After Met You - Bab 248 Istriku, Yuni Lim

Tidak menunggu sampai Yuni merespon, teleponnya sudah terputus.

Yuni baru mengembalikan pandangan, dia heran sambil memasukkan handphone-nya dan mulai berjalan ke seberang.

Saat berjalan hampir dekat, dia mendengar Candra berkata: “Naik ke mobil.”

Saat Yuni bersiap membuka pintu mobil, Candra justu bergerak cepat membukakan pintu mobil untuknya.

Yuni naik ke mobil, lalu mengikat sabuk pengaman, dia melihat Candra dari sisi sebelah mulai naik ke mobil, wajahnya muram entah sedang memikirkan apa.

Mobilnya dengan pelan melaju ke depan, Yuni berpegangan pada sabuk pengaman, dia bimbang sambil mengerutkan bibir sejenak, barulah dia berkata: “Itu, mobilnya……….”

“Dibawa polisi.” ucap Candra dengan sinis memotong perkataannya.

Yuni mengedipkan mata merasa tidak bersalah, kalau bukan karena Candra bersikeras mengambil SIM-nya, apa mungkin dia “berkendara tanpa SIM”, dan apa mungkin polisi membawa pergi mobilnya?

Jika dia sedang berjalan di jalanan dan tidak berhati-hati hingga terpeleset, apakah nanti Candra juga akan melarangnya berjalan?

Tetapi, jika melihat sikap Candra yang seperti itu, hal ini benar-benar susah untuk dikatakan.

Yuni di dalam hatinya merasa takut hinga tidak sadar jika badannya duduk dengan tegak.

Setelah Candra naik ke mobil, dia tidak mengatakan apapun kepada Yuni.

Dia menengok ke arah Candra yang berwajah tampan dan rupawan itu, lalu dia teringat akan perkataan Kakek Marco.

Terlihat jelas bahwa perkataannya tidak masuk akal dan hanya membuat kacau, tetapi dari perkataan yang dikeluarkan oleh Kakek Marco itu justru membuat Yuni tidak merasa ingin menyangkalnya sama sekali.

Tetapi, suasana hatinya justru merasa aneh dan sangat terbebani.

Saat menunggu lampu merah, Candra tiba-tiba bertanya pada Yuni: “Ingin makan malam apa?”

“Apapun juga boleh.”

Yuni menjawab dengan nada datar, lalu dia langsung menengok ke arah luar kaca mobil.

Candra menengok ke arah Yuni, tatapannya tajam dan susah untuk dijelaskan.

…………………………..

Candra membawanya pergi ke Istana Yurich.

Mungkin karena dia tahu kalau Kakek Marco tinggal disini, Yuni datang ke Istana Yurich dengan suasana hati yang gelisah.

Candra memarkirkan mobilnya, lalu memegang tangan Yuni bersama-sama masuk ke Istana Yurich.

Mereka langsung naik ke restoran lantai 3.

Pelayan menuntun jalan mereka, Candra hanya melambaikan tangan, menyuruh pelayan untuk meninggalkan ruangan.

Dia membawa Yuni langsung masuk ke sebuah private room.

“Kakek.”

Yuni mengikuti Candra dari belakang, saat mendengar suaranya, barulah dia dengan cepat langsung menengadahkan kepala.

Orang yang berada di depan matanya adalah seseorang yang sesorean tadi “mengobrol” dengannya, yaitu Kakek Marco.

“Sudah datang.” Kakek Marco berbicara sambil perlahan meletakkan majalah yang sedang dipegangnya, lalu dia menengadahkan kepala ke arah Candra.

Saat dia melihat Yuni, ekspresi wajahnya seperti biasanya dan dia langsung menarik kembali pandangannya.

Candra menggenggam tangan Yuni berjalan mendekati Kakek Marco, dia merangkul bahu Yuni, lalu membawanya sampai di hadapan Kakek Marco: “Panggil Kakek.”

Kekuatan Candra begitu besar, hingga Yuni tidak bisa melepaskan genggamannya, Yuni hanya bisa menggaruk kepala sambil berkata: “Kakek.”

Kakek Marco tidak segera merespon.

Candra menemani Yuni berdiri disana: “Kakek, ini adalah istriku, Yuni.”

Suaranya tidak bisa mempelihatkan suasana hatinya.

Kakek Marco tidak segera merespon, Candra masih tetap berdiri disana, Yuni merasa tak bersuara dan kaku.

Beberapa menit kemudian, barulah Kakek Marco menengok ke arah Candra, melambaikan tangannya sambil mengalihkan pandangan ke arah Yuni, suaranya terdengar sedikit ramah: “Duduklah.”

Saat itu juga barulah Candra menarik Yuni untuk duduk.

Yuni menengok ke arah Candra, Dia tidak mengerti apa maksud Candra, kenapa tiba-tiba mengajaknya menemui Kakek Marco.

Dia benar-benar tidak mengerti apa yang sedang dipikirkan oleh kakek dan cucunya ini.

Saat sedang menyantap makanan pun terlihat sangat kaku.

Bahkan sebelumnya saat dia meminum teh bersama Kakek Marco dan Kakek Marco mengatakan beberapa kalimat itu padanya, saat itu Yuni tidak merasa kaku seperti ini.

Begitu terasa sulit baginya untuk menghabiskan makanan ini, Candra dan Kakek Marco tidak ada yang meninggalkan ruangan, dan mereka berdua tidak mengatakan apapun.

Yuni mengambil alasan meminta ijin pergi ke toilet.

Saat dia kembali, dia mendengar suara percakapan mereka dari luar, lalu langsung berhenti dan mendengar suara pembicaraan mereka.

“Apa maksudnya ini?” ucap Kakek Marco memulai percakapan.

Suara Candra saat itu sama seperti biasanya begitu tenang dan enak didengar: “Seperti yang kamu lihat, aku membawa istriku menemuimu.”

Kakek Marco tiba-tiba tersenyum sinis: “Kamu jelas-jelas sudah tahu kalau aku sudah bertemu dengannya sore ini.”

“Tidak peduli bagaimana pun juga, aku harus memperkenalkannya secara resmi kepadamu, ini adalah hal yang harus aku lakukan.” suara Candra terdengar sedikit keras.

Dengan jarak sebuah pintu, Yuni bisa merasakan suasana yang tegang dari dalam ruangan itu.

Tetapi hal yang membuatnya semakin terkejut adalah Candra sebelumnya sudah tahu kalau orang yang akan dia temui adalah Kakek Marco?

“Kamu masih suka memainkan beberapa permainan ini denganku!”

Kali ini, Kakek Marco berbicara menggunakan bahasa inggris dan dengan logat inggris pula.

Nada bicara Candra masih belum stabil: “Ini karena kamu terlalu menikmati permainan ini.”

Yuni mengerti apa yang mereka katakan meskipun mereka menggunakan bahasa inggris, tetapi dia justru tidak mengerti makna yang tersirat dalam setiap kata yang mereka ucapkan.

Tetapi dia sedikit mengerti maksudnya, Candra selalu tahu semua hal yang dia lakukan termasuk kejadian sore ini dia keluar untuk menemui Kakek Marco.

Untungnya dia masih mengira bahwa itu benar, dia memikirkan berbagai macam cara untuk menghindar dari Candra dan tidak boleh membuat dia tahu kalau orang yang akan dia temui adalah Kakek Marco.

Tetapi Candra dan Kakek Marco saat berbincang itu suasananya sangat menegangkan, seperti menjelaskan bahwa dua orang itu tidak akan saling mengalah satu sama lain, namun Yuni tahu semuanya seperti ibarat papan catur yang hanya bisa dimainkan oleh pemainnya.

Semua perkataan Kakek Marco itu bisa jadi bukan untuk menyudutkan Yuni, tetapi untuk menyudutkan Candra.

Tetapi ekspresi yang dikeluarkan Candra hanya bertingkah diam dan menyudutkan Kakek Marco.

Suasana hatinya sangat sulit untuk dijelaskan, hanya merasa tidak ingin masuk lagi.

Yuni menggigit bibirnya sekencang mungkin, tangannya masuk kedalam kantong saku jaketnya, lalu naik escalator turun ke lantai 1, dia mencari bangku kosong untuk duduk di ruang tunggu lobby.

………………….

Entah selang berapa lama, keluarlah seseorang dari dalam eskalator, Yuni melihat orang itu keluar, tetapi Yuni tidak melihat sosok Candra.

Mungkin mereka juga tahu kalau Yuni tidak akan kembali ke ruangan lagi, jadi mereka juga tidak mencarinya.

Yuni tersenyum melihat dirinya sendiri, dia mengalihkan pandangannya.

“Yuni?”

Tiba-tiba terdengar suara yang sangat familiar dari belakangnya.

Yuni langsung tahu dan menengok ke belakang, dan terlihat sosok Ferry dengan tatapan yang bahagia.

Dia sedikit heran, dengan cepat dia berdiri, dia melihat sosok Ferry dengan saksama: “Kamu kenapa ada disini?”

Dia masih ingat dulu Lukman pernah memberitahunya, luka Ferry tidak terbilang sangat parah, dengan cepat dia bisa langsung keluar dari rumah sakit, tetapi setelah keluar dari rumah sakit, sebaiknya dia berbaring di kasur agar cepat pulih.

Ferry tidak mempedulikan pertanyaannya, dia malah balik bertanya: “Kamu sendirian?”

Setelah mendengar kabar Keluarga Goh menjatuhkan gugatan, Yuni langsung tidak ingin menemui Ferry lagi, setelah dilihat dengan saksama, barulah Yuni menyadari kalau Ferry terlihat semakin kurus, ekspresinya masih seperti biasanya, tetapi tatapan matanya justru membuat Yuni merasa sangat tidak nyaman.

Dia tidak berpikir-pikir lagi dan langsung menjawabnya: “Tidak.”

“Bersama Candra datang kesini?”

Ferry lagi-lagi melangkahkan kakinya ke depan sejengkal lebih dekat, semakin mendekat ke Yuni, tatapannya menyiratkan rasa yang terpendam.

Yuni bergumam ke arah Ferry: “Aku bersama siapa pun datang kesini itu tidak ada urusannya dengan kamu!”

Lalu Yuni langsung membalikkan badan untuk meninggalkannya.

Tetapi Ferry yang terus memperhatikannya itu justru kecepatannya lebih cepat dibandingkan dengan Yuni.

Ferry menghadang Yuni dengan memegang tangannya, suaranya terdengar sinis: “Begitu bencinya kamu kepadaku? apakah tidak bisa bersikap seperti teman yang mengobrol beberapa kata? begitu enggan berlama-lama dan ingin segera pergi meninggalkanku?”

Novel Terkait

Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu