Seberapa Sulit Mencintai - Bab 284 Kartu Memori

Megan tidak tahu apa yang akan dilakukan Royce.

Tetapi tak peduli apa yang akan dipilih olehnya, baginya ini pasti adalah pilihan yang sulit.

Satu pilihan adalah ibunya, sedangkan pilihan lainnya adalah kekasihnya.

Merelakan kehormatan dan martabat ibunya demi kekasihnya.

Atau merelakan kekasihnya demi ibunya.

Megan tahu itu.

Ini pilihan yang sangat sulit.

Jadi ketika mereka pulang, Megan pun pergi menelpon Anthony untuk berdiskusi.

Anthony tidak bergeming. Di ujung telepon ia hanya bertanya : "Apa yang terjadi...dengan pengelihatanmu?"

"Aku terjatuh, lalu langsung menjadi buta." Megan duduk di samping jendela dengan teleponnya : "Anthony, sebenarnya ini bukan hal yang kau inginkan, 'kan? Apa sesungguhnya yang kau inginkan? Katakan padaku, apapun itu akan ku turuti."

Anthony merasa sedikit kasihan : "Bagaimana bisa terjatuh? Kok tidak hati-hati? Apakah kepalamu masih sakit?"

Dari suaranya bisa terdengar bahwa Anthony masih memiliki perasaan untuknya.

Hanya saja selama ini perasaan itu sudah berubah.

Akhirnya, Anthony hanya mengajukan satu permintaan.

Ia hanya menginginkan Gerwin, dan ingin bertemu dengan Harland.

Saat Gerwin dijemput oleh Royce, Megan bertanya padanya : "Kalau ayahmu ingin kau ikut dengannya, apakah kau mau?"

"Ayah sudah keluar dari penjara?" tanya Gerwin mendongak padanya.

"Iya, sudah keluar. Ia sekarang ingin kau berada di sisinya, apakah kau mau ikut dengannya?"

Gerwin memikirkan itu sejenak, sebelum akhirnya menggelengkan kepalanya : "Aku tidak mau. Ayah sudah sedikir menggila. Aku takut dipukul olehnya."

Gerwin memang sering dipukul saat ia masih berada di rumah Keluarga Xu. Baginya kediaman itu sangat menyeramkan.

Megan sendiri tahu, menyerahkan Gerwin pada Anthony bukanlah sebuah pilihan yang baik. Sifatnya sangat tidak labil, ia juga baru saja keluar dari penjara. Ia tidak akan sabaran menghadapi seorang anak kecil.

Setelah itu Megan pergi mencari Harland.

Ia masih merasa sedikit curiga saat Anthony berkata bahwa ia ingin bertemu dengan Harland.

Harland sedang bersiap untuk ke luar negeri. Dengar-dengar ia ingin mengikuti sebuah organisasi research di luar negeri.

Harland merasa bingung saat menerima telepon dari Megan.

Tetapi mendengar perkataan Megan, ia sama sekali tidak menolak.

Mereka akan bertemu di sore nanti.

Entah apa yang akan dibicarakan kedua orang itu.

Hanya saja setelahnya, Harland memperingatkan Megan : "Megan, lain kali berhati-hatilah terhadap orang gila seperti Anthony itu."

"Apa yang dikatakannya padamu?"

Harland hanya menatapnya tanpa menjawab pertanyaan itu. Ia malah berbalik bertanya : "Anthony bilang kau kehilangan pengelihatanmu? Akan kubawa kau ke rumah sakit."

Ia langsung membawa Megan ke rumah sakit.

Tanpa membicarakan soal perbincangannya sedikitpun.

Kebetulan dokter mata sedang ijin hari itu. Harland membawa Megan ke kantornya dan berkata : "Aku pernah belajar tentang kesehatan mata. Walaupun tidak spesialis di bidangini tapi aku merasa sepertinya ini ada kaitannya dengan benturan yang terjadi waktu lalu. Akan kuperiksa dulu."

Setelah mengucapkan itu ia pun mengeluarkan lampu senternya, membuka mata Megan untuk mengamati kedua bola matanya.

Wajah Megan bisa dibilang adalah wajah wanita idaman semua pria.

Wajahnya tirus mulus, bentuk matanya yang bulat dan bersinar, hidungnya yang mancung, bibirnya merah dengan gigi yang putih.

Walaupun kehilangan pengelihatannya, matanya masih memancarkan sinar.

Mungkin karena itu sinar di matanya terlihat semakin cerah.

Megan mendongak sedikit, sudut itu membuat Harland bisa melihat ke arah dadanya dengan jelas.

Harland mengerutkan alisnya dan mematikan senternya, lalu berjalan menjauh dengan panik.

Tidak bisa melihat apa yang baru saja terjadi, Megan merasa kebingungan. Ia mengira Harland sedang marah, atau jangan-jangan kondisinya sudah sangat buruk.

"Kenapa?" tanyanya mengerutkan alis.

Harland berusaha menenangkan dirinya dan mengalihkan pembicaraan : "Lama tak jumpa, kau sama sekali tidak berubah."

Masih seperti dulu, di villa tepi pantai itu, rambutnya masih potongan pendek. Seorang gadis SMA yang lugu.

Mengingat-ingat masa lalu, Harland menjadi sedih.

"Benarkah?" Megan tertawa : "Kupikir aku sudah menua."

Harland merasa sangat bodoh telah mengatakan hal seperti itu.

Megan memang memiliki wajah yang sangan memikat. Sangat sulit untuk tidak menyukainya setelah melihat wajah itu.

Royce juga sama.

Kedua orang itu bersama memang sangat cocok.

"K-kurasa karena kamu terjatuh lagi, membuat pengelihatanmu hilang seperti dulu lagi." ujar Harland mengelus dahinya.

Tetapi ucapan itu terdengar seperti untuk menutupi kecanggungannya.

"Baiklah" Megan mengangguk : "Apakah perlu diperiksakan lagi?"

"T-tidak usah." Harland mundur selangkah. Mengingat-ingat apa yang baru dilihatnya barusan membuat wajahnya memerah panas.

"Aku masih ada urusan, aku akan menghubungi Royce untuk menjemputmu. Oh iya, ingat kata-kata ku, berhati-hatilad pada Anthony."

Setelah mengucapkan itu, Harland langsung meninggalkan kantor dengan tergesa-gesa.

Megan merasa ada yang aneh, tetapi ia tidak tahu apa yang baru saja terjadi.

Hanya saja sore hari itu, ia menerima kiriman paket berisi kartu memori dari utusan Anthony.

Apakah ia sungguh-sungguh akan melepaskannya dan Royce begitu saja?

Megan memang tidak habis pikir.

Apa yang sebenarnya dibicarakannya dengan Harland.

Kenapa tiba-tiba menyerahkan kartu memori ini begitu saja?

Megan duduk-duduk sepanjang sore hari itu, tetapi Royce belum saja muncul.

Harland membuka pintu masuk, dari suaranya terdengar sedikit merasa bresalah, "Maaf, Royce sedang ada urusan, aku akan mengantarmu pulang."

Megan menggumam setuju dan berdiri, berjalan ke arah Harland.

Mungkin karena tidak familiar dengan tempat itu, ia pun tidak sengaja tersandung.

Harland pun dengan sigap langsung menangkap Megan jatuh ke pelukannya.

Saat itu juga, Harland yang merasa canggung langsung mundur tiba-tiba, membuat Megan kembali terjatuh ke lantai.

"Ishh." rintih Megan kesakitan, memegangi kakinya.

"Maaf." Harland mengulurkan tangannya untuk membantu Megan berdiri. Tetapi baru saja diulurkan ia langsung mengurungkan niatnya kembali : "Bisakah kau berdiri sendiri?"

Megan berpegangan pada meja di sampingnya dan berdiri dengan perlahan.

Tetapi celananya bersimbah darah dari lukanya saat terjatuh.

"Aku tidak apa-apa. Ayo kita pergi."

Harland menatapi lutut kakinya.

Ia ingin mengulurkan tangan untuk menggendongnya, tetapi juga tidak berani.

Ia hanya bisa mengamatinya dengan hati-hati sambil memegangi lengannya, membantunya berjalan supaya tidak jatuh lagi.

Tetapi begitu sampai di depan pintu rumah sakit, Royce tiba-tiba muncul dari kejauhan.

Ia sedang merokok sambil bersandar di samping mobilnya.

Ia melihat Harland sedang menemani Megan berjalan keluar.

Tangan Harland tidak berani menyentuh Megan.

Royce hanya bisa menatap mereka dengan tatapan dingin.

Novel Terkait

Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
3 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
4 tahun yang lalu