After Met You - Bab 621 Jawaban Yang Tidak ‘Berwarna’

Ia mengikat Yuni Lim dengan sangat erat sehingga wanita itu tidak bisa bergerak sedikitpun. Apapun yang ia katakan juga tidak dihiraukan oleh Candra Gail. Akhirnya, Yuni Lim hanya bisa pasrah.

Tepat pada saat itu, ponsel Yuni Lim yang berada di dalam sakunya berbunyi.

Yuni Lim menebak, pastilah Lina yang meneleponnya.

Dengan raut datar ia pun menoleh, melihat ke arah Candra Gail, lalu berseru lantang padanya: “Ponselku berbunyi!”

Candra Gail menjulurkan sebelah tangannya keluar dan mengeluarkan ponsel dari saku baju Yuni Lim. Setelah melihat benda itu sekilas, ia lalu mematikan telepon yang masuk dan membuang benda itu ke samping.

“Hei! Apa yang kamu lakukan!” Yuni Lim menatap Candra Gail dengan tercengang. Sepertinya memang ia yang terlalu banyak pikir, mananya dari Candra Gail yang sekarang ini yang sedikit kembali seperti semula?

Jelas-jelas sikap pria itu bertambah parah!

Yuni Lim enggan untuk mendekat pada Candra Gail. Tapi dalam kondisi mobil yang sedang melaju dan fokusnya yang tidak stabil, sedikit kecerobohannya membuat sekujur tubuhnya terdampar ke dalam pelukan Candra Gail.

CIIIITTT—

Mobil direm mendadak di tengah hujan. Suaranya berdecit di telinga.

Yuni Lim juga menyadarinya bahwa saat ia terjatuh, ia menyentuh bagian yang sedikit sensitif itu sehingga Candra Gail kehilangan kontrol dan langsung mengerem mendadak.

Hati Yuni Lim langsung menjadi panik, ia meronta untuk bangun.

Tapi, gerakan kedua tangannya sekarang sangat terbatas. Yuni Lim meronta sampai bercucuran keringat, namun tidak berhasil untuk bangun.

Sebaliknya, gesekannya di seluruh tubuh Candra Gail semakin membuatnya membara.

Candra Gail mengangkat kerah baju Yuni Lim, sedangkan sebelah tangannya yang lain melingkar di pinggang wanita itu. Ia lalu membantunya bangun dan mendudukkan Yuni Lim diatas pahanya.

Lampu di dalam mobil tidak dinyalakan. Yuni Lim tidak dapat melihat ekspresi Candra Gail, namun ia dapat merasakan napas memburu pria itu di wajahnya.

Kedua kakinya yang semula dalam posisi bersilang pun disingkapkan, ia duduk berhadapan dengan Candra Gail diatas paha pria itu. Kedua orang itu menempel dengan sangat lekat, postur mereka terlihat sangat intim.

Yuni Lim memalingkan wajahnya dengan malu.

“Kenapa tidak menggesek lagi? Ayo lanjutkan. Yang jelas, disini tidak ada orang...”

Suara Candra Gail sedikit serak. Ia mengucapkan kalimat selanjutnya di samping telinga Yuni Lim, lalu menjilat daun telinga wanita itu setelah selesai berujar.

Yuni Lim gemetar, suaranya mendengung seperti nyamuk: “Kamu... Kembalikan aku ke tempat duduk.”

“Kamu saja sudah masuk ke dalam pelukanku, mana mungkin aku kembali mendudukkanmu? Sebagai suamimu, memuaskanmu adalah kewajibanku.” Sambil bicara, tangan Candra Gail sudah mulai berselancar di pinggang Yuni Lim.

Cih! Kewajiban sialan!

Yuni Lim menggigit bibirnya.

Ia tidak dapat menang dalam silat lidah dengan Candra Gail, jadi lebih baik ia diam saja.

Tapi, Candra Gail malah tidak melepaskannya.

Walaupun Yuni Lim tidak bicara, tapi Candra Gail tetap memiliki cara untuk menghadapinya.

Tangannya menggerayang di seluruh bagian tubuh Yuni Lim, membuat wanita itu mengeratkan giginya untuk menahan diri.

Candra Gail berujar dengan suara memikat yang sulit dijabarkan: “Kamu harus menahannya. Kalau aku sampai tahu kamu bergerak, malam ini kita menginap di mobil.”

Tidak boleh bergerak?

Kalau begitu jangan menyentuhnya!

Sepasang pria dan wanita dewasa yang sehat, apalagi sepasang suami istri yang saling mencintai, bagaimana mungkin bisa tidak bergerak? Terlebih saat tangan si pria terus menggerayangi tubuhnya! Malah aneh kalau tidak bergerak!

Candra Gail tidak berniat melepaskan Yuni Lim, makanya pria itu sengaja mencari alasan semacam ini. Ini adalah sifatnya yang memalukan.

Tapi, Yuni Lim juga tidak dapat berbuat apa-apa terhadap Candra Gail. Pada akhirnya, pria itu berhasil mendapatkannya.

Mereka bercumbu untuk waktu yang sangat lama sampai Yuni Lim merasa kabur dan linglung. Ketika akhirnya ketenangan memenuhi seisi mobil, hujan di luar pun sudah berhenti turun.

Kesadaran Yuni Lim sedikit kabur, namun ia masih dapat mengingatnya. Di saat yang paling terakhir, Candra Gail melakukannya di luar.

Kenapa ia malah... melakukannya di luar?

Bukankah sebelumnya Candra Gail pernah berkata ingin memberikan seorang adik perempuan untuk Gilbert Lin?

Bahkan saat Candra Gail tahu Yuni Lim mengkonsumsi obat kontrasepsi, pria itu menjadi sangat marah.

Yuni Lim tidak akan percaya bahwa alasan Candra Gail melakukannya di luar adalah karena ia merasa situasinya sekarang kurang tepat untuk memiliki anak. Pria itu tidak mungkin terganggu dengan hal seperti ini.

Setelah napasnya menjadi sedikit lebih teratur, Yuni Lim baru bertanya pada Candra Gail: “Kenapa melakukannya di luar...”

Candra Gail membuat Yuni Lim terlalu lelah sehingga suaranya sangat lembut seperti wanita penggoda.

Jakun Candra Gail pun bergerak setelah mendengarnya. Ia menopang wajah Yuni Lim dengan kedua tangannya dan mencium bibirnya. Lalu, ia pun berujar dengan napas yang memburu: “Ternyata kamu suka aku melakukannya di dalam. Aku akan memperhatikannya untuk selanjutnya.”

Yuni Lim terdiam. Memang ia tidak berharap Candra Gail akan memberikannya jawaban yang ‘tidak berwarna’ dalam hal seperti ini.

...

Waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam saat kedua orang itu kembali ke kastil Morgen Wen.

Saat Candra Gail menggendong Yuni Lim turun dari mobil, semilir udara dingin tiba-tiba menggerayangi lehernya. Yuni Lim mengerutkan lehernya dan bersandar ke dalam pelukan pria itu.

Kedua orang itu diam seribu bahasa di sepanjang perjalanan kembali ke kamar dan tidak membangunkan para pelayan.

Sekembalinya ke kamar, Candra Gail menyiapkan air mandi terlebih dahulu.

Yuni Lim duduk diatas kasur dan menyalakan ponselnya.

Seharusnya, Daniel Mo saat ini sudah naik pesawat.

Lina hanya meneleponnya dua kali.

Asisten Candra Gail yang handal mana mungkin tidak dapat menebak apa yang terjadi?

Yuni Lim ragu sesaat. Ia tidak menelepon Lina kembali melainkan mengirimkan Andrea sebuah pesan pendek: Daniel Mo sudah pergi.

Andrea pasti tahu harus berbuat apa dengan kata-kata singkat ini.

...

Belakangan ini, Andrea sangat sibuk. Sampai-sampai ia tidak mungkin tidur jika hari belum menjelang subuh.

Ketika ia sudah selesai mandi dan sedang bersiap untuk pergi tidur, ponselnya berdenting yang menandakan adanya pesan masuk.

Karena kata-kata dalam pesan itu sangat singkat, Andrea hanya perlu melihat layar ponselnya saja untuk membaca isi pesan itu. Saat ia melihat bahwa pengirim pesan itu adalah Yuni Lim, Andrea pun tahu telah terjadi suatu hal yang buruk. Ia langsung menelepon Lina.

Telepon itu berdering cukup lama sebelum akhirnya diangkat. “Kak.”

Mendengar suara Lina yang sangat parau, raut wajah Andrea pun menjadi serius: “Kamu dimana?”

Lina menyedot hidungnya sejenak lalu berujar: “Di rumah Daniel.”

“Tungu aku disana.”

Setelah Andrea berkata singkat, telepon itu lalu diputus. Ia berganti pakaian secepat kilat, dan mengemudikan mobilnya menuju rumah Daniel Mo.

Begitu ia tiba di lantai bawah rumah Daniel Mo, Andrea segera turun dari mobil. Bahkan tanpa mengunci pintu mobilnya, ia pun lari terburu-buru menuju ke dalam rumah.

“Lina!”

Tidak ada jawaban, namun seluruh lampu di dalam vila terang-benderang.

Andrea tidak perlu menoleh kesana-kemari untuk menemukan Lina.

Lina duduk di sofa dalam aula ruang tamu, rambut dan pakaiannya basah kuyup. Wajahnya pucat pasi, dan ia tetap bergeming saat Andrea masuk.

Melihat rupa Lina yang seperti ini, Andrea pun mengernyitkan alisnya yang tegas dan menghampirinya: “Lina, bukankah hari ini kamu pergi untuk urusan bisnis? Kenapa bisa disini?”

“Kak, sebenarnya kamu tidak perlu datang. Aku tidak apa-apa.” Lina mengangkat kepalanya unutk melihat Andrea. Ia menyunggingkan seulas senyuman, seolah-olah menunjukkan hati yang senang.

Kernyitan alis Andrea pun semakin menjadi. Ia membalikkan tubuhnya lalu menghela napas: “Sudah pergi ya biarkan pergi saja. Pria itu tidak ada yang serius. Nanti kakak akan mencarikan orang lain yang lebih baik untukmu.”

Sebenarnya, hati Andrea tidak setenang kata-kata yang mulutnya lontarkan. Bahkan ia tidak berani bertanya kenapa Daniel Mo harus pergi ataupun pergi kemana.

Lina adalah adik perempuannya. Ia tahu seberapa berartinya Daniel Mo bagi Lina.

Dari berbagai sisi, dapat dikatakan sebenarnya Andrea bersyukur dengan keberadaan Daniel Mo.

Tapi, akhir yang seperti ini membuat Lina menjadi sesedih ini. Sudah bagus ia sebagai seorang kakak tidak menghabisi pria itu.

Senyum di wajah Lina sudah hampir tidak tertahan lagi, namun ia masih mengangguk: “Baiklah.”

Sebaliknya, Andrea tidak sanggup lagi melihat Lina yang memaksakan raut senangnya seperti itu: “’Baiklah’ omong kosong! Kemana Daniel brengsek itu kabur? Aku akan menangkapnya kembali untukmu!”

Novel Terkait

Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
5 tahun yang lalu
Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
4 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
5 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
4 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
4 tahun yang lalu
Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
4 tahun yang lalu