After Met You - Bab 44 Suara Tembakan

Tidak sampai setengah jam kemudian, Andrea membawa supir itu kembali.

Andrea melempar supir taksi itu tepat ke hadapan Candra: “Bos, ini dia orangnya!”

Candra Gail menatap supir taksi itu tanpa ekspresi, tatapan dingin yang tersorot dari matanya membuat punggung supir itu berkeringat dingin.

Tapi ternyata supir itu masih bisa mengeluarkan suaranya dengan lantang: “Kamu… Siapa kmau? Mau apa menangkapku? Aku beritahu ya, ini melanggar hukum sosial…”

“Kamu ternyata tahu juga ya bahwa ini melanggar hukum sosial!” seru Candra. Dengan penuh kebencian, kakinya menendang tubuh supir taksi itu.

Tendangan Candra Gail membuat supir itu terhempas sampai ke sudut ruangan. Sakit yang menghujamnya membuat tubuhnya melengkung seperti udang yang terpanggang. Sangat jelas tendangan Candra ini kuat sekali.

Andrea ingin menghampiri supir itu, namun langsung ditahan oleh Candra. Ia berjalan menghampiri supir taksi itu, mengeluarkan foto Yuni Lim, dan memperlihatkannya ke supir itu: “Katakan kemana kamu membawa wanita ini? Ayo bicara.”

“Ti... Tidak tahu…” Kedua mata supir itu membelalak saat melihat foto Yuni Lim, tapi ia benar-benar tidak tahu dimana wanita itu berada.

“Oh... Tidak tahu?” Kali ini kaki Candra berada di atas lehernya, membuat pengelihatannya menjadi kabur.

“Sa... Saya hanya mengambil uangnya… Mengurus hal…, mereka bilang wanita ini tidak memiliki latar belakang, suaminya tidak berguna… Tidak mungkin ada masalah…” Supir itu menjelaskan dengan rinci kepada Candra.

Tapi semakin Candra mendengarnya, raut wajahnya semakin dingin.

Jika tahu bahwa Yuni Lim sudah menikah dan memiliki suami, kejadian ini pasti ulah seseorang yang mengenal keluarganya dengan. Tidak mungkin hanya kebetulan saja.

Yuni Lim belum lama kembali dari luar negeri. Walaupun pernah berdebat dengan Yunus, tapi orang luar tidak mungkin tahu kejadian itu.

Yuni Lim menyandang status nona muda kedua dari keluarga Lim, tidak ada orang yang berani terang-terangan mengacau dengannya.

Klan paling besar di Malaysia, Keluarga Lim, Keluarga Goh, Keluarga Mario...

“Tidak perlu menghabisinya, langsung bawa ia pergi saja.”

Setelah Candra menyelesaikan kalimatnya, ia pun bergegas pergi.

Meninggalkan Andrea dan Alex Paige yang tidak mengerti apa yang terjadi.

...

Di dalam Presidential Suite.

Mario sudah menegak habis dua botol anggurnya, namun Yuni Lim yang terikat di pinggir kasur masih belum bergerak.

Mario menyipitkan matanya dan memandang Yuni Lim. Katanya obat yang ia beli dengan harga tinggi itu sangat efektif, tapi sekarang ia jadi meragukan orang yang menjual obat itu. Sepertinya ia telah ditipu.

Kalau tidak, bagaimana mungkin Yuni Lim masih tidak bergerak dan memohon kepadanya untuk dilepaskan? Padahal sudah hampir satu jam berlalu.

Yuni Lim menyembunyikan kepalanya di balik sudut kasur, bibirnya sudah habis ia gigit.

Suhu tubuhnya semakin lama semakin tinggi, kesadarannya jernih pada detik pertama tapi menjadi kabur pada detik berikutnya.

Yuni Lim tidak tahu berapa lama lagi ia bisa bertahan, tapi ia bertekad untuk tidak menyerah.

Jika ia benar-benar diperkosa oleh Mario, lebih baik ia mati saja.

Mario membuka mulutnya dan berteriak memanggil namanya: “YUNI LIM!”

Setelah menunggu 1 jam, kesabaran Mario juga sudah mulai habis.

Mario tidak akan sesabar ini kalau bukan karena Yuni Lim yang tidak mau menyerah dengan mudah. Selain itu, ia juga ingin menikmati Yuni Lim yang memohon padanya untuk menambah kecepatannya dengan penuh perasaan.

Kenapa harus menunggu selama satu jam kalau bisa langsung?

Mario pun membuang botol anggurnya. Ia langsung naik ke atas kasur dan menarik Yuni Lim.

“Menjauh dariku...” Dengan kesadarannya yang kabur, Yuni Lim berusaha bersembunyi dari Mario. Suaranya terdengar sudah sangat lemah.

Sekarang ia sudah tidak memiliki tenaga untuk mendorong Mario menjauh.

Mario mengulurkan tangannya dan menarik Yuni Lim mendekatinya. Kemudian ia menegakkan posisi lutut Yuni Lim dan menelentangkannya di atas kasur.

Melihat wajah Yuni Lim yang merah merona dan bekas darah pada bibirnya membuat gairah Mario untuk menyiksanya meningkat.

Mario duduk di atas paha Yuni Lim dan tidak membiarkan wanita itu untuk bergerak sedikitpun. Mario lalu mengangkat telapak tangannya dan menampar Yuni Lim: “Wow, astaga, tubuhmu seksi sekali. Sudah tidur dengan berapa banyak pria sebelumnya? Wanita murahan!”

Tamparan ini membuat Yuni Lim tersadar sedikit.

Pandangan mata Yuni Lim menjadi jernih sekilas. Ia mengulurkan tangannya dan mencekik leher Mario, namun suaranya terdengar lemah lembut: “Mario...”

Begitu Mario mendengar suara Yuni Lim yang lebih terdengar seperti desahan, sekujur tubuhnya pun bergetar. Ia langsung meletakkan tangannya di atas dada Yuni Lim dan merabanya dengan penuh napsu: “Akhirnya! Akhirnya kamu tidak tahan lagi! Setelah kamu pura-pura untuk mati-matian menjaga kesucianmu...”

Sambil bicara, Mario mendekatkan tubuhnya ingin mencium Yuni Lim.

Tapi saat bibirnya hanya berjarak sekitar dua cm dari bibir Yuni Lim, tiba-tiba terdengarlah jeritan: “Aah!”

Yuni Lim menggunakan tenaga yang tersisa pada lengannya untuk duduk dan melihat Mario yang terguling ke lantai. Tangannya baru saja menyakiti bagian tubuh Mario yang menjijikkan itu.

Ujung bibir Yuni Lim menorehkan seulas senyum sadis: “Hari ini, akan kubiarkan kau mati disini!”

Yuni Lim merobek kain kasa yang tertempel di kepalanya. Kukunya diulurkan sampai ke pinggiran lukanya dan dengan sekuat mungkin ia menggaruknya. Darah segar pun mengalir turun dari kepala Yuni Lim.

Rasanya sakit sekali, tapi Yuni Lim juga mendapatkan kembali kesadarannya.

“Berani-beraninya kamu...” desis Mario, masih belum bisa mengenyahkan rasa sakit dari bagian sensitifnya.

Yuni Lim sama sekali tidak menghiraukan apa yang Mario katakan. Ia meraih lampu yang ada di atas kasur dan langsung melemparkannya ke arah tubuh Mario hingga pecah. Kemudian Yuni Lim mengambil botol anggur yang telah Mario minum habis tadi.

Yuni Lim meraih semua barang di sekitarnya dan melemparkannya ke arah Mario hingga pecah, tingkahnya seperti orang kesetanan yang tidak mengenal kata lelah.

Ketika akhirnya ia kehabisan tenaga, Mario sudah tenggelam di dalam tumpukan pecahan barang.

Yuni Lim memapah dirinya merapat ke dinding dan berjalan menuju pintu. Ia baru saja memutar lubang kunci ketika ia mendengar tawa-tawa cabul dari luar.

Bawahan Mario masih berjaga di luar pintu. Ia tidak bisa keluar.

Dengan hati-hati Yuni Lim menutup pintu agar tidak bersuara.

Oh iya, ia bisa melapor pada polisi! Yuni Lim pun menggali Mario keluar dari tumpukan pecah-belah itu dan menemukan ponselnya. Ia baru saja menekan tombol “1” ketika gerakannya langsung terhenti.

Kalau polisi memang bisa bertindak, tidak mungkin Mario bisa menangkapnya dengan begitu mudah seperti saat ini.

Darah masih mengucur dari atas kepala Yuni Lim. Rasa panas terbakar di dalam tubuhnya sepertinya luruh seiring dengan darahnya yang keluar. Tiba-tiba Yuni Lim merasa ia bisa mengontrol dirinya.

Yuni Lim yang sedang menggenggam ponsel tidak menyadari bahwa Mario perlahan berdiri dari belakang.

“Wanita sialan!”

Yuni Lim sangat tidak siap menghadapi serangan Mario yang tiba-tiba. Ponsel Mario terlempar jauh, dan kepala Yuni Lim dihantam keras ke atas lantai.

Kedua mata Tuan Mario menyala merah. Pria itu dengan marah merobek baju dan celana Yuni Lim: “Yuni Lim, jika hari ini aku tidak bisa menyiksamu sampai kamu mati, jangan panggil aku Mario...”

Perasaan waspada dengan cepat terbersit di dalam mata Yuni Lim, namun tangannya yang terus memukul dan kakinya yang tak hentinya menendang sudah tidak berguna lagi.

Kedua tangannya ditahan erat oleh Mario yang duduk di atas pahanya. Yuni Lim sama sekali tidak bisa bergerak dan hanya bisa menerima pasrah dirinya dijajah oleh Mario.

Yuni Lim memelototi Mario dengan kebencian: “Jika kamu berani menyentuhku, aku juga berani membunuhmu!”

“Memangnya kamu bisa membunuhku?!” Mario yang tidak berhasil merobek celana jeans Yuni Lim langsung membuka kancing celana Yuni Lim dan menarik resletingnya ke bawah.

Sekujur tubuh Yuni Lim sontak mematung seperti batu. Matanya membelalak melihat Mario yang kini mengulurkan tangannya untuk membuka ikat pinggangnya sendiri.

Yuni Lim tidak hentinya ingin bergerak mundur ke belakang. Yang terlihat di depannya hanyalah wajah Mario yang penuh kenafsuan dan kebengisan, seperti menjelaskan kepadanya bahwa ia tidak memiliki jalan untuk melarikan diri lagi.

“Aaah!”

“Braakk!”

Jeritan takut Yuni Lim diikuti oleh suara pintu yang didobrak.

Mario yang sedang bersiap untuk menyerang Yuni Lim pun sontak menolehkan kepalanya dan melihat ke arah pintu masuk.

Melihat situasi di dalam kamar yang sangat mengejutkan, raut wajah Candra yang memang dari awal sudah gelap berubah menjadi bengis. Ia berjalan mendekat dan menendang Mario menjauh dari Yuni Lim.

Mario baru saja melonggarkan setengah dari ikat pinggangnya, raut wajahnya menatap Candra dengan bingung: “Bagaimana kmau bisa masuk? Mana bawahanku!”

“Sekarang juga aku antarkan kamu pergi menemui mereka.”

Sambil bicara, Candra mengeluarkan sebuah pistol dan langsung menembakkannya ke jantung Mario.

“Dor!”

Suara tembakan pun menggema hingga ke seluruh sudut ruangan.

Novel Terkait

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
4 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu