After Met You - Bab 652 Biarkan Ia Pulang Dengan Selamat

Saat mereka berdua sudah kembai ke kastil Morgen Wen, langit sudah terang benderang. Matahari perlahan terbit dari garis cakrawala, menciptakan sebuah fenomena yang menyentuh.

Belum juga berjalan masuk, Yuni Lim sudah melihat segerombol orang berjalan dari dalam kastil. Saat mereka sudah lebih mendekat, ia baru bisa melihat dengan jelas bahwa yang memimpin gerombolan itu adalah Marco Gail.

Tidak disangka, mereka akan langsung bertemu dengan Marco Gail saat pulang sepagi ini.

Yuni Lim menoleh dan menatap Candra Gail. Pria itu balas memberikannya tatapan yang menenangkan sambil menggandengnya untuk berjalan masuk ke dalam.

Setelah kedua belah pihak berada dalam jarak yang dekat, Candra Gail baru menyapa: “Kakek.”

Yuni Lim juga ikut menyapa.

Saat melihat mereka, dahi Marco Gail sedikit berkernyit dan raut wajahnya tidak terlihat menyenangkan.

“Kenapa baru pulang saat sudah sepagi ini?” Sorot mata Marco Gail meluncur dari tubuh Candra Gail ke Yuni Lim. Raut tidak senang di wajahnya terukir semakin dalam. Ia lalu menarik kembali tatapannya.

Yuni Lim sedikit menunduk dan memandangi sepatunya. Kali ini, ia baru menyadari bahwa ada bercak lumpur di sepatunya.

Ia hampir lupa, semalam ia pergi ke puncak gunung dengan Candra Gail. Pakaian mereka berdua kusut, sepatunya pun kotor, membuat mereka terlihat sangat menyedihkan.

Dengan rupa mereka berdua yang seperti ini, pantas saja raut wajah Marco Gail tidak terlihat senang.

Keluarga Morgen Wen merupakan keluarga kelas atas dan memiliki standar dalam banyak hal. Tentu saja Marco Gail tidak menyukai rupa Yuni Lim dan Candro Gail yang tertangkap matanya seperti ini.

Candra Gail berdiri tegap dan mantap di hadapan kakeknya, nada suaranya biasa saja dan tidak terdengar ekspresi apapun: “Semalam ada pertemuan di kantor. Kegiatannya sampai malam sekali dan karena sudah terlalu larut, jadi kami menginap semalam di luar.”

Marco Gail tentu saja tidak merasa puas dengan penjelasan Candra Gail. Tapi, terlihat jelas ada hal yang sangat penting yang harus diurus pria itu. Yuni Lim dapat melihat Darwin yang berdiri di belakang pria itu terus-menerus melirik jam dan beberapa kali juga mengingatkan Marco Gail akan sesuatu.

“Jangan lupa hari apa hari ini. Kamu sendiri harus bisa meraup hal yang baik. Aku masih ada urusan, aku pergi dulu.”

Kata-kata Marco Gail ini ditujukan kepada Candra Gail. Tapi sebelum pria itu beranjak pergi, entah kenapa ia juga menatap Yuni Lim sekilas.

Yuni Lim bertanya-tanya dalam hatinya.

Setelah mereka berdua kembali ke tempat tinggal mereka, barulah Yuni Lim bertanya pada Candra Gail: “Sepertinya kakek berprasangka padaku.”

Candra Gail berdiri di depan cermin ruang ganti pakaian untuk melepaskan pakaiannya, gerakan tangannya sama sekali tidak berhenti. Ia lalu tertawa dingin: “Kepada siapa ia tidak berprasangka?”

Candra Gail lebih tahu dibandingkan siapapun mengenai kakeknya.

Dengan congkak dan raut wajah yang sangat serius, ia mengharuskan setiap orang untuk bertindak berdasarkan caranya.

Yuni Lim dapat mendengar kebencian dalam nada suara Candra Gail.

Yuni Lim hanya tersenyum, lalu masuk ke kamar mandi untuk menyiapkan air. Ia memutuskan untuk tidak berbicara lebih lanjut.

Tolak belakang diantara Candra Gail dan Marco Gail dibilang besar ya tidak besar, dibilang kecil juga tidak kecil. Mereka berdua sama-sama orang yang hebat dan luar biasa, mereka tidak saling sungkan satu sama lain. Walaupun secara kasat mata mungkin mereka tidak terlihat akrab, namun sebenarnya tidak ada keretakan dalam hubungan mereka.

Yuni Lim juga tidak terlalu mengerti akan hubungan semacam ini.

Ia hanya tahu bahwa dari cara Candra Gail memperlakukan Marco Gail, pria itu sebenarnya masih peduli pada kakeknya.

...

Setelah kedua orang itu selesai mandi dan sarapan bersama, Candra Gail langsung berganti pakaian dan pergi keluar.

Ini bukan hari kerja, tapi Candra Gail terburu-buru pergi keluar. Yuni Lim tidak terpikir akan hal lain selain hal yang berhubungan dengan pemilihan presiden.

Candra Gail turun dari lantai atas sembari tangannya memegang dasi.

Yuni Lim berjalan menghampiri, mengambil dasi dari tangan Candra Gail dan menyimpulkan untuknya. Ia juga merapikan kerah baju pria itu, lalu berhenti sejenak dan berkata: “Ke depannya, jangan terlalu banyak ikut campur dalam hal yang seperti ini.”

Yuni Lim juga tahu bahwa seseorang yang sudah mencapai posisi dan status yang tinggi akan sulit untuk membatasi diri sendiri dari hal-hal seperti ini. Tapi, ia benar-benar lebih senang jik a Candra Gail tidak banyak berhubungan dengan hal-hal seperti ini.

Firasat Yuni Lim mengatakan bahwa semakin dalam Candra Gail terlibat dengan hal-hal seperti ini, semakin sulit juga untuk keluar ke depannya.

Candra Gail menundukkan kepalanya untuk menatap Yuni Lim, matanya yang dalam menyiratkan aura yang tenang. Ia menggenggam tangan Yuni Lim dan dengan ringan berkata: “Jangan khawatir.”

Yuni Lim bertatap pandang dengan Candra Gail selama beberapa detik dan ia juga yang lebih dulu memalingkan tatapannya. Setelah itu, ia baru mengangguk untuk menyetujui perkataan Candra Gail.

Detik selanjutnya, ia merasa napas Candra Gail kian mendekatinya. Yuni Lim sontak menoleh, membuat wajahnya tepat berhadapan dengan wajah Candra Gail yang sedang mendekatinya. Dapat terlihat jelas bahwa pria itu sedang bersiap menciumnya.

Melihat Yuni Lim yang sudah menolehkan kepalanya, Candra Gail pun tidak sungkan lagi dan langsung menciumnya.

Setelah selesai berciuman, Candra Gail menjulurkan tangannya untuk memainkan rambut Yuni Lim. Suaranya sangat lembut dan jarang sekali selembut ini: “Aku berangkat dulu.”

Yuni Lim meliriknya sekilas: “Pergilah.”

Untuk apa bertingkah begitu emosional pagi-pagi begini...

Candra Gail bergeming lalu kembali berujar: “Kamu tidak memanggilku ‘suamiku’?”

Yuni Lim termangu sejenak: “Ada apa denganmu hari ini? Tingkahmu yang begini agak aneh.”

Raut yang terukir di wajah Candra Gail menjadi sedikit kaku. Ia lalu mengatur ekspresi di sudut matanya, menarik kembali tangannya, dan tersenyum sambil menatap Yuni Lim: “Bukankah semua wanita suka tipe pria yang lembut? Kenapa? Kamu tidak suka aku yang seperti ini?”

Yuni Lim terdiam.

“Aku suka disiksa, jadi aku lebih suka kamu yang berperingai buruk. Sudah, ayo kamu cepat berangkat dan cepat bereskan urusanmu!” Yuni Lim tidak sabar dengan sifat menggoda Candra Gail yang berkelit seperti ini. Ia berujar sambil mendorong pria itu keluar.

Kali ini, Candra Gail ternyata tidak berkelit lagi dengan Yuni Lim dan langsung beranjak pergi.

Tidak lama berselang setelah Candra Gail pergi, Andrea pun datang.

Mungkin karena minum-minum semalam, sehingga raut wajah Andrea tidak terlihat baik. Ia kelihatan sangat lelah.

Yuni Lim sendiri juga tidak beristirahat dengan baik semalam, namun ia merasa kondisi Andrea lebih buruk darinya.

Setelah duduk di dalam mobil, dengan sedikit khawatir Yuni Lim berujar: “Kalau tidak, biar supir saja yang menyetir.”

Andrea menggeleng: “Aku baik-baik saja, tidak perlu memanggil supir.”

Setelah berujar begitu, ia langsung menyalakan mobil dan melajukannya menuju bandara.

“Sebenarnya, orang besar seperti siapa sampai-sampai Candra memintaku membantunya menjemput orang ini di bandara?” Yuni Lim sedikit merasa tertarik dengan tamu besar ini.

Mata Andrea berkilat, kemudian berkata: “Kamu akan tahu sesampainya di bandara. Sebenarnya, informasi yang aku dapatkan juga terbatas.”

Sangat tidak disangka, Yuni Lim tidak bisa mendapatkan informasi apapun dari seorang Andrea.

Tapi, wajar saja identitas seseorang yang bahkan bisa membuat Candra Gail merasa bahwa ia adalah orang besar dirahasiakan.

Perjalanan ke bandara memakan waktu yang cukup lama. Yuni Lim bersandar di kursi, lalu merasa sedikit mengantuk dan tanpa terasa akhirnya tertidur.

Setengah sadar dari terlelap, ia mendengar Andrea sedang menelepon.

“Ya, sudah sampai bandara... Aku akan mengurusnya dengan baik... Pasti... Bos, kamu...”

Yuni Lim langsung menegakkan tubuhnya dan menggerakkan lengannya yang terasa sedikit kaku. Ia lalu menatap Andrea dengan penasaran.

Andrea yang berada di sampingnya dapat merasa Yuni Lim yang sudah terbangun. Kata-kata yang sudah berada di ujung lidahnya pun terhenti.

Andrea melihat sekilas ke arah Yuni Lim lalu kembali bicara di telepon: “Bos, aku dan nyonya sudah mau masuk.”

Yuni Lim tahu Andrea sedang menelepon Candra Gail, sehingga ia tidak bersuara agar tidak mengganggunya.

Terdengar keheningan sesaat di ujung telepon sana. Andrea ingin bertanya apakah perlu ia memberikan teleponnya ke Yuni Lim, namun ternyata Candra Gail berujar lebih dulu.

Suaranya sedikit serak: “Kalian masuk saja. Ingat, harus membawanya kembali ke negara asal dengan selamat. Tidak boleh timbul masalah sedikit pun.”

Novel Terkait

Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
5 tahun yang lalu
My Tough Bodyguard

My Tough Bodyguard

Crystal Song
Perkotaan
5 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu