Cinta Di Balik Awan - Bab 191 Omong Kosong (1)

...

"Kamu omong kosong !!"

Dia mendengarnya selesai mengatakannya, tangannya langsung menjepit lehernya, kedua matanya memancarkan kemarahan yang sangat besar, seperti ingin membakarnya mati dalam keadaan hidup.

"Kamu percaya apa yang aku bilang semuanya itu benar, dan juga aku ada bukti yang membuktikan apa yang aku katakan itu benar."

"Bukti apa ?"

Ekspresi Dion berubah dari hijau menjadi putih, sekujur tubuhnya bergetar.

Rime menarik laci : "CD ini adalah bukti, tapi aku tidak akan dengan gampang memberikannya kepadamu, asalkan kamu menikahi keponakanku !"

"Kamu pikir aku akan masuk dalam jebakanmu ? Taktikmu menggunakan keponakanmu sudah pernah digunakan, lain kali gantilah ke yang lebih baik !"

Dion menyindirnya dengan dingin, berbalik badan dan jalan, Rime berteriak : "Tunggu sebentar !

Aku bisa memperlihatkanmu CD ini"

Langkah kakiknya tiba - tiba berhenti, tapi tidak berbalik, Rime menaruh CD ke dalam komputer, sesaat kemudian, suara dari dalam komputer membuat sekujur tubuh Dion dingin tidak bergerak.

Dengan langkah yang cepat berjalan kedepan komputer, melihat video yang ditampilkan dalam komputer tanpa bergerak sedikit pun, ekspresinya sesaat kemudian berubah menjadi dingin seperti lemari es, kedua tangannya membentuk kepalan yang erat, menggigit bibirnya sampai mengerang bersuara.

Suara retakan, saat momen yang paling ditunggu berhenti, dia langsung meraih kerah baju Rime : "Kenapa tidak ada lagi ? Kenapa disaat momen yang paling ditunggu tidak ada lagi ?"

“CD ini awalnya ada satu, tapi aku membuatnya khusus menjadi dua, yang kamu lihat adalah setengah bagian awal, masih ada setengah bagian akhir aku sembunyikan, dan lagi dikunci dengan kata sandi, dunia ini selain aku, tidak ada orang kedua yang mengetahui kata sandi, kalau kamu ingin mendapatkan CD itu, dihari pernikahanmu dengan keponakanku, aku tentu akan membiarkanmu mendapatkannya.”

"Kamu percaya tidak aku bisa membunuhmu ?"

Dion menatapnya dengan tatapan membunuh, dia sudah tidak bisa menahan dirinya.

"Kamu mau bunuh, bunuh saja, tapi paling penting pikirlah dengan baik, membunuhku, janganlah berharap untuk mengetahui kebenaran seumur hidupmu, di dunia ini, dua orang yang mengetahui kebenaran ini, satu tidak tahu dimana keberadaannya, satu lagi adalah aku, aku adalah harapan terbesarmu.”

Rime adalah paman Jesan, tentu saja sangat mengetahui kebencian di kedua keluarga ini, dia mengerti Dion demi mencari Melvi barusan melibatkan keponakannya menjadi orang cacat.

“Kalau bukan karena pilihan terakhir, aku tidak akan mengeluarkan CD ini, aku berencana membawa CD ini ke peti mayat, membuat rahasia ini menjadi rahasia selamanya, tapi semalam aku memimpikan adik perempuanku, dia menangis menegurku tidak menjaga putrinya dengan baik, maka itu aku hari ini mempertaruhkan segalanya, setuju atau tidak, kamu berpikir dengan baik dulu baru menjawabku.”

......

Saat Dion keluar dari ruang buku Rime, ekpresi wajahnya seperti es batu yang beku selama sembilan hari, membuat Rime gemetar ketakutan.

Dia dengan cepat mengendarai mobil ke kantor, dengan penuh kekhawatiran masuk ke dalam kantor, menekan nomor sambungan, meneriaki Maxim masuk.

"Sudah menemukan Melvi ?"

Maxim tertegun, menundukkan kepala, ada sedikit keraguan.

"Aku sedang bertanya padamu, dengar tidak ?"

"Sebenarnya semalam sudah ada kabar."

"Semalam ada kabar tidak memberitahuku ? Dimana dia ?"

Dion menahan kemarahannya, dengan marah bertanya.

"Dia... sudah mati."

Suasana tiba - tiba jatuh pada titik terdalam, sesaat kemudian terdengar suara 'bang', Dion membuang semua barang yang ada di mejanya ke lantai.

"Apa kamu bilang ? Dia sudah mati ? Bagaimana dia bisa mati !!"

"Orang yang dikirimnya saat menemukannya, dia bersandar di bangunan tua di suatu daerah, kemudian kita mencari putranya, dia menangis memberitahuku, sehari sebelumnya ibunya meneleponnya, mengatakan kata yang aneh..."

"Kata apa ?"

"Maksudnya adalah cepat atau lambat dia akan ditemukan oleh kita, takut melibatkan putranya, jadi pada akhirnya mengorbankan dirinya sendiri."

Dion benar berada dalam titik kesabaran terakhirnya, hatinya sedang menitikkan darah, sejak Rime mengatakan masalah itu kepadanya, terus menitikkan darah, mengetahui kunci yang satu lagi sudah hancur musnah, dia sangat marah, tidak lagi bisa menahan sakit dalam hati, menghancurkan barang - barang di kantor hingga berkeping - keping.

Maxim mengikutinya selama sepuluh tahun lebih, pertama kali melihatnya sangat marah, sesaat kemudian terkejut dan berjalan kedepan menenangkannya : "Tuan Dion, kamu tenang sedikit, kunci sudah musnah kita masih bisa kembali mencari, kamu tenang sedikit !"

"Kenapa tidak langsung memberitahuku saat dia mati ?!"

"Aku tidak memberitahumu karena masalah Jesan sudah cukup menjengkelkanmu, aku tidak ingin menambahkan kekhawatiranmu..".

Sebenarnya ingin tunggu masalah reda sedikit baru memberitahunya, tapi tidak disangka, hari ini dengan sendiri bertanya.

Dion akhirnya tenang, dia berpikir sesaat, memberitahu Maxim perihal Rime mencarinya dengan detil.

Novel Terkait

Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
5 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
5 tahun yang lalu