After Met You - Bab 454 Menjadi Lengket Seperti Gilbert

Setelah Yuni Lim mendapatkan jawaban, dengan cepat menjawab ia menutup telepon untuk menelepon orang lain.

Yuni Lim menelepon Alex Paige, tapi sepertinya pria itu sedang sangat sibuk di ujung sana. Setelah mengatakan ia tidak tahu, dengan segera pria itu menutup telpon.

Yang tersisa hanyalah Daniel Mo.

“Nyonya.”

“Dokter Mo, apakah Candra ada bersamamu?”

Selesai bicara, Yuni Lim merasa gelisah.

Pasti Candra Gail sedang bersama Daniel Mo, karena kalau tidak, Yuni Lim tidak tahu harus mencari pria itu kemana lagi.

Ia juga sudah menelepon ke perusahaan dan mereka mengatakan bahwa pagi ini Candra Gail bahkan tidak pergi ke perusahaan.

“Tuan datang kesini tadi pagi, tapi aku juga tidak tahu dengan jelas kemana ia pergi setelahnya.” jawab Daniel Mo dengan gelisah. Ia pun bertanya: “Ada masalah apa?”

Hati Yuni Lim serasa tenggelam.

Yuni Lim menjulurkan tangannya untuk bertopang pada sisi meja. Ia tidak segera menjawab pertanyaan Daniel Mo dan balik bertanya: “Ia... Ketika Candra datang ke tempatmu, apakah ia bilang sesuatu? Atau apakah ada sesuatu yang aneh?”

Daniel Mo menjawab dengan jujur: “Aku tidak memperhatikannya. Ia datang untuk mengambil obat dan setelah aku memberikannya padanya, ia langsung berjalan pergi.”

Daniel Mo benar-benar tidak memperhatikan saat itu. Saat Candra Gail datang, kebetulan ia sedang menghidupkan sebuah mesin. Jadi Daniel Mo hanya memberikan obatnya pada Candra Gail tanpa banyak bertanya. Ketika ia sudah selesai dengan urusannya, ternyata Candra Gail sudah pergi.

“Baiklah, aku mengerti.” Begitu Yuni Lim selesai berbicara, ia pun menutup telepon.

Setelah menutup telepon, Yuni Lim berdiri terpaku dengan bingung. Kemana Candra Gail?

Suara pelayan pun memecah lamunan Yuni Lim: “Nyonya, makan malam sudah siap. Apakah nyonya mau makan sekarang?”

“Ajak tuan muda makan dulu saja, aku akan naik keatas.” Yuni Lim membalikkan tubuhnya dan berjalan naik.

Ia pergi ke ruang kerja Candra Gail.

Ruang kerja itu kosong. Yuni Lim menghampiri meja kerja Candra Gail dan baru menyadari bahwa ponsel pria itu tergeletak di atas meja.

Ia juga tidak bangun terlalu pagi. Setelah bangun, Yuni Lim mengurus Gilbert Gail dan menyantap sarapan. Ia lalu membawa putranya pergi keluar untuk berjalan-jalan. Ketika mereka pulang, hari sudah menjelang siang. Yuni Lim menyantap makan siang lalu menemani putranya tidur siang.

Yuni Lim tidak melakukan apapun selain menemani Gilbert Gail dan tidak juga melakukan hal lainnya, namun ia sama sekali tidak memiliki waktu kosong sehingga tidak bisa memeriksa ruang kerja.

Candra Gail bangun begitu pagi dan tidak membawa ponselnya ketika keluar keluar, entah tindakan itu disengaja atau tidak.

Semalam, Candra Gail menuangkan air untuk Yuni Lim. Ia memang tipe pria yang tidak banyak bicara namun menunjukkan perasannya lewat tindakannya. Tindakannya saat ia memberikan air kepada Yuni Lim menandakan bahwa mereka sudah berbaikan.

Menilai dari tindakannya itu, Candra Gail tidak terlihat sedang memberi peringatan dan tidak ada alasan baginya untuk tiba-tiba menghilang.

Tidak mungkin Candra Gail mengalami kecelakaan, bukan?

Hati Yuni Lim terasa kacau. Ia duduk di kursi tempat Candra Gail biasanya duduk dan menelepon Andrea.

Sambungan telepon Andrea diputus oleh Yuni Lim dan ketika ia mencoba menghubunginya kembali dua kali, ternyata sambungan masih sibuk. Itu sebabnya Andrea tidak mencoba menelepon lagi dan menunggu Yuni Lim meneleponnya.

Jadi ketika Yuni Lim meneleponnya kembali, Andrea dengan segera mengangkatnya.

“Nyonya! Ada apa? Apakah bos tidak pulang?”

Yuni Lim bertanya dengan nada sedikit berharap: “Apa kamu tahu ia ada dimana? Ia sudah pergi pagi-pagi sekali dan tidak membawa ponselnya. Pagi tadi ia pergi ke tempat Dokter Mo tapi sampai sekarang masih belum kembali.”

Andrea terkejut saat mendengar apa yang Yuni Lim katakan. Sebuah hal yang sangat jarang terjadi apabila Candra Gail tidak membawa ponselnya.

“Aku akan menyuruh orang untuk memeriksa. Jangan khawatir nyonya. Begitu ada kabar apapun, aku akan langsung menelepon nyonya.”

“Baiklah.”

……

Yuni Lim duduk di ruang kerja untuk beberapa saat lalu bangkit berdiri dan berjalan keluar.

Seharusnya Gilbert Gail sudah selesai makan sekarang. Lebih baik ia menidurkannya dulu baru nanti bicara lagi.

Ternyata sampai Gilbert Gail tidur, telepon dari Andrea tidak kunjung datang.

Tepat pada saat itu, suara mesin mobil terdengar dari luar vila.

Hati Yuni Lim melonjak senang, apakah itu Candra Gail yang sudah pulang?

Tanpa berpikir panjang, Yuni Lim mengenakan sandalnya dan berlari keluar.

Langit sudah gelap dan lampu jalan di halaman sudah menyala. Cahaya lampu menembus pepohonan, membuat bayangan pohon menghambur ke tanah. Cuaca panas musim panas masih belum hilang. Begitu Yuni Lim keluar, ia merasa hawa panas menerjangnya.

Ia pun berseru sambil berlari: “Candra!”

Larinya sangat cepat.

Ketika Yuni Lim sampai di pintu utama vila, orang yang ada di dalam mobil baru turun.

Ketika sosok yang membahagiakan itu muncul di pandangan, Yuni Lim tidak bisa menahan air matanya agar tidak mengalir.

Setelah Candra Gail turun dari mobil, ia mengangkat matanya dan menatap Yuni Lim yang berdiri di ambang pintu dengan terkejut.

Ia berjalan menghampiri, nada suaranya terdengar mencela: “Kenapa berdiri...” Disini.

Tapi belum sempat Candra Gail mengucapkan kata terakhir itu, kata-katanya terhenti saat melihat air mata Yuni Lim.

Yuni Lim tidak bisa menahan diri lagi dan menghamburkan diri ke pelukan Candra Gail: “Kamu kemana.... Hiks hiks...”

Tenaga Yuni Lim saat menghamburkan diri ternyata sangat kuat. Candra Gail sampai harus mengambil dua langkah mundur berturut-turut untuk menyeimbangkan posisi mereka.

Candra Gail secara refleks memeluk Yuni Lim. Saat ia merasakan air mata yang mulai membasahi bagian depan pakaiannya, barulah ia merespon.

Pria itu memanggilnya dengan suara pelan: “Yuni?”

Yuni Lim tidak mengucapkan apapun, hanya memeluk Candra Gail kuat-kuat dan masih menangis sesenggukan.

Candra Gail menepuk-nepuk pelan punggung Yuni Lim, tidak bersuara maupun bergerak. Supir dan pengawal pribadi yang berada di belakangnya juga tidak berani bergerak sedikitpun.

Entah berapa lama waktu berlalu, namun akhirnya tangisan Yuni Lim pun berhenti. Candra Gail lalu memeluknya dan membawanya masuk ke dalam vila.

Supir dan pengawal pribadi yang terus berada di belakang mereka pun berjalan mengikuti.

……

Begitu masuk ke dalam vila, ada pelayan yang menyambut Candra Gail: “Tuan.”

“Bawakan kantung es.” ujar Candra Gail, langkah kakinya tidak berhenti.

Ia tahu Gilbert Gail sudah tidur di dalam kamar, jadi ia membawa Yuni Lim masuk ke kamar tamu.

Ia meletakkan Yuni Lim diatas kasur dan membiarkan wanita itu duduk. Seorang pelayan pun masuk sambil membawa kantung es.

Candra Gail mengambil kantung es itu dan berujar tanpa menoleh: “Keluar.”

Setelah pelayan itu keluar, Candra Gail berjalan sampai di pinggir kasur dan duduk. Ia lalu menempelkan kantung es itu pada mata Yuni Lim.

Karena kantung es itu terlalu dingin, jadi Candra Gail hanya menempelkannya sebentar lalu melepaskannya.

Yuni Lim duduk bersimpuh diatas kasur, sepasang matanya bengkak sebesar kacang walnut. Ia menatap Candra Gail dengan matanya yang merah, bahkan ujung hidungnya juga merah. Kabut air mata di matanya membuat Yuni Lim terlihat menyedihkan.

Candra Gail menempelkan kantung es itu dua kali, lalu ia tidak dapat menahan diri lagi. Ia menunduk dan mencium mata Yuni Lim. Ia menggenggam wajah wanita itu dan menciumnya sampai Yuni Lim kehabisan napas, barulah ia melepaskannya. Ia menjulurkan tangannya dan menyentuh wajah Yuni Lim: “Bukankah aku hanya keluar seharian saja, kenapa bisa sama lengketnya seperti Gilbert?”

Yuni Lim mengerutkan bibirnya, suaranya masih sesenggukan: “Aku pikir kamu sudah pergi... Tidak akan kembali lagi...”

Candra Gail mengernyitkan alisnya: “Omongan bodoh macam apa itu? Kamu dan Gilbert ada disini, memangnya aku bisa pergi kemana?”

Mata Yuni Lim berkedut dua kali dan ia berujar: “Kenapa kamu tidak membawa ponselmu kalau kamu keluar rumah?”

Mata Candra Gail berkelip sedikit dan ia memicingkan matanya lalu berujar: “Aku lupa. Selanjutnya tidak akan lupa lagi.”

Novel Terkait

Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
3 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu