After Met You - Bab 586 Seminggu Yang Lalu

Kaki Sekretaris melunak mendengar kata-kata Candra Gail.

Dia merasa presiden menjadi lebih mengerikan akhir-akhir ini, seolah-olah kepribadiannya berubah.

Dia telah menjadi sekretarisnya bertahun-tahun. Dulu ia mengira ia bisa membendung semua emosi yang di lampiaskan bosnya, tetapi sekarang ia tidak sanggup lagi.

Dia tidak ingin kehilangan pekerjaan karena ini, jadi dia harus mengatakan yang sebenarnya.

Setelah dia selesai. Candra Gail tidak berbicara.

Sekretaris bahkan tidak berani bernapas.

Kantor itu begitu sunyi hingga bunyi tiupan angin pendingin ruangan terdengar jelas.

Dalam suasana tegang ini, Candra Gail membuka mulut. Dengan suara tenang dan sedikit tekanan ia bertanya : "Kapan nyonya meminjam ponselmu untuk menelepon?"

"Seminggu yang lalu." Sekretaris berpikir sejenak dan berkata, "Di hari pertama ia membawakanmu makanan."

"Pak!"

Ketika suaranya jatuh, pena di tangan Candra Gail tiba-tiba patah.

Ini membuat sekretaris yang telah dengan mengawasinya menelan air liurnya, tanpa sadar dia menyentuh lehernya.

Ia mengumpulkan keberanian, dan dengan hati-hati memanggilnya: "Tuan?"

Saat berikutnya, Candra Gail melempar setumpuk dokumen di depannya. "Keluar!" Bentak suara itu

Suara dan nada ini seperti seorang pemangsa sedang memakan tangkapannya hidup-hidup.

Seketika nyali sekretaris menciut. Dia berjongkok dan mengambil kertas yang berhamburan sebelum meletakkannya kembali dan meninggalkan ruangan.

Semua kertas itu sangat penting, dia tidak mungkin membiarkannya berhamburan begitu saja. Ia juga tidak berani bersuara, ia tak ingin mati di tempat.

Untungnya, dia keluar dengan lancar.

Setelah menutup pintu dengan rapat, sekretaris akhirnya berani mengambil nafas lega.

Candra Gail di kantor, bagaimanapun, seperti bom yang dapat meletus kapan saja.

Pada saat ini. Ponselnya berdering.

Dia meliriknya secara tidak sengaja dan menemukan itu adalah nomor telepon istana Morgen Wen.

Sudah jelas siapa yang menelepon.

Dia memandang ponsel dengan mata dingin, dan tangannya yang tergantung di meja dengan cepat mengepal. Ia hanya melihat ponsel itu sampai deringannya terhenti.

Yuni Lim bertanya-tanya. Apakah dia sedang sibuk?

Namun, tidak peduli seberapa sibuknya dia, dia tidak pernah menghiraukan panggilannya.

Mungkinkah dia tau bahwa dia yang menelepon?

Namun, dia tidak bisa memberikan makanan kepadanya hari ini. Jika dia tidak memanggilnya sebelumnya, dia akan marah padanya lagi.

Dia harus memanggilnya lagi.

Kali ini, telepon berdering beberapa kali, dan akhirnya terhubung.

Setelah menerima panggilan, dia tidak berbicara.

Mengetahui kebiasaannya, Yuni Lim bertanya, "Apakah kamu sibuk hari ini? Kamu tidak menjawab teleponku."

"Yah, kapan kamu datang?" Suara Candra Gail serak dan tak mengandung emosi tertentu.

Yuni Lim menyesal mendengar pertanyaannya.

Karena dia akan pergi ke tempat Marco Gail untuk makan malam nanti, dia harus meminta sopir untuk membantunya membawa makanan yang sudah disiapkan ke perusahaan.

Sekarang, ketika tahu Candra Gail menunggunya, dia merasa sedikit bersalah.

Terlepas dari perasaannya, kata-kata masih perlu diucapkan.

"Aku tidak bisa datang. Aku akan meminta sopir untuk mengantarkannya kepadamu. Kakek memintaku untuk menemaninya makan. Aku akan membawakanmu makanan besok." Nada Yuni Lim agak lemah.

Setelah itu, dia dengan hati-hati memberhatikan perubahan suasana hati Candra Gail.

Ketidakpuasan dan kemarahan yang ia tunggu tidak muncul, dia hanya berkata dengan tenang : "Aku mengerti."

Dengan itu, dia menutup telepon.

Yuni Lim melihat telepon yang digantung dan tertegun, ia lalu meletakkan kembali telepon itu.

Apakah ia marah?

Lupakan saja. Lebih baik memikirkannya lagi ketika dia kembali di malam hari.

Yuni Lim tidak memikirkannya lagi. Dia mengganti pakaiannya dan pergi ke Marco Gail.

"Yuni, makan lebih banyak. Gilbert hampir tiga tahun. Kebetulan masih muda, lebih baik kalian memberikan adik untuk Gilbert..."

Marco Gail sangat antusias memberikannya makanan sambil memberikan nasihat layaknya sesepuh keluarga yang normal.

Yuni Lim secara alami tahu bahwa tujuan di balik penampilan antusiasme bukan dirinya, tetapi untuk menunjukkan kebaikannya kepada Candra Gail.

Yuni Lim menaikkan sudut bibirnya dan tersenyum, dengan ekspresi yang sangat lembut di wajahnya: "Candra Gail dan aku sama-sama muda. Urusan anak, kita hanya membiarkan nasib yang menentukan."

"Tidak salah." Marco Gail segera menunjukkan tanda persetujuan.

Yuni Lim tersenyum sepanjang makan siang hingga rahangnya seakan-akan menjadi kaku.

Namun, sejak datang ke negara J, ada terlalu banyak tempat yang harus ia ingat.

Terkadang ia merasa tidak berdaya, tetapi begitulah adanya.

Meskipun semuanya ada di istana Morgen Wen, tetapi jarak dari ruang makan ke tempat Yuni Lim tinggal saja kurang lebih lebih sepuluh menit.

Setengah jalan, langit tak berawan tiba-tiba menjatuhkan hujan lebat.

Hujan badai tiba-tiba datang. Rintik hujan yang kuat ditambah dengan Yuni Lim pakaian tipis, tetesan air hujan menghantamnya seperti batu. Rasanya sakit sekali.

Yuni Lim menutupi kepalanya, melangkah lebih cepat, dan ketika dia sampai di kamarnya, dia basah kuyup.

Ketika dia menutup pintu, dia menemukan ada seorang pria berdiri di dalam, pria itu juga basah seperti dirinya.

"Candra Gail?"

Ia tertegun sesaat sebelum akhirnya sadar siapa pria yang ada di dalam. Lalu dia berjalan dengan berani: "Kenapa kamu kembali?"

Bagaimana Candra Gail bisa pulang sepagi ini?

Seharusnya ia juga baru tiba di rumah. Hujan belum lama jatuh, tetapi dalam beberapa menit, dia basah kuyup.

Candra Gail pulang sedikit lebih awal darinya, tetapi Gedung L. K. Grup tidak terlalu dekat dengan Morgen Wen. Mengingat dirinya sempat melapor sebelum bertemu dengan Marco Gail, sepertinya pria itu langsung kembali setelah mematikan panggilan.

"Apakah semua urusan di perusahaan sudah selesai?" Yuni Lim mendekat dan melihat pakaiannya, yang basah dari ujung kaki hingga ujung rambut. Ia mengerutkan kening, "Mandi dulu."

Yuni Lim pergi ke kamar mandi untuk membukakan air untuknya.

Ketika dia sampai di kamar mandi, dia sadar bahwa Candra Gail tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Apakah Candra Gail masih marah karena dia tidak mengantarkan makan siang kepadanya secara langsung?

Dia tidak tahu apakah Candra Gail bersikap tidak masuk akal atau kekanak-kanakan.

Tapi dia tidak punya pilihan lain.

"Masuklah dan mandi." Yuni Lim telah mengisi air dan pergi ke pintu untuk memanggil Candra Gail.

Dia menemukan bahwa Candra Gail masih berdiri di tempat yang sama.

Dia akhirnya yakin ada yang salah dengan Candra Gail.

"Ada apa denganmu?" Yuni Lim berjalan mendekat, meraih tangannya dan bertanya dengan suara tenang.

Tangannya sedingin es.

Yuni Lim tertegun. "Kenapa dingin sekali? Ayo masuk dan mandi."

Dia menariknya ke kamar mandi, namun Candra Gail tidak juga bergerak.

Kesabarannya habis dan ia melepaskan tangannya dengan wajah kesal.

Novel Terkait

Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
My Tough Bodyguard

My Tough Bodyguard

Crystal Song
Perkotaan
5 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
5 tahun yang lalu