After Met You - Bab 227 Sebenarnya Kamu Itu Siapa?

"Dasar sampah!"

Setelah Yunus melemparkan kata-kata kasar pada orang di seberang telepon, dia memutuskan sambungan telepon.

Dia mencengkram ponsel dalam genggaman tangan dengan keras, kemudian menatap curiga pada Candra, "Apa itu kamu yang lakukan? Sebenarnya siapa kamu?"

Setelah Yunus bertanya dengan wibawa penuh, hatinya langsung menciut.

Jika Candra hanya dengan sambungan telepon yang mudah, sudah mampu membuat proyek yang dia dapatkan dengan susah payah hancur, maka orang ini juga terlalu hebat.

Candra tidak menatap Yunus, hanya melihat jam tangannya, dengan sedikit mengerutkan dahi bergumam, "Sudah lewat dari jam sarapan terbaik."

Dia mengabaikan perkataan Yunus, membelai pelan rambut Yuni, "Ayo pergi, pulang aku buatkan sarapan untukmu."

Selesai berkata, ia menarik Yuni keluar diiringi tatapan cengo para pengawal.

Pengawal dan pelayan yang mengitari mereka, dengan sendirinya membuka jalan bagi mereka.

"Ayah ..."

Ivan Lim yang melihat kejadian ini daritadi, segera memapah Yunus yang masih terkejut akan semua ini.

Melihat Yunus tidak menghiraukannya, dia segera bertanya, "Ayah, kamu tidak apa-apa 'kan?"

Yunus melambaikan tangan, menyuruhnya pergi, kemudian duduk di atas sofa, memejamkan mata dan menarik napas dalam.

Bawahan yang tadi menelpon berkata, orang yang menjalin relasi dengan mereka, tiba-tiba menelpon dan berkata proyek pembangunan tidak bisa dilakukan lagi.

Bawahan itu berkata dengan tidak jelas, bahwa ada campur tangan orang lebih tinggi dari orang yang menjalin relasi dengan mereka.

Jika benar hanya sekali telepon dari Candra dan mengacaukan semua ini, maka ....

........

Dua orang kembali ke mobil, Yuni melipat lengannya, menoleh ke luar jendela, lalu kembali lagi menatap Candra.

Candra sambil menstarter mobil, sambil berkata, "Jika ingin melihat, maka lihatlah dengan berani."

"Aku ... Melihat pemandangan tentu saja berani." Yuni membalikkan wajah melihatnya, dengan raut muka serius.

Candra tersenyum, ia mengangkat satu jarinya lalu menunjuk wajahnya sendiri, "Kuberi kesempatan untuk menunjukkan bentuk kekagumanmu."

Hah?

Yuni terkejut, Candra yang sekarang ini mirip seperti Candra yang mabuk.

Benar-benar sangat ... ekspresif.

"Siapa juga yang ingin menciummu, aneh ..."

Yuni berkata sambil mengeluarkan ekspresi tidak suka, memalingkan wajah ke luar jendela, kemudian dengan cepat berbalik lagi, memiringkan wajah menuju pipi Candra. Saat sudah hampir menciumnya, Candra tiba-tiba menoleh wajah, ciuman yang awalnya seharusnya mendarat di pipi malah dengan begini berlabuh di bibir Candra.

Hehe.

Yuni mengejapkan mata, dengan cepat memundurkan badan.

Candra menatapnya dengan makna dalam, tidak mengatakan apapun.

Yuni merasa, tatapannya yang seperti ini lebih mengerikan dari dia yang mengatakan sesuatu.

Yuni merasa canggung sebentar, kemudian bertanya, "Apa yang Ferry lakukan, kenapa memukul dia ..."

Selesai bertanya, Yuni semakin bingung, tidak mungkin karena dirinya 'kan ....

"Bagaimana kamu bisa tahu dia yang mencari gara-gara denganku? Kalau aku yang mau memukulnya saja bagaimana?" Perbuatan seperti ini dia juga bukan belum pernah melakukannya.

Tentu saja, istri kecilnya ini tidak mungkin mengetahui masalah ini.

Yuni mengerucutkan bibir, "Kamu juga bukanlah orang yang tidak berprinsip."

"Prinsip?" Candra mengulang kata ini, lalu tertawa.

Prinsip? Apa Yuni tidak tahu mempunyai kekuatan dan kekuasaan juga termasuk suatu prinsip?

"Apa yang kamu tertawakan, aku sedang bertanya padamu!" Yuni memelototinya.

Candra menahan senyumnya, kembali ke wajah yang tenang. Ia berkata setelah berpikir, "Dia dulu yang mencari gara-gara, aku tidak bisa tahan."

"Mencari gara-gara bagaimana?" Yuni jadi penasaran.

Candra mulai pura-pura menjadi orang bisu, mau Yuni bertanya seperti apapun, tidak juga mau mengatakannya.

........

Keadaan Ferry sangatlah tidak bagus, pendarahan pada rongga toraks, tulang rusuk patah satu batang.

Rumah sakit yang Ferry datangi, kebetulan adalah rumah sakit milik Dr. Lukman.

Mengenai kondisi Ferry, juga Lukman yang inisiatif menelpon Yuni, baru Yuni mengetahuinya.

"Kedengarannya cukup parah ..." Yuni bergumam pelan.

Lukman yang mendengar gumaman Yuni, tertawa ringan, "Jika dilakukan identifiikasi, juga hanyalah luka ringan, tapi kedengarannya saja lumayan parah."

"Iya, aku sudah tahu, terima kasih ya."

Selesai mengucapkan terima kasih, Yuni kembali ke kamar mencari Candra.

Kemarin setelah kembali, mereka tidak lagi mengungkit tentang Ferry, dari sana juga tidak ada berita datang.

Yuni awalnya berencana untuk mengunjungi Ferry hari ini.

Karena bagaimanapun, tidak benar Candra memukul orang lain.

Yang dia khawatirkan adalah, bagaimana membujuk Candra untuk pergi menjenguk Ferry.

"Sedang sibuk?" Yuni mengetok pintu, kemudian masuk ke dalam.

Candra yang melihat Yuni masuk, menutup laptop di hadapannya, "Ada apa?"

Dia berdiri, bergeser, lalu menuangkan dua gelas air, memberi tanda Yuni untuk duduk kemari.

Yuni dengan patuh duduk mendekat.

Memegang gelas, meminumnya sedikit, namun masih tidak tahu bagaimana mengatakannya.

Candra yang melihat Yuni seperti hendak mengatakan sesuatu, juga tidak berani mengatakannya, menaikkan alis, "Kemarin siapa yang memberitahuku, kalau kita harus lebih banyak berkomunikasi?"

"Ehm ..." Yuni tersedak, perkataan ini memang dia yang ucapkan, tapi terkadang merasa, tidak bisa membuka mulut.

Candra melihat Yuni tidak kunjung mengatakannya, kemudian berkata dengan pelan, "Luka di punggung bagaimana? Hari ini aku temani ke rumah sakit untuk pemeriksaan ulang."

"Tidak ada rasa apapun, sudah hampir sembuh, buat apa pemeriksaan ulang ..." Yuni menggelengkan kepala menolak.

"Aku bilang perlu ya perlu."

Selesai berkata, ia mengambil luaran yang disampirkan di punggung kursi, kemudian menarik Yuni keluar rumah.

........

Setelah sampai di rumah sakit, Yuni baru kemudian mengerti sesuatu.

"Pergi pemeriksaan ulang dulu."

Candra menariknya menuju kantor Lukman yang sudah dikenali Candra dengan jelas.

Yuni, "..."

"Tuan Gail?" Wajah Lukman sedikit terkejut, sedikit memiringkan kepala sudah dapat melihat Yuni yang ditarik masuk oleh Candra, Lukman memanggilnya, "Yuni."

"Kakak Lukman." Yuni melambaikan tangan ke arah Lukman dengan canggung.

"Duduk dulu."

Lukman mempersilakan keduanya untuk duduk dan menuangkan dua buah gelas air kepada mereka.

Candra sejak masuk sudah memasang raut wajah suram, dia menerima gelas yang diberikan Lukman, "Pergi panggilkan dokter bedah wanita terbaik yang ada di sini."

"Merepotkanmu ..." Yuni tertawa pada Lukman dengan canggung.

Lukman mengerutkan dahi, "Terluka?"

Lukman adalah wakil dekan, selain orang-orang hebat yang datang, operasi yang penting, juga bermacam rapat, ayah sepertinya hendark menyerahkan rumah sakit kepadanya. Ingin lepas tangan, jadi Lukman sekarang sangat sibuk, kejadian kemarin dia sudah mendengar, namun hanya pernah beberapa kali mengirimkan pesan pada Yuni.

Yuni segera berkata, "Tidak apa-apa, sudah sembuh."

Lukman juga tidak bertanya banyak lagi, mencari dokter wanita untuk melakukan pemeriksaan pada Yuni.

Yuni pergi dengan dokter wanita, di kantor sekarang hanya tersisa Lukman dan Candra.

Lukman menyodorkan sebatang rokok pada Candra, Candra menerimanya, namun tidak dinyalakan.

Novel Terkait

The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
3 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
3 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
4 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Baby, You are so cute

Baby, You are so cute

Callie Wang
Romantis
3 tahun yang lalu