After Met You - Bab 226 Aku Beri Kamu Waktu Lima Detik untuk Berpikir

Perasaan?

Yessica Lim benar-benar semakin keterlaluan.

Yuni Lim dengan tatapan dingin memandangi Yessica yang sedang berakting. Hatinya hanya datar tanpa perasaan apapun.

“Sudah selesai bicaramu?” Yuni mengangkat alis dan bertanya balik pada Yessica.

Yessica mengeluarkan ekspresi penuh kesakitan, "Yuni, kamu ... Tidak percaya padaku?"

Percaya pada Yessica?

Lebih baik percaya pada anjing.

"Candra adalah suamiku, dia adalah orang yang bagaimana, aku mengetahuinya dengan sangat jelas." Yuni menatap Yessica dengan pasti, dengan jelas.

Setelah Yessica mendengar itu, ia mengeluarkan ekspresi hendak menangis, "Kita adalah satu keluarga."

"Cukup!"

Yunus Lim sebagai kepala dari keluarga, akhirnya bersuara.

Mata Yessica memancarkan sedikit perasaan puas.

Yuni tidak mempercayai Yessica, karena dia tahu bahwa semua ini bukanlah kebenarannya. Tapi orang-orang lain dalam keluarga Lim, terutama Yunus Lim, pasti akan mempercayai Yessica.

Dengan begini, keluarga Lim akan semakin kesal dengan Yuni.

Yunus juga akan semakin membenci Yuni, meskipun Yuni benar-benar berkompeten, Yunus tidak akan pernah menyerahkan perusahaan keluarga Lim kepada Yuni.

Yuni hanya mempunyai saham kecil yang ditinggalkan ayahnya, menjadi istri dari wakil direktur perusahaan kecil saja seumur hidup!

Tatapan dingin Yunus menatap pada Yuni.

Lalu beralih lagi kepada Yessica, ekspresinya berubah menjadi jauh lebih lembut, "Yessica, kamu temani Ferry dulu ke rumah sakit, di sini aku saja yang urus"

Meskipun Yessica yakin dalam hatinya bahwa Yunus pasti percaya padanya, tapi ia tidak yakin apa yang akan dilakukan Yunus.

Karena khawatir terhadap luka Ferry, Yessica akhirnya setuju dengan perkataan Yunus.

........

Setelah Yessica menemani Ferry hingga naik ke dalam mobil ambulans, Yuni dan Candra mengikuti Yunus menuju kantornya.

Yunus melihat Yuni dan Candra duduk di seberangnya, sama sekali tidak memiliki ekspresi bersalah, apalagi dengan kejadian kemarin-kemarin, hatinya serasa semakin marah.

Yunus melemparkan gelas yang ada dihadapannya ke atas lantai lalu berteriak marah, "Kalian sendiri yang jelaskan, apa yang sebenarnya terjadi!"

Yuni tidak tahu masalah apa yang terjadi antara Candra dan Ferry, setelah berpikir lama, akhirnya hanya bisa berkata, "Biaya dokter akan kami bayar."

"Apa keluarga Goh membutuhkan biaya dokter yang kecil itu?" Yunus marah tapi juga merasa lucu.

"Kalau begitu bagaimana? Apa sampai harus melapor polisi juga?"

Yuni memiringkan kepala, wajahnya menunjukkan ekspresi bodo amat.

Wajahnya seperti menuliskan 'aku tidak takut terhadap apa yang akan kamu lakukan'.

Yunus marah hingga tubuhnya bergetar, "Kamu ... Kalian pergi minta maaf pada keluarga Goh, jika mereka tidak memaafkan kalian, kalian juga jangan harap untuk pulang kembali ke keluarga Lim."

Yunus mengatakannya seperti menganggap Yuni sangat ingin kembali saja.

Tidak menunggu penolakan dari Yuni, Candra yang terus diam akhirnya lebih dahulu mengeluarkan suara, "Tidak mungkin."

"Kamu memukul orang masih merasa benar?" Yunus berdiri lalu menggebrak meja dengan keras.

Wajah Candra tidak berubah, masih dengan serius berkata, "Sama sepertimu, tuan Lim, yang belum pernah melaksanakan tugasmu sebagai tetua, namun ingin melaksanakan hak sebagai tetua. Kamu sendiri adalah orang yang berlaku semena-mena, kenapa masih ingin mengkritik orang lain?"

Candra Goh merasa dirinya adalah orang pintar selama ini, namun malah tidak berdaya mendengar perkataan Yunus.

"Mengenai masalah ini, aku hanya mengakui satu hal, memang benar aku yang memukul Ferry, mengenai minta maaf, ini tidak mungkin, mau itu lapor polisi, atauu jalan keluar lain, terserah kalian."

Selesai mengatakan itu, Candra menarik tangan Yuni keluar ruangan.

Yunus melihat punggung dua orang yang berjalan menuju pintu, satu kata yang dia tahan daritadi akhirnya keluar.

"Bajingan!"

Yang menjawabnya hanyalah suara pintu yang tertutup dingin.

Yunus menenangkan diri, lalu keluar dengan langkah besar.

Setelah keluar, ia berteriak, "Jangan biarkan mereka pergi!"

Jalan Candra dan Yuni tidaklah cepat, saat ini mereka hanya sampai di ruang tamu. Setelah para pelayan mendengar seruan Yunus, dengan segera memanggil pengawal.

Yuni mendekat pada Candra, menengadahkan kepala, melihat Yunus yang berjalan turun dari tangga, menoleh ke belakang adalah pengawal yang mengitari dirinya dan Candra.

Kejadian ini sangat familiar.

Hatinya, dingin bagaikan es.

"Apa kakek ingin memukul kita, sebagai bentuk minta maaf pada Ferry?"

"Jika kalian benar-benar tidak ingin meminta maaf, aku hanya bisa melakukan ini." Yunus tertawa dingin.

Yuni merasa Candra adalah orang yang berbeda wajah dan hatinya, lain di wajah, lain juga hatinya.

Namun sampai sekarang, dia menyadari 'berbeda wajah dan hati' pada orang yang berbeda, juga ada perbedaannya.

Kata ini digunakan pada Candra, adalah suatu kelebihan. Digunakan pada diri Yunus, menjadi menjijikan.

"Kita ..."

Saat Yuni sedang bersiap untuk mengatakan sesuatu, Candra menggenggam erat tangannya. Yuni menoleh padanya, Candra memberikan mata tenang padanya.

"Perusahaan Lim akhir-akhir ini sedang memiliki proyek pembangunan di daerah bagian barat."

Suara dingin Candra terdengar di ruang tamu, suaranya tidak besar, namun sekali dia mengeluarkan suara, mampu membuat orang-orang yang berada di ruang tamu merasakan suhu udara menurun beberapa derajat, membuat orang-orang tanpa sadar merinding.

Mendengar itu, ekspresi Yunus berubah, proyek membangunan di bagian barat, dia dapatkan secara diam-diam dengan mengandalkan relasi. Belum diumumkan, namun sudah mulai dikerjakan.

Proyek ini, adalah proyek rahasia di perusahaan Lim, kenapa Candra bisa mengetahuinya?

Yunus bertanya dengan hati-hati, "Apa yang ingin kamu katakan?"

"Aku beri kamu waktu lima detik untuk berpikir, jika hasil pertimbanganmu membuatku tidak puas, maka proyek itu akan berakhir begitu saja."

Candra mengatakan hal itu dengan wajah tenang, wajah tampannya yang muda terlihat penuh kemenangan.

Yuni tidak tahu proyek apa yang dimaksud Candra, karena bagaimanapun setelah dia terluka, ia terus beristirahat, tidak pernah pergi ke perusahaan.

Melihat tampang Candra yang tenang, hati Yuni senang.

Dia mendadak teringat kata 'pahlawan hebat'.

Waktu itu, jika bukan karena Candra, dia pasti sudah ditangkap untuk diberikan pada Mario. Kali ini, karena ada Candra, dia baru percaya bahwa apapun yang ingin dilakukan Yunus pasti tidak akan berhasil.

"Lima, empat, tiga ..."

Candra mulai berhitung dengan pelan.

Yunus sama sekali tidak menganggap penting ancaman Candra, terhadap tindakan Candra, juga hanya dianggap terlalu berlebihan.

"Satu."

Setelah Candra mengucapkan angka terakhir, ia mengangkat kepala menatap Yunus. Di bawah tatapan Yunus yang merendahkan, dia mengeluarkan ponsel lalu menelpon seseorang.

"Proyek yang dimulai di daerah barat itu, aku menginginkannya."

Candra hanya mengatakan satu kalimat ini, kemudian menutup telepon.

"Sudah menelponnya?" Melihat Candra yang memutuskan sambungan, tawa cemooh di wajah Yunus semakin jelas terlihat.

Candra juga tidak mengatakan apapun, hanya menggenggam tangan Yuni dengan tenang, kelihatan tidak peduli.

Yunus tiba-tiba merasa hatinya berdebar kencang, tepat di saat ini, ponselnya berdering.

Dia menatap Candra, lalu dengan tidak peduli menerima panggilan. Setelah mendengar perkataan orang di ujung sambungan, wajahnya berubah pucat, dengan tidak percaya bertanya, "Apa yang kamu katakan?"

Novel Terkait

Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
3 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
3 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
4 tahun yang lalu