After Met You - Bab 247 Dasar Bodoh, Kemarilah!

Pria paruh baya yang barusan masuk itu langsung menutup pintu setelah dia memasuki ruangan.

Dia berjalan sampai belakang kursi Marchelius Gail, lalu tanpa bicara apapun dia langsung berdiri memberikan salam hormat.

Yuni menduga bahwa pria paruh baya itu adalah Kakek Darwin.

Pelafalan Marchelius Gail sangat fasih, tetapi jika didengar secara seksama, pelafalan bicaranya seperti ada aksen orang asing: “Hallo, namaku Marco Gail.”

Marco Gail adalah nama panggilannya.

Yuni sedikit tersenyum: “Namaku Yuni Lim.”

Bagaimanapun juga, Yuni didalam hatinya masih merasakan gugup.

Dia tidak tahu pasti bagaimana tingkah laku Kakek Marco.

Yuni sempat membayangkan, mungkin karena Kakek Marco di luar negeri diangkat oleh presiden sebagai seorang kepercayaannya, sehingga saat bertemu dengan Yuni, dia sangat serius dan bersikeras memberi peringatan kepada Yuni bahwa Yuni tidak pantas untuk Candra……..

Tetapi tidak pernah terbayangkan sebelumnya kalau dia bisa begitu sopan kepada Yuni, atau apa mungkin karena ini masih permulaan.

Jika berpikir seperti ini, hati Yuni seluruhnya bisa bangkit kembali.

“Aku sudah lama mendengar nama restoran ini, tetapi aku tidak tahu sama sekali masakan apa yang paling enak di restoran ini, silakan Yuni saja yang pilih.”

Kakek Marco berbicara sambil memberikan buku menu kepada Yuni, dan itu nampak jelas kalau dia menyuruh Yuni untuk memesan makanan.

Perkataannya seperti sering Yuni dengar jika bertemu dengan orang tua yang lainnya, membuatnya sungkan untuk menolak hingga akhirnya dia juga yang memesan, Yuni dengan bersungguh-sungguh mulai memesan makanan.

Saat menunggu makanan yang dipesan siap disajikan, Kakek Marco lagi-lagi mengajak ngobrol Yuni dengan permasalahan yang lain, dia bertanya pada Yuni tentang masalah di Malaysia.

Kesabaran Yuni sedikit demi sedikit mulai habis, tetapi Kakek Marco tidak menyinggung pembicaraan tentang Candra dan tidak menyinggung pembicaraan mengenai identitas dirinya.

Akhirnya makanan pun sudah tersaji, Kakek Marco melambaikan tangannya mempersilahkan orang yang duduk di belakangnya: “Hidangan pencuci mulut disini kelihatannya sangat enak, Darwin, kamu juga harus mencobanya.”

Setelah Kakek Marco selesai bicara, Kakek Darwin langsung membalikkan badan keluar ruangan dan menutup pintu.

Yuni tahu kalau permainan akan segera dimulai.

Kakek Marco bersandar ke belakang, intonasi bicaranya tidak keras juga tidak pelan: “Yuni, kamu lebih sabar dari apa yang aku pikirkan.”

“Awalnya aku ingin pelan-pelan menikmati teh sore ini.” Yuni berbicara sambil menuangkan teh ke gelas Kakek Marco.

Gerakannya terlalu sangat mudah, kelihatannya juga sangat tenang.

Kakek Marco melirik tajam ke arah Yuni, beberapa saat kemudian, barulah dia berkata: “Aku sejak dulu sudah pernah bertemu denganmu.”

Sejak dulu sudah pernah bertemu dengannya?

Yuni terkejut: “Tuan Marco sejak dulu sudah pernah bertemu denganku?”

Sejak dia memberitahu nama panggilannya, Yuni langsung menggunakan nama itu untuk memanggilnya.

“Hal itu hanya masa lalu.” kecepatan bicara Marco sangat pelan, seperti sedang memaksakan diri mengingat sesuatu.

Yuni tidak berani banyak bertanya, dia hanya diam tidak mengeluarkan suara apapun sambil meminum teh.

Dengan sangat cepat ekspresi wajah Marco berubah, dia berkata dengan nada keras: “Kamu pasti tahu kenapa hari ini aku memanggilmu keluar.”

“Tahu.” ucap Yuni. Dia tidak bisa mempermainkan Marco, dengan simple dia berkata dengan jujur, bukankah semua orang tua semuanya menyukai anaknya berbuat jujur?

Kakek Marco berkata: “Kamu sangat cantik.”

“Terima……..”

Yuni baru saja mengucapkan kata “terima”, Kakek Marco langsung memutus perkataannya: “Tetapi aku merasa kamu tidak pantas untuk Candra.”

Tangan Yuni yang sedang memegang gelas teh itu menjadi sangat erat.

Yuni sedikit menundukkan kepala, dia memeriksa dengan seksama, lalu dia berkata: “Sepertinya Candra didalam hati Anda adalah yang terbaik, siapa pun yang bersama dia, Anda pasti tidak akan merasa puas.”

“Betul sekali memang begitu kenyataannya.” Kakek Marco langsung bicara tanpa membantahnya: “Candra adalah keturunan termuda Keluarga Morgen Wen yang paling hebat, dia adalah kebanggaanku, juga kebanggaan Keluarga Morgen Wen, aku sudah memilihkan calon istri dari keluarga yang terpandang untuknya, tetapi dia malah memilih kamu, hal ini adalah kesalahan terbesar yang pernah dilakukannya.”

Bersamanya adalah kesalahan terbesar………..

Yuni masih muda, mendengar perkataan Kakek Marco yang begitu ketus, wajah dia saat itu juga langsung berubah.

Atau mungkin dalam pandangan Kakek Marco, basa-basi adalah hal yang sangat membuang waktu.

“Aku bukan termasuk orang tua yang kolot dan tidak bisa beradaptasi, tetapi, hatiku sangat sulit menerimanya, Candra adalah cucu kesayanganku, didalam pandanganku dia memang patut dihargai, sehingga, Yuni, aku tidak bisa mengendalikan diri untuk membuatmu susah, maka dari itu maafkan aku.”

Perkataan Kakek Marco ini membuat Yuni sepenuhnya tidak mengerti bagaimana meresponnya.

Terakhir, Yuni mengerutkan bibir dan menganggukkan kepala: “Aku bisa memahaminya.”

“Kita lanjutkan, hidangan pencuci mulut disini benar-benar sangat enak.” ucap Kakek Marco sambil mengambil sepotong kue, tatapannya sangat terang seperti seorang anak kecil yang melihat mainan kesukaannya.

Yuni menganggukkan kepala, dia tidak bicara apapun.

Yuni menemani Kakek Marco duduk sesorean.

Kakek Marco adalah seseorang yang pandai bercakap, dia sepertinya sangat menyukai Malaysia, hingga dia terus menanyakan banyak pertanyaan pada Yuni.

Meskipun hati Yuni tidak disini, tetapi masih……..menjawab pertanyaan Kakek Marco.

Dia berpikir, jika Kakek Marco bukan kakeknya Candra, identitas mereka dan kejadian yang telah terjadi diantara mereka berdua pasti tidak akan seperti ini, atau mungkin masih bisa berteman juga adalah hal yang tidak pasti.

……………….

Saat meninggalkan restoran, waktu sudah menunjukkan pukul 5.30

Kakek Marco dan Darwin pergi duluan, Yuni berdiri di depan pintu restoran, melihat mereka berdua naik ke mobil, setelah mereka sudah menghilang dari pandangannya, barulah Yuni naik ke mobilnya sendiri.

Dia mengeluarkan handphone lalu melihatnya, di layar handphone-nya terlihat banyak panggilan tak terjawab, dan semua panggilan itu dari Candra.

Saat sebelum masuk kedalam restoran, dia mengatur mode diam pada handphone-nya.

Jarinya sudah 2x melakukan panggilan telepon untuk Candra, tapi masih saja harus berkali-kali meneleponnya.

Tiba-tiba, dia sangat ingin mendengar suaranya.

Yuni merasa sekarang hatinya sudah tidak ada beban lagi, terasa lega, hatinya sekarang gelisah.

Teleponnya tersambung, dia mendengar suara Candra sedikit marah: “Yuni, kamu kenapa masih belum pulang?”

Suasana hati Yuni sedang tidak bagus, dia hanya menjawab dengan pelan: “Sebentar lagi pulang.”

Candra terdiam sejenak, lalu dengan cepat dia berkata: “Kenapa?”

“Tidak kenapa-napa.” ucap Yuni sambil menyandarkan dagunya di atas setir mobil, dan tetap menelepon dengan gaya yang aneh seperti itu.

“Aku jemput kamu.”

“Tidak usah, aku sebentar lagi pulang.”

Setelah Yuni mengatakan kalimat itu, dia langsung memutuskan teleponnya.

Sebenarnya dia tidak ingin pulang.

Yuni mengambil napas dalam-dalam, lalu mengemudikan mobilnya ke arah Villa Maya Bay.

Dan pada akhirnya belum sampai berjalan jauh, jalanan pun macet.

“Halo, numpang tanya, apakah Anda tahu apa yang sedang terjadi di jalan depan?” ucap Yuni setelah menurunkan kaca mobil, dia bertanya pada seseorang yang berdiri di depan mobilnya.

Orang tersebut menengok ke arah Yuni, Nona cantik bermobil mewah, bahkan dia tersenyum sambil berkata: “Di jalan depan terjadi kecelakaan, polisi sedang memeriksa SIM nya.”

SIM………….

“Terimakasih ya atas informasinya.” Setelah Yuni menganggukkan kepala mengucapkan terimakasih, dia langsung kembali ke posisi duduknya.

Dia gelisah sambil menggenggam rambutnya, kalau begitu aku kabur dan tinggalkan mobil saja?

Tetapi polisi sudah di depan mobilnya untuk melakukan pemeriksaan.

Polisi tersebut mengetuk kaca mobil Yuni: “Nona, tolong perlihatkan SIM milikmu.”

Yuni menurunkan kaca mobil, wajahnya tanpa ekspresi, dia berbicara dengan perasaan yang gelisah: “Aku lupa membawanya.”

Setelah itu mobilnya dibawa polisi.

Hari mulai gelap, dan waktu pulang kerja yang biasanya jalanan paling macet-macetnya.

Yuni berdiri di tepi jalan dengan wajah tak berdaya tidak bisa mengambil mobilnya.

Tidak lama setelah itu, handphone-nya berbunyi.

Yuni mengangkat telepon itu: “Hallo?”

Di telepon itu terdengar suara Candra: “Dasar bodoh, kemarilah!”

Yuni terkejut saat menengadahkan kepala, dia melihat seseorang yang dikenalnya sedang berdiri di depan mobil seberang jalan.

Novel Terkait

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
5 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
5 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
4 tahun yang lalu
The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu