After Met You - Bab 609 Menyadari Ada Yang Salah Dengan Diri Sendiri

Tepat pada saat itu, seseorang dari luar mendorong buka pintu ruangan.

Yuni Lim menjulurkan lehernya untuk melihat dan menyadari bahwa yang sedang berjalan masuk bukanlah Candra Gail, melainkan seorang rekan kerjanya di ruang sekretaris.

Ya, sekarang semua karyawan di LK adalah rekan kerjanya.

“Nyonya.”

Begitu orang itu berjalan masuk, pandangannya segera mengedar ke seluruh penjuru ruangan. Begitu melihat Yuni Lim, sepasang matanya langsung berbinar dan ia berjalan menghampiri dengan langkah lebar-lebar.

“Sekarang aku juga adalah karyawan LK, jabatanku tidak lebih tinggi daripada kalian. Kalian boleh langsung memanggilku dengan namaku.” Yuni Lim menyenderkan punggungnya, kepalanya sedikit dimiringkan ke samping. Suaranya terdengar lemah dan ia merasa benar-benar lelah akhir-akhir ini.

Rekan kerja itu dengan malu-malu berujar: “Direktur memintaku untuk memberitahumu bahwa ia akan pergi lebih dulu karena ada acara pertemuan sosial. Supir sudah menunggumu di bawah. Kalau nanti kamu ingin pulang, langsung turun saja.”

“Pertemuan sosial?” Yuni Lim menegakkan tubuhnya, nada suaranya sedikit meninggi karena terkejut.

Rekan kerja itu termangu, bertanya-tanya kenapa reaksi Yuni Lim berlebihan seperti ini. Tapi ia hanya mengangguk: “Benar.”

“Baiklah, terima kasih.”

Tanpa berpikir panjang lagi, Yuni Lim pun bangkit berdiri dan berjalan keluar.

Candra Gail bukan tipe orang yang suka menghadiri pertemuan sosial. Kenapa pria itu tiba-tiba ingin pergi dan bahkan tidak memberitahu Yuni Lim secara personal?

Apalagi saat Yuni Lim melihat jadwal Candra Gail sebelumnya, ia yakin pria itu tidak memiliki rencana menghadiri pertemuan sosial.

Mereka yang bisa membuat Candra Gail tertarik menghadiri pertemuan sosial pastilah benar-benar orang-orang yang berkuasa.

Tapi meskipun begitu, pada dasarnya Candra Gail bukanlah seseorang yangsuka bersosialisasi.

Sebersit rasa ragu muncul dalam hati Yuni Lim.

Kecurigaan Yuni Lim mencapai puncaknya ketika ia melihat Andrea yang masih ada di meja resepsionis.

Yuni Lim berjalan menghampiri dan bertanya padanya: “Andrea, kenapa kamu masih ada disini? Kamu tidak pergi bersama Candra?”

Andrea memutar kepalanya dan begitu melihat Yuni Lim, raut wajahnya berubah menjadi penuh hormat.

Tapi, pria itu justru balik bertanya pada Yuni Lim dengan bingung: “Pergi kemana?”

“Barusan karyawan di ruang sekretaris memberitahuku bahwa Candra pergi menghadiri pertemuan sosial.” Yuni Lim memberitahu apa yang ia ketahui.

Andrea juga tahu bagaimana perangai Candra Gail. Begitu mendengar ucapan Yuni Lim, ia juga tidak bisa menyembunyikan keterkejutan yang tersirat dalam matanya.

Biasanya Candra Gail tidak suka pergi ke pertemuan sosial, apalagi pergi ke pertemuan sosial seorang diri dan meninggalkan Yuni Lim di kantor. Jangankan Yuni Lim, Andrea pun tidak percaya terjadi hal seperti ini.

Setelah berpikir cepat, Andrea langsung memutuskan: “Aku akan bertanya pada mereka dan meminta seseorang untuk mengantarmu pulang.”

Kalau Andrea menyebut ‘mereka’, itu berarti para bawahan yang selalu mengikuti Candra Gail.

“Baiklah.” Bagaimanapun juga, Yuni Lim harus pulang dulu. Kalau Andrea sudah turun tangan, ia pasti akan dengan segera menerima kabar tentang Candra Gail. Lagipula, bagaimana kalau ternyata pria itu sudah pulang?

Kalau ia benar-benar pergi ke pertemuan sosial seorang diri, Candra Gail kemungkinan besar akan merasa bosan ditengah-tengah acara dan memutuskan untuk pulang ke rumah.

……

Candra Gail menyetir sendirian diatas jalanan yang luas.

Ia sengaja tidak mengajak Andrea ataupun bawahannya yang lain.

Jalan ini tidak menuju ke klub untuk orang-orang berkelas di kota maupun Kastil Morgen.

Ketika mobilnya berhenti di depan sebuah vila yang tidak asing, dengan cepat Candra Gail turun dari mobil dan berjalan masuk.

Daniel Mo sedang bersiap untuk keluar.

Kalau nenek Candra Gail benar-benar meninggal karena penyakit kejiwaan, serapat apapun keluarga Morgen menutup mulut orang-orang yang terlibat, tetap saja akan ada ikan yang menyelinap keluar dari dalam jaring.

Berdasarkan statusnya sekarang di dunia kesehatan, kalau ia pergi ke rumah sakit jiwa untuk menyelidiki, pasti ia akan menemukan sumber yang bersedia memberitahunya informasi.

Kalaupun orang-orang disana tidak ada yang berani memberitahunya, ia tetap bisa memeriksanya sendiri.

Tapi begitu Daniel Mo keluar dari laboratoriumnya, ia melihat Candra Gail yang berjalan masuk dari pintu depan dengan auranya yang khas.

Daniel Mo terpekur sesaat, lalu menjulurkan tangannya untuk mendorong naik kacamatanya yang bertengger di jembatan hidungnya dan bersuara memanggil Candra Gail: “Tuan, kenapa kesini?”

Candra Gail melirik Daniel Mo sekilas, lirikannya benar-benar dingin menakutkan.

Ia lalu berjalan melewati Daniel Mo dan langsung masuk ke dalam laboratorium.

Hati Daniel Mo tahu bahwa Candra Gail mencarinya dengan suatu alasan, sehingga ia pun membalikkan tubuhnya dan mengikuti Candra Gail masuk kedalam.

Ketika ia masuk, Candra Gail sedang berdiri di depan meja kerjanya dengan raut wajah kosong dan memutar sebuah pinset medis yang berada dalam genggamannya.

Daniel Mo memperhatikan Candra Gail dengan hati-hati dan menyadari bahwa pria itu sedang menggunakan gestur kecil itu untuk mengalihkan perhatiannya dan menyembunyikan amarahnya yang meledak saat ini.

“Tuan, kenapa mencariku?” Daniel Mo berjalan menghampiri dan bertanya tanpa basa-basi.

Jawaban Candra Gail membuat Daniel Mo terpekur: “Akhir-akhir ini Yuni sering meneleponmu.”

Karena ia tahu Candra Gail sedang sangat mencurigainya, Daniel Mo pun menjawab serasional mungkin: “Aku dan nyonya tidak memiliki hubungan apapun.”

“Omong kosong. Tentu saja Yuni tidak akan melirikmu.” Candra Gail menatap Daniel Mo dengan kritis, seolah-olah sedang menilai seberapa buruk pria di hadapannya itu.

Meskipun itu bukan hal yang mengejutkan, tapi tetap saja ucapan Candra Gail membuat napas Daniel Mo tercekat.

Tanpa menunggu jawaban Daniel Mo, Candra Gail bertanya kembali: “Kenapa ia mencarimu?”

Ketika Daniel Mo masih tetap belum bicara, Candra Gail berujar lagi: “Ada hubungannya denganku.”

Daniel Mo langsung mengangkat kepalanya dan menatap Candra Gail, tapi ia tidak bisa melihat ekspresi apapun dalam mata pria itu. Daniel Mo akhirnya hanya bisa mengaku: “Benar.”

Suasana di dalam laboratorium tiba-tiba menjadi hening, hanya terdengar suara dari tangan Candra Gail yang sedang memutar-mutarkan pinset dengan cepat.

Tatapan Daniel Mo jatuh pada pinset yang sedang digenggam Candra Gail. Ia lalu memalingkan tatapannya dan sedikit mengernyit.

Setengah menit kemudian, Candra Gail tiba-tiba membuang pinset yang ia pegang. Ia melirik Daniel Mo dengan raut suram: “Apa yang kamu ketahui? Dan apa yang kamu katakan pada Yuni?”

Alis Daniel Mo semakin mengernyit. Ia terdiam selama beberapa saat sebelum akhirnya menjawab: “Aku mengatakan semua yang aku ketahui.”

Candra Gail mempersingkat langkahnya untuk menghampiri dan berdiri di hadapan Daniel Mo, dengan satu tangan ia mencengkram leher pria itu. Suara dinginnya berujar: “Sudah belasan tahun kamu berada di sisiku dan kamu masih tidak mengenal jelas siapa yang dapat menentukan hidup matimu? Atas dasar apa kamu seenaknya membahas masalahku dengan Yuni?”

Walaupun Daniel Mo sudah menyiapkan diri untuk menghadapi Candra Gail yang kehilangan kontrol atas emosinya, tapi saat ia benar-benar menghadapinya seperti ini, tetap ada rasa tegang dalam matanya yang tenang.

“Aku tidak tahu harus bagaimana memberitahumu tentang penyakitmu, lagipula kamu juga tidak akan percaya kalau aku beritahu. Kalau bukan karena tindakan nyonya yang membuatmu curiga, sampai saat ini kamu tidak akan menyadari ada yang salah dengan dirimu.”

Dokter manapun akan mengalami kesulitan yang sama seperti Daniel Mo jika berhadapan dengan pasien gangguan jiwa.

Jujur saja, siapa yang bisa dengan terus terang mengatakan pada seorang pasien gangguan kejiwaan ‘kamu memiliki gangguan jiwa’?

Karena tinggi Daniel Mo yang sedikit lebih pendek daripada Candra Gail, pria itu dengan mudah mencengkram lehernya dan mengangkat tubuh Daniel Mo. Ia tidak merasa nyaman, tapi ia juga tidak memberontak. Daniel Mo hanya kesulitan bicara.

Candra Gail mengeratkan cengkramannya pada leher Daniel Mo dan mencekiknya. Ketika wajah Daniel Mo mulai berubah menjadi merah keunguan, barulah Candra Gail melemparkan pria itu keluar.

Novel Terkait

Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
5 tahun yang lalu

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
3 tahun yang lalu

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
4 tahun yang lalu

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu