Seberapa Sulit Mencintai - Bab 278 Kau Mau Apa

Ternyata mereka mendengarkan perkataan Megan, mereka mengantarkan Chloe ke kota dengan sedikit ragu-ragu, namun tidak disangka, ternyata sama persis seperti yang dikatakan oleh Megan.

Setelah mereka kembali, masalah ini pun tersebar ke seluruh desa.

Bahkan kakek nenek Wawan pun juga merasa sangat amat menyesal, ia sungguh menyesal waktu itu mereka tidak membiarkan Megan untuk memeriksa Wawan, kalau tidak, Wawan pasti tidak akan meninggal begitu saja.

Karena hal ini pula, sikap para warga dewa terhadap Megan berubah seratus delapan puluh derajat, orang-orang yang pada awalnya bersikap jahat pada Megan juga datang kemari untuk meminta maaf padanya.

Apalagi suami sang pemilik rumah, waktu itu ia sudah memukul Megan dengan tongkat kayu, sekarang ia merasa sangat amat menyesal, tiap hari ia selalu memberikan makanan yang enak-enak pada Megan.

Megan merasa suasana yang penuh kasih seperti sekarang ini sangatlah berharga.

Di kota, jarang sekali ada orang yang merasa terima kasih sampai seperti ini.

Hari ini, sang pemilik rumah membawakan daging asap yang baru saja selesai dibuat pada Megan, sambil tersenyum ia berkata, "Dokter Kecil, ayo, ini ada daging asap, baru saja kubuat hari ini, lumayan enak, makanlah sedikit."

Warga-warga desa itu sekarang memanggil Megan dengan sebutan 'Dokter Kecil'.

Megan sempat menjelaskannya dulu, jangan memanggilnya dengan sebutan itu, tapi mereka sudah terbiasa memanggilnya seperti itu, susah untuk mengubahnya lagi.

Megan tidak bisa berbuat apa-apa, ia pun membiarkan mereka memanggilnya seperti itu.

"Wah, sungkan sekali rasanya." kata Megan tersenyum, "Kami selalu memakan makanan kalian, sungkan sekali."

"Jangan sungkan, Adik Kecil, aku sudah berbuat salah padamu dulu, kau harus menerima daging ini, pasti sulit sekali seorang wanita membesarkan dua orang anak....." kata suami sang pemilik rumah itu sambil menghela nafasnya, tiba-tiba ia bertanya, "Eh, Adik Kecil, apa kau pernah berpikir untuk menikah lagi?"

Menikah? Megan menggeleng-gelengkan kepala.

"Sebenarnya kau sangat cantik, pasti ada orang yang mau menikahimu, banyak sekali pria di desa ini yang melihatmu lho."

Megan tersenyum dan berkata, "Kaka jangan bercanda, aku masak dulu ya."

"Oke."

Megan pun menerima daging itu dan berjalan masuk ke dalam, namun tiba-tiba, begitu ia membalikkan tubuhnya, ia malah menabrak dada seorang pria.

Pria itu pasti sangat tinggi.

Di desa ini, sepertinya ia belum pernah melihat orang yang tingginya lebih dari seratus delapan puluh sentimeter.

Lalu, sang pemilik rumah terseyum dan berkata, "Adik Kecil, ini...... ini keponakanku, ia baru saja kembali dari kota, ia berencana untuk tinggal di sini selama beberapa hari, tinggal di samping rumahmu, kalau ada apa-apa, minta tolong saja padanya."

Keponakan sang pemilik rumah ya......

Megan menganggukkan kepalanya, "Baik."

Setelah makan siang, Megan membawa Gerwin dan Cole duduk di halaman untuk berjemur matahari.

Musim dingin di desa itu sungguh sangat dingin, di dalam kamar Megan juga tidak ada perapian, hanya bisa mengandalkan selimut penghangat listrik, mereka bisa berjemur di siang hari.

Tak disangka, saat Megan membawa kursi sambil menuruni tangga, meskipun ia ingat jelas di sana ada sebuah lubang, tapi ia tetap saja terjatuh.

Saat Cole berteriak, Megan pun terjatuh ke dalam pelukan seseorang.

"Ma, maaf." kata Megan panik, "Maaf sekali."

"Tidak apa-apa."

Di luar dugaan!

Suara orang itu sangat enak didengar, sepertinya ia sengaja merendahkan suaranya, agar terdengar lebih seksi dan berwibawa.

Ia mengira keponakan sang pemilik rumah adalah seorang anak muda yang berumur lima belas atau enam belas tahunan, ternyata bukan.

Megan menegakkan tubuhya dari pelukan pria itu dengan panik, tapi karena ia terlalu panik, ia terjatuh dan masuk ke dalam pelukan pria itu lagi.

Bagus, sekarang kakinya terkilir dan tak bisa berdiri lagi.

Megan merasa sangat malu, ia memegang tangan pria itu dan segera meminta maaf, "Maaf, merepotkanmu."

Namun pria itu malah tersenyum, dan menggendongnya.

Rasanya aneh sekali, Cole yang cerewet itu sama sekali tidak berkata apa-apa sekarang, Gerwin juga.

Megan takut kedua anak itu pergi atau kenapa, ia pun segera berteriak, "Cole, Gerwin, kalian di mana."

"Mama, kita di sini." jawab Cole spontan, lalu tidak bersuara lagi.

Megan tidak bisa melihat, karena merasa tidak aman, ia pun memegangi baju orang itu dengan erat.

Orang itu sangat tinggi, sangat tinggi seharusnya, ia mengenakan jaket panjang? Sepertinya begitu.

"Maaf, kalau tidak, turunkan saja aku dulu, aku lumayan berat......"

"Tidak berat." kata orang itu, "Mungkin kau boleh memanggil namaku, Robin Zhou."

"Oh, Robin Zhou." Megan sama sekali tidak peduli siapa namanya, ia hanya ingin turun dari gendongan pria itu, ia merasa sangat malu berada dalam gendongan seorang pria asing.

Apalagi ia sedang berada di desa, kalau sampai ada orang yang melihat mereka, pasti mereka akan menggosipkannya.

Ia tak ingin dibicarakan orang banyak.

Namun entah Robin ini tidak mengerti atau bagaimana, ia tidak mau menurunkan Megan.

"Tuan Zhou, a... anakku masih ada di sana, aku harus turun."

"Apa kakimu tidak apa-apa?" tanyanya.

"Tidak apa-apa, sungguh."

Lalu, Robin pun benar-benar menurunkannya, namun tiba-tiba, kakinya terasa sangat sakit, dan ia terjatuh ke dalam pelukan pria itu lagi.

Sungguh memalukan.

Entah kenapa, sepertinya ia malah mendengar suara tawa Cole? Apa Cole sedang menertawakannya?

Ia segera menjelaskan, "Aku masuk ke kamar untuk memakai obat dulu, apa Tuan Zhou bisa membantuku untuk menjaga anak-anakku sebentar."

"Di mana obatnya, kuambilkan untukmu."

Megan mengiyakannya dan menunjuk ke arah barang-barang di kamarnya.

Robin masuk ke dalam kamarnya, lalu tak lama, ia pun membawakan obat itu keluar.

"Berikan saja padaku, kupakai sendiri."

Robin memandanginya sejenak, lalu bertanya, "Kau tidak bisa melihat?"

Megan sudah terbiasa.

Ia sudah tinggal di sini kurang lebih tiga bulan, sejak ia buta, indera pendengaran dan penciumannya bertambah tajam.

Sebenarnya ia merasa, ia tak begitu peduli kalau dirinya bisa melihat atau tidak.

Namun Robin malah bertanya lagi, "Apa kau tidak ingin untuk bisa melihat?"

"Terserah mau bisa melihat atau tidak." kata Megan tersenyum, "Di dunia ini, ada banyak hal yang bisa membuat kita resah setelah melihatnya, lebih baik tidak bisa melihat tapi merasa lebih santai."

Senyuman Megan itu terlihat sangat cantik di bawah cahaya matahari.

Robin memandanginya sejenak, meletakkan obat itu di tangan Megan, lalu memballikkan badannya dan pergi.

Entah kenapa, Megan merasa sedikit kecewa, sambil memegangi obat itu, ia berjalan ke samping.

Tiba-tiba, Cole pun melompat-lompat ke arah Megan dan tertawa, "Mama, orang itu adalah....."

"Anak kecil jangan bicara sembarangan." tiba-tiba Gerwin berjalan kemari dan menutup mulut Cole.

Megan pun tertawa, "Anak kecil? Kau juga anak kecil kan, Gerwin?"

Gerwin mengiyakannya, lalu membisikkan sesuatu ke telinga Cole.

Cole tidak bersuara lagi, ia menempel pada Megan dan berkata, "Mama, aku ingin bermain dengan kakak yang tadi itu, boleh ya?"

Belum sampai Megan mengiyakannya, Cole pun langsung berlari

Novel Terkait

Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu