tangga menemukan bahwa dia telah bunuh diri dengan mengonsumsi racun. Ketika Leheon tiba, tubuh ayahnya sudah sedingin es. Leheon kembali berlutut di depan ayahnya lagi, menangis dalam kesedihan.

Meski begitu, apakah kamu masih tidak menyesal? Leheon bertanya dalam hati.

Pengurus rumah tangga menyerahkan selembar kertas putih dengan air mata berlinangan, kertas itu berisikan wasiat ayahnya: “Ide buruk yang sekilas melintasi pikiran menghasilkan akhiran yang dikhianati dan dikucilkan. Jangan menyalahkan dirimu, semua ini merupakan apa yang harus ditanggung ayah atas kelakuan sendiri.”

Pada akhir musim gugur, tumpukan kabut abu-abu gelap menutupi bumi, pohon-pohon tak berujung di tanah kuburan tampak botak, pohon tua berdiri suram, membiarkan lumut cokelat menutupi keriputnya.

Pemakaman diadakan dengan sepi. Selain Keluarga Stenheim, tidak ada orang luar yang datang. Mereka mengenakan pakaian serba hitam dan menundukkan kepala mereka untuk berduka. Embusan angin bertiup kemari dan merasuk hingga ke sumsum tulang. Musim dingin ini sepertinya datang sedikit lebih awal.

Kelly berdiri di ujung kerumunan, pandangan fokus menatap Leheon yang berdiri di baris terdepan, terdapat kesedihan yang tak terkatakan di dalam hatinya.

Setelah pemakaman selesai, melihat ekspresi istrinya tampak tegang, Dion menoleh kembali ke pria yang masih berdiri di depan kuburan ayahnya, berkata dengan serius: “Pergilah untuk menghiburnya.”

“Bolehkah?”

“Tentu saja boleh, aku pulang dulu, aku akan menyuruh supir untuk datang menjemputmu nanti.”

Setelah Dion selesai berbicara, dia pun meninggalkan kuburan. Gerimis ringan mulai bertitik-titikan dari langit, Kelly berjalan selangkah demi selangkah menuju sosok yang diliputi kesedihan dan kesepian.

Ada banyak hal yang ingin dikatakan, tetapi sangat sedikit yang bisa diucapkan dari mulut. Pada saat ini, apa pun yang diucapkan akan tampak lemah dan lesu, jadi lebih baik tidak berbicara.

Merasakan kesedihan Leheon dalam kediaman, menghiburnya dengan kata-kata yang tak bersuara adalah satu-satunya hal yang bisa diberikan Kelly untuknya.

“Bolehkah aku meminjam pundakmu?” Leheon berkata dengan suara serak: “Cukup satu menit.”

Kelly terbengong sejenak, mengangguk: “Boleh.”

Leheon perlahan membalikkan badan, lalu menyandarkan kepalanya di bahu Kelly. Emosi kompleks yang menumpuk di hatinya pecah dalam sekejap, dia menangis seperti anak kecil, menangis lepas. Mata Kelly memerah seiring dengan suasana hati Leheon yang sedih. Kelly menepuk punggung Leheon, tersedak isak tangis: “Walau kamu sedih dan kecewa, jangan pernah kehilangan kepercayaan pada kehidupan. Semua orang pernah melalui masa yang sulit, semuanya belajar untuk tumbuh dalam penderitaan. Sampai kita berambut putih, kita pun tidak akan terluka lagi. Itu juga menandakan bahwa kita akhirnya tumbuh dewasa.”

Leheon menangis untuk waktu yang lama, jauh lebih dari satu menit. Ada orang yang suka menghabiskan air mata seumur hidup mereka dalam waktu sehari.

Saat berpisah, keduanya menuju ke arah yang berlawanan. Kelly menatap Leheon yang membiarkannya pergi lebih dulu dari kaca spion, air mata yang sudah lama berkumpul di mata akhirnya jatuh. Sebenarnya dia ingin mengatakan kepada Leheon bahwa dia merasa iba untuknya, iba yang tidak berkaitan dengan cinta, iba karena Leheon tidak bisa tumbuh besar bersama orang tua, iba karena Leheon menjadi anak yatim seperti Dion, iba karena Leheon mencintai dua wanita selama sepuluh tahun, tetapi tidak satu pun wanita itu yang bisa membalas cintanya, iba karena Leheon membawa ayahnya ke neraka demi apa yang diyakininya… ...

Setelah hari ini, Leheon menghilang, tidak seorang pun yang tahu keberadaannya, tapi pasti akan ada tempat di dunia ini di mana dia bisa memulai kembali semuanya.

Setelah hujan dan badai berlalu, tiba saatnya menepati janji-janji. Dion dan Kelly memutuskan untuk pergi ke Shanghai untuk menjemput putri mereka. Namun, tidak ada yang menduga sebuah bom yang bersembunyi di tubuh Dion akan meledak di waktu ini.

Novel Terkait

Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
4 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
4 tahun yang lalu