After Met You - Bab 625 Menyingkirkan Tembok Penghalang Ini Jauh-Jauh

Saat itu, Lina sudah mampu menunjukkan keberanian dan tekad yang luar biasa, menyebabkan Candra Gail sedikit mengaguminya.

Ia bukan hanya sebagai asistennya yang handal semata, melainkan juga seperti adik perempuannya sendiri.

“Jangan menyalahkan Yuni. Kalau mau menyalahkan seseorang, salahkan saja aku.” Candra Gail menatap Lina dengan tenang.

Lina menyenderkan punggungnya, menaikkan alisnya, dan menarik sudut bibirnya sambil menatap Candra Gail.

Mungkin karena rasa dendam yang kini mendiami hatinya. Saat bertatapan dengan Candra Gail, ia tidak lagi merasa takut seperti sebelum-sebelumnya, melainkan rasanya ingin sekali ia memaki pria itu tepat di depan mukanya.

Lina teringat akan ucapan Andrea sebelumnya: jahat dan pemberani.

Ia merasa sekarang begitulah kondisinya sekarang.

“Kalau aku tetap ingin menyalahkannya bagaimana? Ia jelas-jelas sudah berjanji padaku, tapi ia tidak menepatinya. Kalau aku tidak menyalahkannya lalu menyalahkan siapa? Kalau ia tidak berjanji padaku, aku tidak akan lari dengan penuh harap dan pada akhinya kembali dikecewakan.”

Lina sengaja berkata seperti itu karena ia tahu Candra Gail sangat menyayangi Yuni Lim.

Tapi yang mengejutkan adalah ternyata Candra Gail tidak marah.

Matanya sedikit berkilat, nada suaranya terdengar sedikit menekan: “Kalau Daniel menemuimu untuk terakhir kalinya, maka semua ini bukanlah masalah lagi. Kamu tahu itu di dalam hatimu, bukankah begitu?”

Kalimat itu sukses menusuk titik terapuh dalam hati Lina.

Siapa yang seharusnya ia salahkan?

Perasaan adalah urusan dua belah pihak. Daniel Mo akan pergi namun sebelum pergi pria itu tidak ingin bertemu dengannya, bahkan tidak memberikannya kesempatan untuk mengucapkan salam perpisahan.

Semua kembali ketitik terenda karena tidak ada sosoknya dalam hati Daniel Mo.

Kalau memang Lina berada dalam hatinya, bagaimana mungkin Daniel Mo tidak ingin bertemu dengannya barang sekali lagi saja?

Lina menertawakan diri sendiri: “Apa yang kamu katakan itu benar. Aku sudah mengagumimu sejak kecil. Kamu begitu pintar, kamu tahu segalanya. Apapun yang kamu katakan itu benar.”

Begitu selesai bicara, Lina menundukkan kepalanya dan menutupi wajahnya, ritme napasnya terdengar sedikit berbeda.

Tangan Candra Gail yang berada di bawah meja terkepal secara tidak sadar.

Apa yang Lina katakan tidak salah, ia memang lebih pintar darinya.

Tapi, tetap saja ada saat-saat dimana Candra Gail salah.

Kalau bukan karenanya, Daniel Mo juga tidak mungkin pergi.

Ia adalah orang yang egois.

Ia tidak berani memberitahu Yuni Lim bahwa ia mewarisi penyakit kejiwaan dari keluarganya yang sangat mungkin akan diteruskan pada keturunan-keturunannya. Ia tidak berani membuat Yuni Lim hamil lagi.

Mungkin ke depannya Gilbert Lin juga bisa menunjukkan gejala. Candra Gail tidak ingin Yuni Lim hidup dalam ketakutan dan kekhawatiran.

Yuni Lim mungkin tidak keberatan dengan penyakitnya.

Tapi, penyakit kejiwaan tidaklah sama dengan penyakit lainnya. Penyakit ini mengenyahkan kesabaran penderitanya, membuat Candra Gail bisa melakukan hal-hal yang dapat menyakiti Yuni Lim.

Sedangkan untuk pengobatannya, Yuni Lim harus dipulangkan lebih dulu.

Sebenarnya, Candra Gail juga tidak perlu menyingkirkan Daniel Mo. Tapi, ia tidak tenang karena ia tahu didunia ini kabar angin pun bisa menembus semua tembok.

Jadi, ia ingin menyingkirkan tembok penghalang itu jauh-jauh.

Candra Gail juga menyadari alur pikirnya ini sedikit tidak masuk akal. Tapi kalau ia tidak berbuat begitu, ia tidak bisa tenang.

Candra Gail menatap Lina, tersirat permintaan maaf dalam tatapannya.

Tepat pada saat itu, ponsel Candra Gail pun berbunyi.

Ia mengeluarkan ponselnya, menatap nomor yang tertera, lalu mengangkat telepon itu dengan tatapan kosong.

“Baiklah, aku segera kesana.”

Dari awal sampai akhir percakapan, Candra Gail hanya mengucapkan seuntai kalimat itu saja.

Ketika memutuskan panggilan, Candra Gail pun menyadari bahwa Lina sudah mengangkat kepalanya dan balas menatapnya dengan tenang.

Candra Gail berujar terus-terang: “Yang Mulia Ratu memintaku untuk bertemu, jadi sekarang aku harus pergi.”

Lina dengan segera mengangguk: “Ya.”

Begitu selesai berbicara, Candra Gail pun bangkit berdiri untuk menemui Yuni Lim.

Saat ini, Yuni Lim sedang memotret pemandangan dari atas teras menggunakan ponselnya.

Begitu mendengar ada suara langkah kaki yang mendekat dari belakangnya, Yuni Lim pun memutar kepalanya dan melihat Candra Gail yang berdiri di belakangnya.

Ia memiringkan kepalanya untuk melihat sekilas ke arah belakang tubuh Candra Gail lalu berujar: “Sudah selesai mengobrolnya dengan Lina?”

“Ya.” Candra Gail menjulurkan tangannya dan merapikan helaian rambut yang menutupi dahi Yuni Lim: “Yang Mulia Ratu memintaku bertemu, jadi sekarang aku harus pergi. Kamu disini saja menemani Lina, aku akan menjemputmu setelah urusanku selesai.”

Saat ini adalah periode yang sensitif. Tidak ada untungnya apabila Candra Gail pergi menemui Yang Mulia Ratu sambil membawa Yuni Lim.

“Apa?” Membiarkannya disini bersama Lina? Apa sekarang Candra Gail sedang waras?

Candra Gail tidak memedulikan raut wajah Yuni Lim dan langsung berjalan pergi setelah selesai berujar.

Akal sehat Yuni Lim tidak kembali untuk beberapa saat dan ia berjalan sambil setengah termangu menuju ruang tamu. Lina baru saja kembali setelah menutup pintu, sedangkan Andrea pergi bersama dengan Candra Gail.

“Nyonya, kapan kamu mau kembali? Biar aku antar.” Lina menatap Yuni Lim sambil tersenyum lagi.

Yuni Lim mengerjapkan matanya, ekspresinya terlihat kosong: “Candra bilang biar aku disini saja dulu menemanimu. Ia akan menjemputku setelah urusannya selesai.”

“Hah?” Raut wajah Lina pun dipenuhi tanda tanya: “Apa kamu yakin tidak salah dengar?”

Selain kepada Yuni Lim, sejak kapan Candra Gail juga begitu pengertian dengan orang lain?

Yuni Lim berujar sepatah demi sepatah: “Aku yakin tidak.”

“……” Lina terdiam, tidak tahu harus mengucapkan apa.

Kedua wanita itu pun menunggu bersama. Selain menonton televisi, yang bisa mereka lakukan hanyalah pergi jalan-jalan keluar.

Ketika Yuni Lim mengusulkan untuk keluar jalan-jalan, Lina dengan ragu berujar: “Tapi, akhir-akhir ini situasinya tidak aman...”

Yuni Lim juga mendengar Candra Gail berujar seperti itu, tapi ia tidak mengerti kenapa situasinya tidak aman.

“Kenapa kalian semua bilang begitu?”

“Pemilihan presiden sudah semakin dekat, orang-orang Grisi juga pasti akan mulai bertindak. Lebih baik kita menghindari yang terburuk.” Lina memindahkan piring buah yang ada di depannya ke samping.

Candra Gail pergi menemui Yang Mulia Ratu tapi tidak membawanya ikut pergi bersamanya. Sekarang Yuni Lim memiliki kesempatan langka untuk pergi menemui Lukman karena sedang terpisah dari Candra Gail.

Lebih baik ia segera menjelaskan segala sesuatunya dengan jelas pada Lukman dan menyelesaikannya semuanya lebih cepat.

“Aku sudah lama sekali tidak pergi keluar jalan-jalan.” Yuni Lim hanya bisa bersikap menyedihkan.

Kalau dipikir-pikir, memang Yuni Lim sudah lama tidak pergi jalan-jalan keluar. Ia dan Candra Gail selalu kemana-mana berdua, persis seperti sepasang bayi siam.

Yuni Lim berpikir sejenak lalu berujar: “Bagaimana kalau membawa beberapa pengawal?”

Mengetahui hati Yuni Lim yang lembut, Lina pun menunjuknya: “Nyonya, sebarnya apa yang mau kamu mau lakukan diluar?”

Setelah berhasil dibaca oleh Lina, Yuni Lim juga tidak merasa kikuk: “Aku memang memiliki urusan yang lain. Candra juga tidak mungkin kembali dengan cepat dari sana, aku jamin aku akan kembali sebelum ia pulang. Kamu tenang saja.”

“Katakan dulu padaku, kamu mau kemana?”

“Maaf, tapi kali ini aku benar-benar tidak bisa memberitahumu.” Kalau Yuni Lim memberitahu alamat Lukman pada Lina, ia pasti tidak akan membiarkannya pergi.

Walaupun Lina sebelumnya terlihat mengeluh tentang Candra Gail, tapi sekarang ia terlihat sudah jauh lebih tenang.

Apalagi, sebesar apapun ia tidak puas dengan Candra Gail, tapi dalam kondisi penting, Lina pasti konsisten dengan sikapnya terhadap dunia luar.

Lina sendiri juga sudah merasakan temperamen Candra Gail akhir-akhir ini. Melihat rupa Yuni Lim yang memohon, hatinya pun melembut dan ia setuju.

Yuni Lim menghembuskan napas lega, tapi Lina memintanya agar membiarkannya mengantar Yuni Lim hingga setengah jalan. Setelah itu, ia akan menunggunya disana dan juga memberikan Yuni Lim batas waktu.

Yuni Lim tahu persetujuan Lina itu sama saja dengan memberikannya kelonggaran dan itu sudah membuatnya puas. Permintaan Lina juga bukan sesuatu yang berlebihan.

Apalagi, kemarahan Candra Gail tidak melihat orang. Lina mengambil risiko besar dengan membiarkan Yuni Lim pergi keluar untuk melakukan apa yang mau ia lakukan.

Novel Terkait

His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
3 tahun yang lalu
Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
3 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
3 tahun yang lalu