Seberapa Sulit Mencintai - Bab 322 Sangat Tenang

Rumah duka sangat dingin, sebenarnya Yunita bukan pertama kali melamun di rumah duka.

Pertama kali saat kakeknya meninggal, waktu itu Handoko menekan kepalanya, lalu jongkok di depan peti, berkata: "Ayah aku sudah mati, kamu harus ganti aku berlutut, tahu tidak?"

Yunita dengan takut melihat Handoko dan mengangguk kepala.

Selesai Handoko mengatakan ini, dia melihat Handoko berjalan ke kamar Megan.

Tidak lama, dari kamar terdengar suara teriakan.

Kemudian dia mendengar bahwa Megan melompat dari jendela dan kabur, juga memukul seseorang dan orang itu masuk ke rumah sakit.

Dia saat itu menjadi panik, meskipun hari biasa dia tidak begitu bicara dengan Megan, tapi Yunita merasa, dia dengan nasib Megan sama, sama-sama kasihan.

Waktu itu dia tidak tahu, orang yang dipukul Megan adalah ketua preman di Provinsi Meng yang bernama Royce.

Kemudian nasib mereka yang buruk, dia juga baru tahu.

Jadi menghadapi peti, Yunita sama sekali tidak takut, hanya merasa Michelle kasihan saja.

Dia bahkan juga mendekatkan kepalanya ke samping peti, lalu berkata: "Bibi? Apakah aku harus memanggil kamu begini? Karena kamu dulunya dengan kakak ipar aku juga ada hubungan, em......kalau begitu aku panggil kamu begini saja, sebenarnya masalah ini aku ingin minta maaf pada kamu, waktu itu aku hanya karena cemburu, juga tidak memikirkan akan ada jebakan, apakah kamu akan menyalahkan aku?"

Yunita dengan nada yang santai berkata, seperti berbincang dengan teman.

"Kamu pasti tidak tahu, sebenarnya aku......juga suka pada dia, mungkin karena dia banyak membantu aku, tapi aku tidak ingin katakan."

Yunita sambil berkata mendadak tertawa: "Bibi, kamu mungkin tidak tahu, saat kita berkerja sama, ada tangan seorang pria yang ingin memegang aku, akhirnya dia memukul orang itu, alasan dia karena tangannya gatal bukan karena ingin bantu aku, menurut kamu kenapa ada orang yang berkata tidak sesuai dengan hatinya."

William yang berdiri dikejauhan itu, melihat Yunita yang kurus ini, juga mengerutkan dahi.

Kenapa wanita ini menghadapi peti sama sekali tidak takut. malahan tertawa? Apakah sudah gila?

William pelan-pelan berjalan ke depan, mendengar Yunita berkata: "Aku dengar dia bilang, kamu sebenarnya suka melihat kartun, mendengar musik, makan es krim......"

"Yunita!" William berjalan ke depan dia, melihat dia dengan ekspresi aneh, lalu sedikit marah: "Apa yang kamu katakan bahkan sambil bicara sambil tertawa!"

Yunita menengadah kepala, melihat William yang ekspresinya marah, lalu berkata: "Dia sendirian berbaring di sini sangat kesepian, aku sedang menceritakan dongeng padanya, jadi dia tidak akan takut."

Melihat kepala Yunita yang berdarah, respon pertamanya adalah Yunita sudah gila.

Dia bergegas memegang tangan Yunita lalu berkata: "Mati juga jangan mati di sini, keluar cari dokter dulu."

Yunita melempar tangannya, terus berlutut di lantai.

William juga merasa aneh, menoleh kepala melototi dia: "Kamu sudah gila ya?"

"Aku tidak gila."

Jujur saja, melihat kepala Yunita penuh dengan darah, masih keras kepala berlutut disini, dalam hati William juga merasa tidak nyaman.

Tapi akhirnya merasa apa, dia juga tidak bisa katakan keluar.

"Ingin berlutut ya berlutut saja, tidak waras, jangan besok pagi bangun, kamu sudah mati di sini, aku bilang pada kamu, jika kamu membuat jorok rumah duka Michelle, kamu tunggu mati saja."

Selesai mengatakan ini William juga pergi.

Yunita tidak menoleh kepala, hanya dengan diam berlutut, lalu berkata: "Aku terkadang iri pada kakak, kakak ipar sangat baik padanya, aku pikir......mungkin seumur hidup aku tidak akan bertemu dengan orang seperti itu."

Malam itu, Yunita bersandar dipeti Michelle dan tertidur.

William keluar dari rumah duka, mendadak menjadi marah.

"Wanita bodoh! Bawa kamu pergi mencari dokter masih tidak mau, apakah dengan kepala berdarah begitu bisa menunjukkan kamu begitu kasihan?"

William semakin pikir semakin marah, kemudian mengeluarkan ponsel, lalu dengan marah berkata: "Carikan obat untuk aku, wanita bodoh itu sudah mau mati, kepalanya penuh dengan darah, terus masih berlutut disana seperti orang gila saja!"

Pesuruh dalam telepon dengan hati-hati berkata: "Tu, tuan.......jadi mau tolong atau tidak tolong......"

"Tolong! Apakah perkataan yang aku bilang kamu tidak mengerti?"

"Iya, iya......tuan aku segera pergi."

Saat Yunita bangun, melihat disampingnya bertambah segulung kain kasa dan obat.

Dia mengambil obat lalu melihat sekitar, tidak tahu siapa yang taruh disini.

Setelah mengolesi obat, dia terus berlutut.

Pagi jam 8, orang Keluarga Sun datang, Michelle juga dikremasi hari ini, jadi orang Keluarga Sun juga datang banyak.

Asalkan kerabat yang di luar negri bisa datang, semua sudah datang, sampai tidak bisa membayangkan keluarga ini betapa besar dan setiap orang adalah masyarakat kelas tinggi.

Asal cari satu saja sudah bisa membuat Yunita mati.

"Dia yang membunuh Michelle, jika bukan dia, Michelle tidak akan mati." Ibu Sun menyeka air mata dan menujuk ke arah Yunita.

Orang yang datang adalah kerabat Michelle, setelah mendengar kata Ibu Sun, semua menunjukkan ekspresi benci terhadap Yunita, juga ekspresi dingin bahkan ada niat membunuhnya.

"Buat mati saja, lalu dikuburkan bersama Michelle."

"Iya, ini mainan apa."

"Menurut aku, jangan buat dia mati dulu, lebih baik membuat dia sengsara dulu."

Semua orang juga mulai berkomentar bagaimana menghukum Yunita, baru bisa membuat Michelle pergi dengan tenang.

Sekejap Yunita menjadi target serangan orang.

Dia mendadak merasa tidak berdaya, hanya bisa dengan erat memeluk tubuhnya, tidak berkata apapun.

William bergegas datang ke sini, melewati sekelompok orang, melihat Yunita yang berlutut di sana.

Mendengar komentar orang itu, dia juga mengerutkan dahi.

Wanita bodoh ini, kenapa tidak seberani Megan, jika diganti dengan Megan, pasti sudah bertengkar dengan orang ini.

Mana mungkin dengan patuh berlutut di sana.

Melihat tampak dia, seharusnya sudah berlutut semalam.

Ini juga sangat aneh, mengapa wanita ini tidak takut, berlutut di samping peti juga bisa sangat tenang.

"Pukul dulu baru katakan lagi." Paman Michelle merokok dan menunjuk ke arah Yunita: "Pukul dia untuk melampiaskan emosi dulu."

Selesai berkata, beberapa pria yang perkasa juga berdiri keluar dari samping.

Yunita tetap tegak berlutut di sana.

"Lari, wanita bodoh." William merapatkan bibir, menggigit gigi: "Kamu benar bodoh! Bahkan lari juga tidak tahu!"

Baru selesai katakan, William bersiap untuk bertindak, tapi tidak sangka, dari pintu mendadak terdengar suara: "Aku ingin lihat siapa yang berani memukul dia!"

Semua orang juga sesuai dengan suara melihat ke sana, melihat Sonny pelan-pelan berjalan masuk.

Aura dia sangat hebat, selangkah demi selangkah berjalan ke depan Yunita, lalu mengulur tangan pada dia dan dengan dingin berkata: "Berdiri."

Yunita menengadah kepala melihat Sonny.

Saat Sonny melihat kepala dia penuh dengan darah, tatapan dia terlihat marah lalu melirik sekitar, lalu berkata: "Wanita ini adalah wanita aku, aku ingin lihat siapa yang berani menyentuh dia!"

Novel Terkait

Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
5 tahun yang lalu
Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu