After Met You - Bab 38 Tamu Bulanan, Tidak Boleh Minum Yang Dingin

Candra Gail dengan asal melemparkan tas berisi dokumen di tangannya ke atas meja kerjanya.

Lalu, ia mengitari meja kerjanya dan berjalan ke samping wanita itu.

Ia melepaskan jasnya dan menggantungnya diatas kursi. Tubuhnya yang tinggi besar menyender dari belakang dan memeluk seluruh tubuh wanita itu.

Ia menoleh sedikit pada Yuni Lim, dengan suara yang ceria berkata: “Kenapa tidak memberitahuku dulu kalau mau mampir kesini? Kalau aku tidak ada di kantor bagaimana?”

“Sejalan... jadi saya Mampir...”

Jarak antara kedua orang itu sangat dekat, begitu dekatnya sampai Yuni Lim bisa merasakan hawa hangat dari tubuh Candra. Karena merasa sangat canggung, perkataannya pun sedikit terbata-bata.

“Oh? Memangnya kamu mau pergi kemana yang sejalan dengan kantor kita?” ujar Candra dengan nada rendah. Tapi dari nada bicaranya, terdengar bahwa Candra tidak mau menerima begitu saja alasan Yuni Lim.

Tidak terelakkan, wajah Yuni Lim pun merona merah.

Sebenarnya, Yuni Lim hanya ingin melihat apakah Candra ada di kantornya atau tidak. Tapi jika Candra bertanya seperti ini, terdengar seolah-olah ia secara khusus menemuinya.

Yuni Lim menolehkan kepalanya. Dengan wajahnya yang memerah, ia berseru: ”Sudah kubilang hanya kebetulan lewat ya hanya kebetulan saja!”

Candra awalnya hanya melihat wajah wanita itu dari samping, tapi begitu Yuni Lim menoleh, jarak antara kedua orang itu menjadi begitu dekat hingga bisa saling merasakan hembusan napas satu sama lain.

Yuni Lim mengerjapkan matanya, tidak mengerti harus bagaimana menghadapi keadaan seperti ini.

Dengan tatapan mengawang, Candra Gail menatap bibir wanita di hadapannya yang terlihat merona. Sepertinya ia telah kehilangan kesadarannya sendiri.

Candra Gail mulai memiringkan kepalanya sedikit dan wajahnya pun mulai maju ke depan. Hanya tinggal sedikit jarak antara kedua bibir itu agar bersentuhan ketika daun pintu tiba-tiba terbuka.

“Candra, kamu...”

Alex Paige yang mendorong pintu dan masuk ke ruangan itu pun terpaku. Kemudian ia mencoba menahan tawanya dengan berpura-pura berdeham sejenak: “Itu... sepertinya aku masih ada beberapa kontrak penting yang belum ditandatangani.”

Sekujur wajah Yuni Lim terasa panas seperti terbakar. Rasa malu dan marah menerjangnya. Yuni Lim ingin sekali melampiaskan amarahnya kepada Candra, dan juga... dengan keberadaan Alex Paige disini.

Yuni Lim berkata kepada Alex Paige dengan sedikit canggung: “Itu... Tuan Paige, ini bukan seperti yang anda pikirkan...”

“Saya mengerti, saya mengerti. Nyonya Candra, anda tidak perlu menjelaskannya.” Alex Paige memotong penjelasan Yuni Lim dan mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mengedipkan matanya dengan usil.

Alex Paige ini benar-benar...

Yuni Lim hanya bisa menangis tanpa air mata.

Candra yang masih berdiri di belakang Yuni Lim lalu menambahkan: “Sudah tahu tapi masih tidak segera beranjak pergi?”

Alex Paige menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Candra: “Kalaupun aku bukan atasanmu, tapi aku kan saudaramu. Apakah kamu akan lebih memilih kekasihmu daripada persahabatan kita?

Candra terus memberinya tatapan sedingin es: “Yang akan mendampingiku seumur hidup kan Nyonya Candra, bukan kamu.”

Alex Paige pun beranjak pergi dengan wajah penuh ratapan.

Yuni Lim sama sekali tidak memberikan respon dan hanya bisa menatap pintu kayu yang berat itu ditutup.

Memang Alex Paige adalah atasan sekaligus teman baik Candra. Dari percakapan mereka barusan, mereka terlihat seperti sepasang sahabat.

“Orangnya sudah pergi, apalagi yang sedang kamu perhatikan?”

Tiba-tiba Candra bersuara di samping telinga Yuni Lim. Yuni Lim yang awalnya diam terpaku, mendadak berdiri dan dengan gelagapan berujar: “Aku hanya kebetulan lewat, masih ada hal yang harus ku urus jadi aku pergi dulu. Kamu lanjutkan lagi saja pekerjaanmu.”

Selesai bicara, Yuni Lim pun mengangkat kakinya untuk beranjak pergi.

Sayangnya, gerakan Candra Gail selangkah lebih cepat darinya.

Candra mengulurkan tangannya dan menarik Yuni Lim kembali. Wanita itu terlambat mengelak dan masuk ke dalam pelukan Candra.

Candra merangkul lekuk pinggang Yuni Lim dengan lengannya dan duduk di atas kursinya. Sedangkan Yuni Lim yang tidak berdaya akhirnya terduduk di kaki Candra.

Tentu saja posisi yang sangat intim itu membuat Yuni Lim semakin merasa canggung. Respon pertamanya adalah berusaha untuk berdiri.

Tapi tentu saja Candra tidak memberikan kesempatan itu untuknya.

Candra justru semakin mengetatkan pelukannya. Suaranya yang jernih mengalir di telinga Yuni Lim: “Jangan bergerak, kalau bergerak lagi kita malah bermain office play.”

“?” Yuni Lim menatapnya bingung: “Apa?”

Candra menatap senang Yuni Lim yang seperti ini. Ia melonggarkan sedikit pelukannya di pinggang Yuni Lim dan merapihkan helaian rambut Yuni Lim dengan sebelah tangannya yang bebas.

Telapak tangan Candra dengan lembut menyentuh kain kasa yang ada di atas kepala Yuni Lim, lalu tidak menyentuhnya lagi. Suara datar dan tegasnya pun berujar: “Luka dikepalamu belum sembuh, tidak usah banyak beraktivitas dulu.”

“Aku pergi keluar karena ada urusan.” ujar Yuni Lim. Suara hangat Candra akhirnya membuatnya merasa sedikit lebih tenang, dan ia pun tidak meronta lagi, meskipun masih ada sedikit perasaan canggung.

Candra yang tidak merasakan kecanggungan seperti yang dirasakan Yuni Lim lalu menempelkan wajahnya dengan Yuni Lim dan bertanya: “Pergi kemana?”

“Pergi ke...”

Yuni Lim yang sudah bersiap untuk membuka mulutnya, tiba-tiba menghentikan ucapannya.

Perkataan yang terhenti di ujung bibirnya akhirnya berbelok dan yang terlontar dari bibirnya adalah: “Apakah seharian ini sampai siang kamu berada di kantor? Tidak pergi keluar?”

Mendengar pertanyaan Yuni Lim, tatapan Candra pun berubah menjadi lebih dalam. Dengan nada suaranya yang seperti biasa ia menjawab: “Tentu saja di kantor. Apakah kamu khawatir aku pergi keluar untuk berkencan dengan wanita lain?”

Raut wajah Yuni Lim yang awalnya serius pun berubah dan ia menjawab seadanya: “Tidak.”

“Bagus.” Candra memujinya dengan tiba-tiba mengecup dahinya: “Percaya padaku itu tindakan yang tepat. Tapi kalau kamu masih khawatir, tidak masalah jika kamu mau mengawasiku selama 24 jam. Aku tidak akan merasa terganggu.”

Yuni Lim merasa sedikit bingung dan tersinggung: “Bisakah kamu bicara baik-baik? Kapan aku bilang mau mengawasimu!”

“Saat wanita bilang tidak, itu artinya iya.”

“Siapa yang mengatakan hal semacam itu!”

“Alex Paige!”

Yuni Lim terdiam. Sepertinya ia telah salah menilai Alex Paige. Pria itu ternyata bukan seseorang yang dibesarkan dengan etika, ia hanyalah seorang playboy yang dengan lantangnya menerka-nerka maksud hati wanita.

Yuni Lim tidak mau melanjutkan permainan Candra.

Ia pun beranjak pergi duduk di sofa, menjaga jaraknya dengan Candra sejauh mungkin.

Kali ini, Candra tidak menahannya. Alisnya kemudian mengernyit saat ia melihat secangkir kopi di atas mejanya. Ia lalu menekan tombol pada telepon kantornya dan berujar: “Antarkan segelas teh susu panas ke sini.”

“Aku mau yang dingin.” Hari yang panas seperti ini, mana mungkin ia ingin minum sesuatu yang panas.

Candra menaikkan alisnya dan melihat Yuni Lim sekilas, tapi tidak mempedulikannya.

Yuni Lim kembali berseru kepadanya: “ Candra, apa kamu mendengarku? Aku tidak mau teh susu panas, aku mau yang dingin, dan aku mau ditambahkan banyak es batu ke dalamnya.”

Atas dasar apa Candra memutuskan sendiri untuk memesankannya teh susu panas! Ia tidak akan meminumnya!

Kali ini Candra tidak menghiraukannya dan tatapannya terfokus pada berkas-berkas di hadapannya. Hanya beberapa patah kata yang keluar dari mulutnya dengan dingin: “Tamu bulananmu sedang tiba, kamu tidak boleh minum yang dingin.”

Selesai bicara, gerakan tangannya terhenti sejenak dan ia menambahkan: “Apalagi saat hari pertama.”

Yuni Lim benar-benar terperanjat kaget. Bagaimana mungkin Candra bisa tahu mengenai hal ini!

“Kau, kau sangat aneh!” Bahkan Yuni Lim tidak tahu bagaimana lagi menggambarkan Candra.

Ia sama sekali tidak pernah bertemu dengan orang bermuka setebal ini.

Bahkan ia bisa menjadikan sesuatu yang salah menjadi benar, seolah-olah tidak ada yang bisa mempengaruhinya.

Sekretaris Candra mengetuk pintu dan masuk, dengan tatapan penuh arti langsung menyajikan teh susu di hadapan Yuni Lim: “Nyonya Candra, silakan diminum teh susunya.”

Begitu sekretaris itu keluar, Yuni Lim baru menyadari satu hal. Sepertinya semua orang di kantor ini memanggilnya dengan sebutan Nyonya Candra.

“Mereka semua memanggilku Nyonya Candra.”

“Iya.”

“Apakah kamu mengerti apa yang kukatakan barusan? Mereka memanggilku...”

“Karena namaku Candra, jadi mereka memanggilmu Nyonya Candra. Itu benar.” jawab Candra, kepalanya masih tidak terangkat untuk melihat Yuni Lim.

Meskipun kejadian tempo hari membuat Yuni Lim merasa lebih baik terhadap Candra, tapi mendengar orang kantornya memanggilnya dengan sebutan “Nyonya Candra” membuat hatinya merasa sedikit khawatir dengan perlakuan Candra.

Novel Terkait

Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu