After Met You - Bab 246 Si Pria Jelek Kekanak-kanakan Dan Keterlaluan

Pada akhirnya Yuni memilih untuk memakai jaket berwarna merah itu dan memadukannya dengan baju berwarna putih yang berkerah panjang sampai menutupi leher.

Setelah selesai makan siang, dia kembali ke kamar untuk beristirahat, dia berharap suasananya segera membaik.

Pukul 2 tepat dia bangun, lalu dia memakai make-up dan mengikat rambutnya yang panjang, setelah itu dia berkaca di depan cermin, tetapi dia masih merasa ada yang aneh.

Saat dia turun dari tangga, kebetulan dia berpapasan dengan Candra yang barusan dari dapur untuk menata gelas.

Candra mendengar bunyi kaki Yuni turun dari tangga, lalu dia menengadahkan kepala melihat Yuni.

Meskipun Yuni hanya mengenakan pakaian yang bergaya casual, tetapi di mata Candra, Yuni sangat menarik dan mempesona.

“Surat ijin mengemudi (SIM).” ucap Yuni sambil melangkah mendekatinya, lalu tangan satunya menggenggam tangan Candra.

Dia bersikeras melarang Candra menyuruh supir untuk mengantarnya, kalau tidak begitu Candra bisa tahu.

Candra menundukkan kepala melihat pergelangan tangan Yuni yang putih, lalu dia menggenggam tangan Yuni dengan telapak tangannya, menggenggamnya dengan erat dan dengan menggunakan tenaga hingga membuat Yuni jatuh ke pelukannya.

Tangan satunya sedang memegang gelas yang berisi air, dia memegangnya dengan seimbang hingga tidak ada air yang menetes sedikitpun.

Candra terpukau dengan tatapan Yuni, lalu dia membungkukkan badan mencium bibir Yuni.

Setelah menciumnya, Candra mendekap Yuni yang sudah mulai sesak napas, dengan sikapnya yang lembut dan bibirnya yang tipis itu dia mengatakan dua kata: “Tidak kasih.”

“Kamu!”

Yuni sangat kesal, lalu dia mendorong Candra, dia mengulurkan tangan menghapus bekas ciuman dari bibirnya, dia bergumam, lalu membalikkan badan sambil memikirkan sesuatu.

“Sudahlah, kamu antar aku pergi, aku sedang buru-buru.”

Wajah Yuni menggambarkan rasa tidak berdaya,dia melihat jam sambil mengerutkan alis.

Candra meletakkan gelas di meja sampingnya, sepertinya dia sudah mempertimbangkannya, lalu dia berkata: “Baiklah.”

Yuni tersenyum bahagia melihat dia mengambil mobil di garasi, matanya menggambarkan suatu keberhasilan.

Dia belum sempat mengambil surat ijin mengemudinya! tapi sudah ketahuan oleh Candra!

……………………………

Yuni berdiri di depan pintu gerbang, melihat Candra mengemudikan mobil keluar dari rumah.

Candra menghentikan mobilnya tepat di depan Yuni, lalu dia membuka pintu mobil: “Naiklah.”

Yuni naik ke mobil tanpa bicara apapun.

Sekalinya naik ke mobil, dia langsung membuka botol air dan hendak meminumnya, tetapi saat mobil akan melaju ke depan, dia karena badannya lembab terhentak ke depan, botol air yang di tangannya itu “tanpa disengaja” terjatuh.

Lagi “sangat tidak beruntung” botol itu jatuh ke badan Candra, air yang didalam botol itu tumpah ke badannya dan membasahi celananya.

“Bunyi krek……………..”

Dia mengerem mendadak, lalu mobilnya berhenti.

“Ma….maaf…..” Yuni melihat bagian celana Candra yang basah.

Dia berusaha sekuat tenaga untuk menahan tawa.

“Kalau begitu…aku bantu kamu mengelapnya ya…” Yuni mengambil tisu, dengan pelan dia melihat Candra, wajahnya memancarkan rasa takut.

“Puas?” ucap Candra sambil melihatnya dengan dingin.

Yuni terkejut: “Apa?”

“Tunggu aku didalam mobil.” Nada bicara Candra sedikit kesal, dia hanya mengatakan kalimat itu, lalu langsung membuka pintu dan turun dari mobil.

Yuni mengelus dada, dia sangat terkejut.

Dia melihat Candra dari kaca spion, lalu perlahan--lahan duduk di jok pengemudi.

Setelah Candra turun dari mobil, baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba dia teringat sesuatu.

Saat dia menengok ke belakang, mobil hitam bermerek Bentley itu sudah pergi jauh.

“Yuni!”

Wajahnya semakin nampak terlihat kesal, dia belum sempat mengambil SIM Yuni, dia tahu kalau Yuni masih belum puas melakukannya, dia anggap Yuni paling bisa melakukan kenakalan seperti itu.

Tidak disangka ternyata dugaannya salah, rencana yang diharapkan Yuni ternyata sangat serius.

Candra menghela napas, lalu mengeluarkan handphone untuk menelepon Yuni.

Teleponnya dengan sangat cepat langsung terhubung.

“Yuni, aku kasih kamu waktu 10 menit untuk kembali kesini, kalau tidak maka kamu tanggung sendiri akibatnya!”

Jika dia berani tidak kembali, maka putuslah riwayatnya!

Yuni ketakutan mendengar nada bicara Candra yang begitu dingin, tetapi saat dia teringat Candra menutupi sesuatu darinya dan masih belum menyembunyikan SIM miliknya, tiba-tiba ada keberanian dari dalam dirinya.

Dia memperlambat kecepatan mobilnya, dia meminum setengah botol air, lalu dia berbicara dengan nada bicara yang dingin pula: “Sebaiknya kamu tidak usah mengejarku, bagaimanapun juga, sekalinya aku menyetir mobil dengan kecepatan tinggi hingga kehilangan kendali pun aku tidak peduli seberapa besar hukumannya jika terjadi kecelakaan pada diriku sendiri atau aku menabrak orang lain.”

Setelah dia berbicara dengan nada dingin itu, hatinya sebenarnya sangat ketakutan.

Sementara itu di sisi lawan bicaranya terdengar hembusan seakan mencoba bersabar: “Kurang 1 helai rambut pun, aku akan membuang Sapi.”

Lagi-lagi dia mengancam Yuni dengan kalimat itu.

Dia teringat saat Candra melakukan “tindak kejahatan” pada Sapi, Yuni didalam hatinya merasa sangat takut, dengan kesal sambil berkata: “Baiklah baiklah, aku mengerti.”

Benar-benar sangat menyebalkan!

Perkataan Yuni yang terakhir itu masih belum sempat diucapkannya, tetapi Candra sudah memotong perkataannya: “Hati-hati mengemudinya.”

Setelah selesai bicara, teleponnya langsung diputus.

Yuni meletakkan handphone-nya di jok sebelah, didalam hatinya memberikan isyarat huruf “v”.

Faktanya dia menyembunyikan kunci mobil dan SIM Yuni, Candra si pria jelek kekanak-kanakan dan keterlaluan!

Mengingat wajah Candra yang kesal, hati Yuni menjadi sangat lega seperti melampiaskan emosi.

Tetapi tiba-tiba dia menjadi gugup saat memikirkan seseorang yang sebentar lagi akan dia temui yaitu Marchelius Gail, kakek dari Ibunya Candra.

……………………

Meskipun dia tahu kalau Candra hanya mengancamnya saja, tetapi Yuni tetap berhati-hati saat menyetir mobil.

Saat dia tiba di restoran, waktu bertemu masih kurang dari 20 menit.

Dia menunggu di mobil hingga meminum habis 1 botol air, lalu duduk tenang beberapa menit, barulah memutuskan untuk turun dari mobil.

“Hallo, Nona Yuni, silakan lewat sini.”

Sekalinya dia masuk, Kepala Manager yang bertugas pada saat itu langsung menyambutnya.

“Kamu mengenaliku?” ucapnya. Meskipun Yuni sudah beberapa kali datang kesini, tetapi dia justru tidak merasa kalau Manager itu bisa mengingatnya.

Manager itu tersenyum: “Tuan Besar sudah memberikan perintah, jika kamu sudah datang, maka langsung membawamu naik ke lantai atas.”

“Kalau begitu maaf merepotkanmu.”

“Tidak apa-apa.”

Yuni mengikuti Kepala Manager itu pergi ke private room di lantai 2, setelah mengucapkan terimakasih kepada Manager itu, raut wajah Yuni tiba-tiba suram.

Apa mereka dari awal sudah mengantisipasi kalau dia bisa datang lebih awal?

Meskipun belum pernah bertatap muka secara resmi, tetapi Yuni selalu merasa kalau Marchelius Gail sudah sangat memahami dia secara keseluruhan.

Dia di hadapan Candra terkadang bertingkah sok pintar dan masih bisa menipunya, tetapi orang yang akan dia temui sekarang adalah Marchelius Gail.

Sehingga dia bertingkah sok pintar pun tidak akan berpengaruh.

Yuni duduk di private room dengan perasaan yang gelisah, saat waktu menunjukkan pukul 2.58, pintu private room dibuka oleh seseorang.

Seorang pria paruh baya yang mengenakan jas itu mendorong pintu dari luar ruangan lalu berjalan masuk, setelah itu, dia berdiri di sampingnya, dia sedikit menganggukkan kepala seperti menyambut kedatangannya.

Yuni langsung mengerti maksud dia, dia ikut berdiri melihat Marchelius Gail yang berada di pintu.

Selanjutnya, masuklah seseorang yang berbadan tinggi dan besar yang mengenakan baju baseball.

Yuni merasa kaki Candra yang panjang itu pasti diturunkan oleh kakeknya.

Sekalinya Marchelius Gail masuk ruangan, dia langsung memalingkan pandangannya ke arah Yuni, pandangannya menyiratkan senyuman: “Membuatmu lama menunggu.”

Dia berbicara sambil bersiap untuk duduk.

Dia kelihatannya seperti baru berumur 50 tahun lebih, tetapi Yuni tahu kalau sebenarnya umurnya lebih tua dari itu.

Yuni melihat Marchelius Gail bersiap untuk duduk, lalu dia juga ikut duduk: “Aku juga baru saja tiba.”

Novel Terkait

Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
3 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu