After Met You - Bab 408 Kelembutan yang Terakhir

Yuni Lim mengganti satu stel rok dan pakaiannya dan merias tipis wajahnya. Ia menutupi mata sembabnya, rambut panjangnya yang bergelombang dibiarkan terurai diatas bahunya. Ia terlihat sangat cantik menawan.

Sesampainya di kantor, Angel Li langsung mengikutinya masuk ke dalam ruangan. Ia melaporkan pekerjaannya sambil dengan hati-hati memperhatikan Yuni Lim.

Yuni Lim menyibakkan rambut panjangnya, sorot matanya terlihat datar menatap Angel Li: “Maaf sudah menyusahkanmu. Apakah masih ada masalah lainnya?”

“Tidak ada… Hanya saja selama beberapa hari anda tidak datang ke kantor, Tuan Niko dari perusahaan Marigold menelepon dan menanyakan keadaan anda.” Angel Li awalnya berniat untuk bertanya apa yang terjadi pada Yuni Lim belakangan ini, namun kemudian ia merasa dirinya tidak pantas bertanya seperti itu.

Pada dasarnya, Yuni Lim adalah pimpinannya. Lagipula, apapun yang ia lakukan adalah hal pribadinya.

Niko Feng meneleponnya dan bertanya keadaannya?

Yuni Lim hanya sedikit berpikir sejenak lalu kemudian mengangguk dan berkata: “Baiklah, aku tahu.”

“Apakah anda mau minum sesuatu? Kopi atau teh?” Angel Li bertanya padanya sesuai rutinitas kerjanya.

Yuni Lim sudah menundukkan kepalanya untuk membereskan pekerjaan: “Kopi, terima kasih.”

Begitu Angel Li keluar dan menutup pintu, barulah Yuni Lim sedikit menaikkan kepalanya. Sorot matanya penuh pikiran.

Selanjutnya, ia menelepon detektif yang sebelumnya pernah ia cari.

Detektif itu menjawab jujur: “Tidak ada penemuan yang berarti, uangnya akan kami kembalikan setengah.”

“Kalau begitu, berikan dulu berkas yang sudah kalian temukan.” Yuni Lim tidak peduli berapa banyak uang yang dihabiskan, ia hanya ingin melihat apakah ada penemuan yang berarti.

Siang harinya, ia bertemu dengan detektif itu dan menerima semua berkas tentang Niko Feng yang berhasil mereka lacak.

Yuni Lim membalik-balikkan berkas itu dan melihat beberapa lembar. Ia kemudian menyadari tidak ada sesuatu yang berarti, semua hal yang tertulis disitu sudah semuanya ia ketahui.

Ketika ia membalik lagi kebelakang, gerakannya terhenti saat melihat kata-kata ‘kanker’ muncul.

Niko Feng sebelumnya pernah menderita kanker dan sudah stadium akhir. Kondisinya sudah memburuk saat itu dan akhirnya ia berobat keluar negeri.

Ini terjadi tiga tahun yang lalu, saat itu Yuni Lim belum kembali ke negerinya.

Selain hal ini, semua perihal yang tertera disitu sangat normal. Tidak ada hal yang spesial.

Yuni Lim sedikit tidak bisa mengerti, namun mengapa ia tetap merasa ada sesuatu yang tidak tepat?

Kira-kira beginilah sifat benci sampai ke akarnya. Saat hatimu sudah memutuskan ada keanehan pada seseorang, kamu masih akan merasa curiga meskipun kenyatannya sudah disajikan di depan mata.

Yuni Lim menyibukkan diri untuk melewati waktu seharian itu.

Saat ia pulang kerja, ia sambil mencari sebuah restoran di perjalanan pulangnya.

Yang paling penting, ia malas masak di rumah.

Sesampainya di lobi apartemen, Yuni Lim memarkir mobilnya dan melihat sebuah mobil hitam yang perlahan mendekatinya.

Selanjutnya, seorang pengawal keluar dari mobil dan menahan langkah Yuni Lim: “Nona Yuni, silakan anda duduk di dalam mobil.”

Pengawal itu menjelaskan dengan nada suara yang penuh dengan hormat.

Yuni Lim memiringkan kepalanya dan melihat sekilas. Ia langsung mengenali bahwa mobil itu adalah mobil milik Candra Gail.

Semua semerawut yang ada di dalam benaknya seharian ini langsung terputus begitu saja seperti ini.

Yuni Lim menatap kearah mobil itu dengan tatapan frustasi. Di tengah-tengah desakan pengawal itu sekali lagi, ia pun berjalan menghampiri mobil.

Jendela mobil tertutup rapat, jadi ia tidak bisa melihat orang yang ada di dalam mobil.

Pengawal itu sudah terlebih dulu membuka pintu mobil di depannya dan dengan hormat mempersilakannya: “Nona Yuni, silakan.”

Sehari sebelumnya, mereka masih memanggilnya ‘Nyonya’.

Begitu pintu mobil dibuka, Yuni Lim bisa melihat Candra Gail.

Ia sedang duduk di mobil, di tangannya ada beberapa berkas yang sedang dilihatnya. Tidak terukir ekspresi apapun di wajahnya. Dengan jas hitam yang terlihat tidak bercela, mulutnya yang tertutup, dan dengan raut serius, wajahnya yang tampan terlihat luar biasa dingin.

Candra Gail kembali membalikkan dua halaman, barulah mulutnya terangkat dan mengeluarkan sepatah kata: “Masuk.”

Kesadaran Yuni Lim tiba-tiba kembali. Ia membungkukkan tubuhnya dan masuk ke mobil.

Begitu ia duduk, Candra Gail langsung menyodorkan berkas yang sebelumnya ia lihat ke hadapan Yuni Lim: “Tanda tangan.”

Pandangan Yuni Lim terjatuh pada ruas-ruas jari tangan pria itu. Sekarang jelas-jelas sedang musim panas. Kenapa tangannya terlihat sangat kering?

“Cepat sedikit, waktuku sangat berharga.” Melihat Yuni Lim yang tidak segera menerima berkas itu, nada suara Candra Gail terdengar sudah tidak sabar.

Kesadaran Yuni kembali. Ia refleks menerima berkas itu dan melihat di amplop tertulis ‘Surat Perjanjian Perceraian’. Kata-kata ini membuat hatinya langsung terlonjak, namun juga menjadi sendu.

Yuni Lim tidak bisa menahan diri untuk tidak mengeratkan genggaman kedua tangannya dan sedikit menyunggingkan senyum: “Benar-benar telah merepotkan Tuan Candra. Masalah kecil seperti perceraian ini masih harus merepotkan orang terhormat sepertimu untuk mencariku secara pribadi.”

“Tidak usah banyak berbasa basi. Kalau kamu orang yang serapuh itu, untuk apa aku sendiri yang datang menghampirimu?” Candra Gail berbalik bertanya padanya, nada suaranya terdengar mengejek.

Yuni Lim merasa sangat marah. Ia tidak ingin banyak bicara dengan pria itu barang sekalimat pun. Ia merasa sangat lelah.

Yuni Lim bahkan tidak melihat isinya. Ia langsung membalikkan berkas itu ke halaman terakhir, menandatanganinya, dan langsung melemparkan surat perjanjian itu ke tubuh Candra Gail: “Selamat, Presdir Candra. Akhirnya kamu bisa terbebas dari wanita memalukan dengan tabiat buruk dan juga wanita yang sama sekali tidak ada gunanya sepertiku!”

Orang yang memiliki banyak uang memang suka melakukan hal yang berlebihan seperti ini. Hanya seberkas surat perjanjian perceraian saja dicetak sampai banyak halaman seperti ini.

Candra Lim terduduk kokoh disitu dan tidak bergeming. Bahkan hawa amarah yang Yuni Lim harapkan saja tidak ada.

Raut wajah Yuni Lim menjadi semakin menyedihkan. Apa maksudnya ini? Kelembutan yang terakhir?

Ia tertawa dingin kemudian membuka pintu mobil dan beranjak turun. Setelah ia membanting pintu mobil dengan kasar, ia berjalan cepat masuk ke dalam gedung.

Candra Gail hanya duduk di mobil. Setelah mendengar bunyi hentakan sepatu berhak wanita itu menghilang, barulah ia mengambil berkas ‘Surat Perjanjian Perceraian’ itu.

Ia membalik berkas itu sampai ke halaman berisi tanda tangan Yuni Lim. Ia menatap guratan asal tanda tangan wanita itu untuk waktu yang lama, kemudian tanpa disadari sudut bibirnya menyunggingkan senyum.

...

Sekembalinya Yuni Lim ke apartemen, ia langsung berbaring diatas kasur.

Mungkin ini semua hanya mimpi buruk. Tunggu sampai ia sadar, ia pasti masih berada di Vila Maya Bay.

Namun saat ia tersadar, ia masih berbaring diatas kasur apartemennya sendiri.

Semua ini bukanlah mimpi buruk, melainkan kenyataan. Hanya saja, kenyataannya sedikit sadis.

Yuni Lim terduduk untuk beberapa waktu diatas kasurnya, baru setelahnya ia bangun dan pergi kerja.

Terus seperti ini untuk beberapa hari. Yuni Lim menyibukkan diri dari pagi hingga malam.

Tidak ada yang berbeda di kehidupannya, hanya saja berkurang seorang pria yang dulu pernah tidur dan makan dengannya. Anggap saja seperti waktu kelulusan dan berpisah dengan teman sekamar. Semua orang pasti pernah mengalaminya, tidak ada sesuatu yang spesial.

Yuni Lim menghibur dirinya sendiri seperti ini.

Akhir pekan pun datang dengan cepat.

Sebelum Yuni Lim memutuskan untuk lembur, Tasya menghubunginya.

“Sudah berapa lama orang yang hanya mempedulikan dan menyayangi Bos Candra ini tidak menghubungiku!” Nada suara Tasya terdengar menyindir.

Yuni Lim merasa tenggorokannya tercekat. Dalam seketika ia terlihat sendu. Tapi setelah mengembalikan lagi perasaannya, ia pun membuka mulutnya: “Hanya satu minggu, perhitungan sekali. Aku traktir kamu makan.”

Tasya justru menanti kata-katanya ini: “Oke!”

Yuni Lim menambahkan: “Hanya kita berdua.”

Baru saja Yuni Lim memutuskan telepon, ketika terdengar lagi sebuah panggilan masuk.

Telepon dari seseorang yang tidak disangka—Niko Feng.

Beberapa waktu ini, Yuni Lim tidak berinisiatif untuk menghubungi Niko Feng terlebih dahulu. Begitu juga dengan Niko Feng yang tidak menghubunginya. Kenapa tiba-tiba hari ini pria itu justru meneleponnya?

Novel Terkait

Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
5 tahun yang lalu
Someday Unexpected Love

Someday Unexpected Love

Alexander
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu