After Met You - Bab 594 Tulisan Tangan Lukman

“Oh, itu... Kita naik mobil saja.”

Setelah kesadaran Yuni Lim kembali, ia cepat-cepat melihat sekilas ke arah Candra Gail pergi lalu menunduk dan masuk ke dalam mobil.

Setelah ponselnya diambil oleh Candra Gail, pria itu juga tidak mengembalikannya. Yuni Lim sendiri juga tidak membeli ponsel baru.

Sekarang, ia hanya duduk diam di mobil tanpa bisa mengerjakan apapun. Ia juga tidak memiliki ponsel untuk dimainkan.

Untung saja sang supir adalah seseorang yang pengertian. Melihat Yuni Lim yang sepertinya bosan, ia pun memberikan dua buah majalah padanya.

Akan tetapi, semua majalah di mobil Candra Gail hanya membahas tentang keuangan. Yuni Lim tidak bisa memahami apapun, sehingga ia hanya melihat-lihat sebentar dan merasa majalah itu tidak berarti.

Tanpa sadar, Yuni Lim menoleh ke samping dan melihat ke arah luar jendela mobil. Ia melihat ada seseorang yang melihat ke arahnya dari jarak yang tidak terlalu jauh.

Orang itu adalah seorang wanita yang mengenakan selembar gaun terusan berwarna putih. Wanita itu memiliki tinggi yang semampai dengan paras yang lumayan menarik. Ia terus-menerus melihat ke arah Yuni Lim, seolah-olah dengan sengaja sedang menarik perhatian Yuni Lim.

Mata Yuni Lim bersirat ragu, ia tidak tahu apakah sebaiknya ia turun dari mobil dan menghampiri wanita itu.

Para pengawal yang dibawa oleh Candra Gail itu sangat waspada. Mereka hanya melihat sekilas ke arah wanita itu lalu menolehkan kepala mereka pada Yuni Lim dan berujar: “Nyonya, kita undang dan persilakan saja wanita itu kesini. Sepertinya ada hal penting yang ingin ia bicarakan dengan nyonya.”

Benak Yuni Lim mengerti dengan jelas bahwa meskipun para pengawal itu menggunakan kata ‘mengundang’, tapi yang mereka maksud adalah menangkap wanita itu dan menginterogasinya.

Walaupun sebenarnya Yuni Lim tidak menyukai cara ini, tapi inilah satu-satu caranya yang paling ringkas dan memberikan hasil paling nyata.

Gerak-gerik wanita itu memang sangat mencurigakan.

Yuni Lim mengangguk: “Baiklah.”

Setelah mendapatkan ijin dari Yuni Lim, para pengawal itu tanpa banyak bunyi lagi langsung turun dari mobil. Mereka menghampiri wanita itu dan membawanya menghampiri Yuni Lim.

Saat wanita itu datang, ia terus memberontak: “Mau apa kalian menangkapku?! Benar-benar tidak sopan! Aku beritahu kalian...”

“Nyonya, kami sudah bawa orangnya.” Para pengawal itu juga tidak peduli apa yang wanita itu katakan, mereka hanya membawanya ke hadapan Yuni Lim.

Tingkah para pengawal yang bisa menjadi begitu tidak bermoral seperti ini juga karena posisi Candra Gail.

Tidak ada orang yang berani dengan mudahnya menyinggung Candra Gail. Akibatnya, mereka juga tidak takut untuk menyinggung orang lain.

Melihat para pengawal yang mencengkeram sisi kiri dan sisi kanan wanita bergaun putih itu, Yuni Lim pun merasa ini bukanlah sesuatu yang pantas. Bagaimana kalau wanita itu memang hanya ingin melihatnya dan tidak memiliki maksud jahat?

Begitu terpikir akan hal ini, nada suara Yuni Lim melembut: “Kalian lepaskan ia dulu.”

Begitu dilepaskan, wanita itu pun tersenyum dan melangkah ke hadapan Yuni Lim: “Nyonya benar-benar baik hati.”

Yuni Lim masih tetap duduk di dalam mobil, hanya kaca jendelanya saja yang diturunkan. Ia dapat melihat kejadian di luar dengan jelas, dan orang di luar dapat melihatnya dengan jelas pula. Tapi, mereka masih dipisahkan oleh pintu mobil. Andaikata wanita itu melakukan suatu tindakan yang berbahaya, Yuni Lim masih berada di posisi yang menguntungkan karena tetap dapat mengantisipasinya.

Yuni Lim menilai wanita di hadapannya dengan detail. Ia bisa menilai semuanya, dari merek pakaian yang ia kenakan, sampai ke berbagai aksesoris seperti bros dan jepit rambut yang ia kenakan. Setidaknya sebagai permulaan, Yuni Lim bisa mengatakan bahwa wanita ini berasal dari latar belakang yang biasa saja.

“Apakah kamu mengenalku?” Yuni Lim tidak langsung bertanya kenapa wanita itu terus-terusan menatapnya, melainkan memilih pertanyaan yang bersifat lebih kompromi.

Begitu wanita itu mendengarnya, raut mukanya terlihat terkejut. Seolah-olah ia tidak menduga Yuni Lim akan bertanya seperti itu padanya.

“Nyonya, apakah nyonya mengingatku? Perjamuan makan sebelumnya, aku beruntung bisa pergi menghadirinya sekali dan bertemu denganmu. Aku tahu nyonya adalah nyonya Candra Gail, kamu cantik sekali...”

Semakin ia bicara, wanita itu semakin terasa bersemangat. Sambil bicara, ia sambil menjulurkan tangannya masuk dari luar jendela. Sepertinya ia terlalu bersemangat dan tanpa sadar gerakannya seperti ingin mengenggam tangan Yuni Lim.

Yuni Lim sedikit mengernyit dan menyender ke belakang, tidak memberikan wanita itu kesempatan untuk menyentuhnya.

Akan tetapi, saat ia melihat wanita itu menarik kembali tangannya, Yuni Lim melihat segumpal kertas jatuh dari dalam tangan wanita itu ke dalam mobil.

Melihat gumpalan kecil kertas itu, Yuni Lim mengangkat pandangannya dan menatap wanita itu. Ia ragu dan tetap bergeming.

Gerakan wanita itu barusan tidak terduga oleh para pengawal. Mereka langsung segera menarik kembali wanita itu. Setelah menyuruhnya berada di jarak tertentu dari jendela mobil, mereka memegangnya erat-erat dan tidak melepaskannya.

Berkilat cepat sebuah sinar terang dalam mata wanita itu, lalu kemudian kembali seperti semula: “Jujur saja, aku hanya penasaran seperti apa nyonya yang dimiliki oleh seseorang seperti Tuan Candra. Saat aku penasaran, aku hanya ingin melihatnya lebih jelas. Aku tidak bermaksud jahat, boleh tidak kalian melepaskanku?”

Wanita itu bicara dengan sangat terus terang, kedengarannya mudah dimengerti dan tidak seperti sedang berbohong.

Para pengawal itu tidak bergerak, hanya menatap Yuni Lim.

“Lepaskan nona ini dan minta maaflah padanya. Kalian terlalu tidak masuk akal, bagaimana bisa menangkap orang seenaknya?”

Yuni Lim mengatakan kata-kata yang terdengar luar biasa. Ia lalu menaikkan kaca jendela mobil untuk menghalau pandangan orang di luar.

Kemudian ia bersandar di kursinya, sedikit memejamkan mata dan berkata pada supir: “Aku sedikit mengantuk, aku mau istirahat sebentar. Jangan membangunkanku.”

Setelah supir memasang papan pembatas, Yuni Lim dengan segera membuka kedua matanya. Ia melihat sekilas keluar jendela dan menyadari para pengawal sudah membebaskan wanita itu, sedangkan beberapa orang sedang berdiri di depan mobil dan melihat kondisi.

Yuni Lim memutar bola matanya. Setelah memastikan mereka tidak akan datang mengetuk jendela mobil, ditambah dengan Candra Gail yang tidak kunjung kembali, ia lalu menjulurkan tangan untuk memungut gumpalan kecil kertas yang tadi dijatuhkan wanita itu.

Setelah memungutnya, Yuni Lim tidak langsung berani untuk melihatnya. Ia justru dengan hati-hati menyembunyikannya di dalam tas.

Setelah beberapa detik berlalu, Yuni Lim merasa bagaimanapun juga akan lebih baik apabila ia melihatnya dulu.

Secepat kilat ia membuka gumpalan kecil kertas itu. Diatasnya tertulis sebaris tulisan tangan yang sangat akrab di matanya tentang sebuah alamat yang asing dan sebuah nomor telepon.

Dipojok kanan bawah juga tertulis kata ‘LU’.

Hati Yuni Lim kaget setengah mati. Tidak salah lagi, ini adalah tulisan tangan Lukman!

Ia segera menengadah, menurunkan kaca jendela mobil, dan melihat ke arah Wanita tadi. Tapi sudah tidak terdapat siapapun disana.

Kemudian ada pengawal yang maju dan bertanya pada Yuni Lim: “Nyonya, ada apa?”

Yuni Lim menarik sudut bibirnya dan sebisa mungkin mengatur raut wajahnya agar terlihat sama dengan yang sebelumnya: “Tidak apa, aku hanya ingin tanya apakah tuan kalian belum juga kembali?”

Pengawal itu juga tidak curiga dan hanya berujar: “Tuan sedang berbincang, mungkin akan sedikit lama.”

Yuni Lim tersenyum dan mengangguk. Setelah menurunkan kaca jendelanya, ia bersandar di kursi dan menghela napas panjang.

Sama seperti pencuri, ia merasa sangat gugup sampai mau mati.

Yuni Lim kemudian kembali melihat kertas kecil itu beberapa kali. Setelah ia yakin telah menghafal semua yang tertulis di dalamnya, ia kemudian merobek-robek kertas itu menjadi puing-puing kecil. Ia meletakkan sobekan kertas itu di dalam telapak tangannya kemudian membuka sebuah botol air dan menuangkan sedikit airnya ke dalam tangannya untuk membuat puing kertas itu menjadi hancur seperti bubur. Yuni Lim lalu meletakkan tangannya ke atas tong sampah dan membilasnya dengan air.

Setelah selesai, Yuni Lim pun mulai merasa gelisah.

Pasti Lukman yang menyuruh orang untuk mengantarkan kertas kecil ini.

Dan hanya ialah yang bisa terpikirkan cara yang tidak akan membuat orang lain curiga seperti ini, sehingga dengan sukses mengantarkan kertas kecil itu ke dalam genggaman Yuni Lim.

Lagipula, semua hal yang pernah diperbuat Lukman menunjukkan betapa hati-hatinya ia dalam setiap gerak geriknya.

Tapi, haruskah Yuni Lim pergi menemuinya sekali lagi?

Yang benar, ia memang seharusnya pergi menemui Lukman sekali lagi.

Paling tidak, ia harus mengatakan dengan jelas... Bahwa pertemuan mereka selanjutnya bukanlah sebagai teman lagi.

Kejadian yang sudah terjadi memang sudah terjadi, siapapun tidak bisa mengubahnya dan tidak bisa menganggapnya seperti tidak pernah terjadi.

Bahkan jika Yuni Lim meminta Candra Gail dan Lukman mengubah permusuhan mereka menjadi pertemanan, mereka berdua sepertinya tidak akan setuju.

Novel Terkait

Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
5 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
3 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
3 tahun yang lalu