After Met You - Bab 525 Asalkan Kamu Senang

Setelah panggilan itu tersambung, barulah Candra Gail memberikan ponselnya kepada Yuni Lim.

Yuni Lim menyalakan speaker dan menunggu Alex Paige mengangkat telepon.

Mungkin Alex Paige sedang sibuk. Setelah menunggu cukup lama, barulah ia mengangkat telepon. Begitu telepon itu diangkat, Alex Paige berbicara keras di telepon dengan nada yang tidak menyenangkan: “Kamu masih ingat untuk telepon!”

Nada bicaranya memang tidak enak, Yuni Lim dapat menangkapnya.

Walaupun ia tidak tahu apa yang terjadi diantara ia dan Candra Gail sebelumnya, namun ia juga berhenti sejenak sebelum bicara: “Ini aku.”

Diujung telepon langsung hening seketika. Setelahnya ia kembali mendengar suara yang senang diujung telepon: “Oh kamu. Kamu sudah bertemu Candra Gail?”

“Ya, sudah. Ia baru sampai hari ini. Kamu… Sedang sibuk? Gilbert dimana?” Yuni Lim langsung mengutarakan maksudnya.

“Ia ada bersama dengan Tasya, aku akan memanggilkannya untukmu. Atau kamu langsung saja meneleponnya, kebetulan ada hal yang ingin kubicarakan dengan Candra.”

“Baiklah.”

Setelah Yuni Lim mengiyakan, ia langsung mengembalikan ponsel itu ke Candra Gail: “Ada yang ingin dibicarakannya denganmu.”

Candra Gail menaikkan alisnya dan mengambil ponselnya.

Sedangkan Yuni Lim langsung mengeluarkan ponselnya dan menelepon Tasya.

“Yuni!” Tasya mengangkat telepon, nada bicaranya sangat senang.

“Ya, ini aku…”

Kedua orang itu berdiri di pinggir sungai. Setelah selesai menelepon, barulah mereka berjalan perlahan menuju tempat mobil mereka diparkir.

Sekembalinya mereka ke Istana Morgen Wen, hari belum terlalu larut malam.

Yuni Lim yang sebelumnya sudah mendengar suara Gilbert Gail ditelepon, sekarang ini merasa kecewa. Wajahnya terlihat lesu.

Ia digiring oleh Candra Gail untuk berjalan masuk ke dalam. Ketika kedua orang itu sampai didepan pintu, ia merasa langkah Candra Gail terhenti.

Yuni Lim tidak mengerti sehingga ia menengadah dan ia melihat Darwin yang mengenakan seragam pas badan sedang menunggu disana dengan penuh hormat. Begitu melihat kedua orang itu menatapnya, ia pun membungkukkan tubuhnya: “Tuan muda Candra, Nona Lim.”

Darwin benar-benar membungkukkan diri, benar-benar dengan tepat membungkuk 90 derajat.

Gerakan ini mungkin terlihat sebagai gerakan sederhana, namun pria itu benar-benar terlihat detail dan tidak tercela. Tentu saja kesempurnaan gerakan hormatnya dilakukan seolah-olah tak terhitung berapa kali ia berlatih sebelumnya.

Hal ini membuat sorot mata Yuni Lim berbinar-binar.

Saat beberapa kali sebelumnya ia bertemu dengan Darwin, pria itu selalu ada di dalam negeri. Walaupun ia berperilaku penuh hormat dan sangat patuh, namun tetap tidak sebagus dibandingkan dengan yang sekarang. Seperti satu set selimut yang pas saat dimasukkan ke dalam lemari, setiap kata dan gerakannya seperti sudah diatur dengan sangat apik.

Seketika, perasaan Yuni Lim langsung berubah kelam.

Ia sudah berada disini selama beberapa hari dan yang biasanya ia temui setiap harinya juga pelayan-pelayan yang sebelumnya tidak ia kenal. Walaupun secara perilau ia sudah mulai mengerti peraturan dan hal-hal yang harus diperhatikan dalam Keluarga Morgen Wen sebagai keluarga elit di dunia, tapi ia merasa sepertinya masih ada suatu esensi yang kurang.

Apalagi dengan perbedaan yang ditunjukkan oleh Darwin malah semakin membuatnya sadar. Mungkin ia harus menjalani kehidupan di istana yang memiliki banyak sekali aturan baik perkataan maupun tindakan yang selalu dijaga ketat untuk waktu yang sangat lama.

Tidak tahu ada berapa banyak orang di seluruh dunia yang mengagumi keluarga elit seperti ini. Tapi bagi Candra Gail yang tidak sudi mengambil alih keluarga Morgen, bagi Yuni Lim yang terlahir dari keluarga biasa, mereka sungguh-sungguh tidak menginginkan kehidupan yang seperti ini.

Saat Candra Gail yang berada di sampingnya mendengar panggilan yang digunakan oleh Darwin, tubuhnya sedikit bergerak. Yuni Lim dapat merasakan gerakannya yang tidak biasa. Ia mencubit telapak tangan pria itu dan menghentikannya.

Mengenai panggilan yang disebutkan Darwin terhadapnya, ia sama sekali tidak peduli dan tidak menganggap itu sebagai sebuah masalah.

Candra Gail baru saja tiba, pria itu tidak perlu memperkarakan masalah kecil seperti ini.

Yuni Lim menghela napas dalam hati dan berujar dengan hangat: “Kepala rumah Gail, ada apa?”

Walaupun ia tahu Darwin bisa menunggu disini pastilah karena perintah dari Marco Gail, tapi Yuni Lim masih ingin bertanya padanya sekali lagi.

“Tuan Marchellius sedang menunggu kalian di ruang baca.” Saat Darwin berujar, sorot matanya tajam dan posturnya sangat patuh dan penuh hormat.

Di saat ini, barulah Candra Gail bersuara: “Baiklah.”

Darwin yang mendengarnya pun melanjutkan: “Silakan ikuti saya.”

Yuni Lim dan Candra Gail dibawa Darwin sampai ke ruang baca Marco Gail.

Ruang baca Marco Gail sangat besar, dekorasinya mewah dan juga elegan. Yuni Lim yang mengikuti masuk pun tidak bisa menahan diri untuk tidak melihat sekelilingnya berulang kali.

Candra Gail yang berada di samping pun menyadari gerakan Yuni Lim. Ia memiringkan kepalanya dan berbisik di telinga wanita itu: “Di dalam istana ada sebuah ruang koleksi buku yang sangat besar, nanti aku akan membawamu kesana.”

Mendengar perkataan itu, mata Yuni Lim langsung berbinar terang dan senyumnya merekah.

“Uhuk.”

Suara batuk kering Marco Gail membuat kedua orang itu mengembalikan fokus mereka.

“Kakek.” Candra Gail menggandeng tangan Yuni Lim dan tidak melepaskannya.

Yuni Lim pun langsung mengikuti Candra Gail dari belakang dan memanggil: “Kakek.”

Marco Gail duduk di sebuah kursi sofa yang sangat besar dan luas, sekujur tubuhnya terlihat tidak bersemangat. Ia terlihat sedikit mengantuk, sedikit lelah. Ia mengulurkan tangan dan menunjuk-nunjuk tempat duduk di hadapannya lalu berkata: “Duduk.”

Setelah Candra Gail dan Yuni Lim duduk, sorot mata Marco Gail menyapu sepintas kedua orang itu. Setelah itu pandangannya jatuh pada Candra Gail: “Dengar-dengar malam ini kamu makan bersama dengan Jeremy?”

Begitu Yuni Lim mendengar pertanyaan itu, ia pun menengadah dan melihat Marco Gail sekilas.

Dengar-dengar?

Istana Morgen Wen begitu besar, dan Marco Gail juga tidak banyak bertanya padanya belakangan ini. Candra Gail juga datang mendadak. Sepertinya bukan dengar-dengar, melainkan ia menyuruh orang untuk selalu mengawasi Yuni Lim.

Bahkan sesampainya Candra Gail ke Istana Morgen Wen saja diketahui Marco Gail.

Hanya saja, sepertinya Marco Gail sangat menikmati rasa ketegangan dalam memburu mangsa sehingga ia membiarkan Candra Gail dan Jeremy Gail makan terlebih dahulu. Begitu mereka kembali pada malam hari, barulah ia pelan-pelan menyuruh Darwin untuk membawa mereka menghampirinya.

“Informasi kakek tidak tertandingi kecepatannya.” Candra Gail dengan wajah datar menatap Marco Gail, tidak terdengar emosi apapun dalam nada bicaranya.

“Berita tentangmu, tentu saja kakek harus memperhatikannya. Selama bertahun-tahun kamu akhirnya bersedia pulang ke Istana Morgen Wen. Hatiku ini luar biasa bahagia.”

Usai berbicara, pria itu pun masih merekahkan senyum.

Candra Gail juga tersenyum, namun senyum itu tidak ada di sudut matanya.

Memang benar, apa yang dikatakan Marco Gail benar adanya. Selama beberapa tahun ini, baru kali ini ia dengan senang hati bersedia kembali ke Istana Morgen Wen.

Tapi senyum di wajah Candra Gail perlahan memudar, nada bicaranya tetap sama. Sangat datar dan tidak terkesan menghormati: “Benarkah? Yang penting kakek senang.”

Marco Gail melihat situasinya dan dengan tidak puas mengangkat alisnya.

Kali ini saat ia pergi ke Negara Z, awalnya ia tidak berencana menggunakan cara ini untuk menghadapi Candra Gail. Awalnya ia berencana untuk turun tangan melalui Yuni Lim.

Hanya saja, satu-satunya hal yang hatinya pegang teguh adalah untuk tidak turun tangan kepada wanita. Jadi ia mengubah arah ujung tombaknya untuk bersiap menghadapi Candra Gail.

Ia sepenuhnya mengira dengan melalui perkara kali ini, ia bisa mengalahkan gairah Candra Gail.

Tapi jika dilihat sekarang, kenyataannya tidaklah sama dengan apa yang ia pikirkan.

Walaupun Candra Gail bersedia datang, tapi pria itu seperti tidak menerima pengaruh dari kejadian kali ini. Ia masih sama seperti dulu saat berhadapan dengan Marco Gail, benar-benar sama sekali tidak ada rasa hormat maupun rasa patuh terhadap orang yang lebih dituakan.

Novel Terkait

Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
4 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
5 tahun yang lalu