After Met You - Bab 130 Siapa Ayah Anak Ini?

Candra Gail memanggang roti dan menggoreng telur, memasak dua porsi sarapan yang sederhana.

Sebenarnya ia ingin memasak sesuatu yang lebih baik, tapi ia memutuskan untuk memasak sesuatu yang sederhana saja begitu melihat raut gelisah Yuni Lim.

Setelah kedua orang itu selesai sarapan, mereka pun berangkat dari rumah. Candra Gail mengantarkan Yuni Lim sampai ke tempat dimana konferensi pers akan diadakan.

Setelah mobil berhenti, Yuni Lim membuka pintu mobil dan bersiap turun, ketika Candra Gail menggenggam tangannnya.

“Ada apa?”

Yuni Lim yang tidak mengerti, membalikkan kepalanya untuk menatap Candra Gail, tapi pria itu menciumnya begitu kepalanya berbalik.

Meskipun hanya berupa sentuhan ringan di bibirnya, namun alam bawah sadar Yuni Lim langsung bereaksi dan ia mengepalkan tangannya.

Candra Gail menopang bagian belakang dari kepala Yuni Lim dan memperdalam ciumannya. Ia membuka bibir wanita itu agar bisa meraih lidahnya yang lembut. Ia meletakkan kepala tangan Yuni Lim di samping kepala wanita itu, membiarkannya tenang di dalam rangkulannya.

Yuni Lim benar-benar terkejut dan dibutakan oleh tindakan Candra Gail. Pria itu pun menarik tangannya dengan perlahan.

Pandangan Yuni Lim menurun dan melihat bekas merah aneh di bibir Candra Gail. Ia memiringkan wajah pria itu sedikit dan berkata dengan suara pelan: “Lipstikku rusak deh.”

Candra Gail tertawa pelan dan menghapus jejak lipstik Yuni Lim dari bibirnya.

Yuni Lim memperhatikan bagaimana Candra Gail menghapus lipstik itu dari bibirnya. Apakah jemarinya yang panjang memiliki mata? Jadi ia bisa menghapus bekas lipstik tanpa menggunakan cermin?

“Bukankah kamu buru-buru?” tanya Candra Gail. Setelah selesai mengusap bibirnya, ia pun beralih pada bibir Yuni Lim.

Merasakan jemari Candra Gail yang sedikit kasar di bibirnya membuat wajah Yuni Lim merah padam. Ia mendorong pergi tangan Candra Gail dan mengambil cermin sakunya untuk membetulkan lipstiknya.

Sepertinya Candra Gail menganggap lipstik itu sebagai sesuatu yang sangat menarik. Yuni Lim spontan menarik tubuhnya mundur sedikit tatkala melihat tangan Candra Gail terulur dan menyentuh bibirnya.

Yuni Lim menegurnya: “Apa yang kamu lakukan?”

“Kamu tidak perlu memakai lipstik.” Candra Gail menaikkan alisnya. Pandangannya jatuh pada lipstiknya dan beberapa titik lipstik itu di bibir Yuni Lim.

Bibir Yuni Lim secara alami sudah berwarna merah, tanpa lipstik pun sudah terlihat cantik.

Tentu saja Yuni Lim mengerti maksud pria itu, wajahnya kembali memerah. Ia lalu dengan buru-buru membuka pintu mobil: “Kalau begitu aku pergi dulu.”

“Ya, aku akan menunggumu.” Candra Gail hanya duduk diam, namun pandangannya tidak lepas dari tubuh Yuni Lim barang sedetik pun.

Aku akan menunggumu...

Hati Yuni Lim langsung terasa hangat begitu mendengar ucapan Candra Gail. Hanya tiga kata sederhana... Tapi bisa membuatnya kehilangan kata-kata.

Yuni Lim berjalan beberapa langkah, membalikkan kepalanya dan melirik Candra Gail sekilas, lalu kembali berjalan masuk.

Begitu bayangan Yuni Lim sudah hilang dari pandangan, Candra Gail pun menaikkan jendela mobilnya. Ia mengambil sebatang rokok dan menyalakannya, namun langsung mematikannya begitu menyesapnya satu kali.

……

Yuni Lim pergi ke aula acara dan melihat jam. Waktu menunjukkan sudah hampir pukul delapan pagi.

Walaupun acara baru resmi diadakan pukul sembilan, tapi orang-orang sudah akan datang pukul setengah sembilan. Yuni Lim hanya tiba setengah jam lebih pagi.

Sebenarnya, ia tidak perlu bangun sepagi ini untuk melakukan apapun. Semua persiapan sudah ia kerjakan kemarin.

Yuni Lim hanya ingin mengenali suasananya terlebih dahulu.

Sejujurnya, ia merasa sangat gugup.

Untungnya, Tasya pun datang tak lama kemudian.

“Yuni, kamu datang pagi sekali. Kupikir aku yang datang paling pagi.” Sebelah tangan Tasya memegang secangkir susu kacang yang belum habis.

Yuni Lim tertawa dan memberikan sebotol air minum padanya: “Aku juga baru saja datang.”

Tak lama kemudian, Ivan Lim pun datang.

“Yuni.” Ivan Lim menatapnya dan berjalan menghampiri, di belakangnya terdapat dua orang berjabatan tinggi.

Yuni Lim balas menatapnya dan menjawab dengan nada suara seperti orang asing: “Wakil Direktur Lim.”

Begitu mendengar sapaannya, kilat ketidakpuasan hadir di mata Ivan Lim. Ia menepuk-nepuk pundak Yuni Lim, “Kamu bukanlah orang luar, tidak perlu bersikap seperti orang asing begitu.”

Yuni Lim hanya tersenyum menatap Ivan Lim dan tidak mengucapkan apapun. Ada hal-hal yang semua orang sudah tahu, tapi terpaksa harus berpura-pura bodoh.

Melihat respon Yuni Lim, Ivan Lim pun tidak mengucapkan apapun lagi. Ia membalikkan tubuhnya dan berbincang dengan orang-orang penting di belakangnya.

……

Tepat pukul sembilan.

Begitu reporter datang, maka semua orang sudah hadir.

Yuni Lim duduk dengan gugup di sebelah Ivan Lim. Raut wajahnya yang tegang menunjukkan betapa gugupnya ia.

Ivan Lim yang ada di sampingnya pun tiba-tiba berujar: “Yuni, kamu tidak perlu gugup.”

“Aku tidak gugup.” Yuni Lim menarik napas dalam-dalam dan menoleh pada Ivan Lim.

Ivan Lim menatapnya dan menganggukkan kepalanya. Nada suaranya terdengar penuh maksud: “Kamu terlihat lebih tenang dibandingkan Yessica.”

Hati Yuni Lim sontak merasa canggung. Bagaimana bisa Ivan Lim tiba-tiba menyinggung Yessica Lim?

Tapi pada saat itu, Yuni Lim tidak bisa berpikir terlalu panjang. Konferensi pers sudah dimulai.

Sebagai orang yang terlibat langsung, tentu saja Yuni Lim menjadi pusat perhatiannya.

“Kali ini saya berbicara mewakili perusahaan saya atas keterlibatan dengan nona Hanna Gu untuk membuat sebuah pernyataan resmi dan penjelasan mengenai fakta kecelakaan yang terjadi distudio...”

Kata-kata ini sudah dipikirkan baik-baik oleh Yuni Lim kemarin. Meskipun ia masih merasa tegang, namun gugupnya perlahan memudar seiring dengan kata-kata yang terucap dari mulutnya.

Semua berjalan dengan mulus. Pertanyaan yang diajukan para reporter pun biasa saja. Semua berjalan dengan lancar, tidak terlihat adanya kesalahan sedikit pun.

Tiba-tiba, semua reporter itu melihat ponsel mereka masing-masing.

Firasat buruk segera menyerang hati Yuni Lim.

Saat jam menunjukkan pukul sembilan, Yuni Lim mematikan ponselnya. Melihat kondisinya sekarang, ia menunduk dan menyalakan kembali ponselnya.

Begitu ponselnya sudah menyala, sebuah berita muncul di layar ponselnya.

Yuni Lim melihat waktu berita itu diterbitkan terlebih dulu, satu menit yang lalu.

Yuni Lim hanya memiliki cukup waktu untuk melihat judulnya “Selebriti Internasional Hanna Gu Tampil untuk Pertama Kalinya setelah Terluka, Sejujurnya...” Kalimat belakangnya masih belum terbaca ketika suasana konferensi pers menjadi kacau.

Semua reporter menghampiri Yuni Lim. Para penjaga keamanan yang berjaga segera bergerak mengambil alih, dan mereka hanya berhasil menghentikan beberapa orang saja.

Para reporter itu menjulurkan tangan mereka, membawa mikrofon mereka sedekat mungkin ke Yuni Lim. Masalahnya, mereka semua menjadi begitu agresif.

“Nona Lim, saya mau bertanya. Aplikasi ini adalah tanggung jawab anda sejak dulu. Bahkan bisa dibilang pengaruh anda sangat besar. Apakah kecelakaan ini sengaja diatur dan disebabkan karena ada kejadian yang membuatmu merasa canggung dengan nona Hanna Gu? Apakah kecelakaan ini bertujuan untuk menghancurkan karir aktingnya?”

“Nona Lim, bukankah sepupu anda, nona Yessica Lim, pergi ke luar negeri beberapa waktu lalu karena kau tidak bisa mentolerirnya?”

Di bagian belakang, beberapa reporter itu sudah menggunakan kata “kau” dan bukan “anda”.

“Saya mau bertanya, bagaimana kau yang tidak terlibat secara langsung dalam manajemen perusahaan keluarga Lim bisa membuat orang-orang yang bekerja di bawahmu patuh terhadap keputusanmu?”

“Nona Lim, saya mau bertanya. Siapakah ayah dari anak yang kamu aborsi waktu SMA itu?”

Ketika pertanyaan itu terlontar, suasana hening melingkupi aula untuk beberapa saat sebelum akhirnya Yuni Lim diterjang gelombang pertanyaan lagi.

Raut wajah Yuni Lim tidak terlihat karena tangannya menghadang sinar dari lampu kamera. Jepretan kamera membuat wajahnya terlihat putih.

Ia tahu bahwa ia seharusnya tenang dengan cepat dan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.

Tapi, kejadian empat tahun lalu itu adalah duri di dalam hatinya, sama sekali tidak bisa dicabut keluar. Hanya perlu disebut satu kali dan Yuni Lim merasa ia telah ditusuk di beberapa tempat sekaligus. Luka dan tulangnya terasa sakit sampai rasa sakitnya tidak tertahankan lagi.

Novel Terkait

Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu