Kembali Dari Kematian - Bab 426

Yesica menarik nafas dalam-dalam. Dibandingkan dengan ketidaktenangan tadi, sekarang dia sudah bisa mengendalikan sebagian emosinya dengan baik. Mendengar perkataan Erha, dia merasa lebih santai. Dia tersenyum tipis, “Iya, dulu aku sering mengunjungi tempat ini dengan Jeje. Teman seasramaku bilang makanan di restoran ini enak dan murah. Awalnya aku kira Kak Erha tidak akan menyukai tempat seperti ini. Apakah anda sering datang ke sini pada saat kuliah?"

Alis Erha sedikit terangkat. Pemikirannya entah melayang ke mana, dia diam sejenak sebelum bersuara "Yesica, apakah aku sangat tua?"

“Hah?” Yesica terpana. Dia sama sekali tidak menyangka Erha akan menanyakan itu. Dia secara naluriah menggelengkan kepala, “Tidak, tidak tua kok. Kak Erha, kenapa anda bertanya seperti itu!”

Bagi Yesica, Erha sama sekali tidak tua. Jika Erha benar-benar tua, dia tidak akan mencintainya segitu dalam sampai tidak bisa menarik diri keluar dari perasaan itu! Terlebih lagi, dia mencintai Erha dengan tulus. Jadi, meskipun Erha sangat tua, baginya tetap saja tidak tua.

Tapi Yesica tidak berani menyampaikan pemikirannya itu kepada Erha. Ini adalah rahasia kecil yang tersembunyi di dalam hatinya.

Dia memandang Erha dengan canggung, bimbang apakah dirinya mengatakan sesuatu yang salah "Kak Erha?"

“Lalu kenapa kamu menyapaku anda? Itu membuatku merasa seolah aku adalah tetuamu!” Gurau Erha, senyuman menghiasi wajahnya.

Melihat penampilan Erha, Yesica terbengong.

"Yesica?"

“Hah?”

Yesica sadar kembali. Dia agak malu dan canggung, “Itu, aku… aku tidak bermaksud seperti itu Kak Erha, tapi anda. . . . . Bukankah anda dan kakakku adalah sahabat baik? Aku menyapa kakakku dengan sapaan seperti itu. Kalau Kak Erha tidak suka, aku tidak menyapa seperti itu lagi! "

Sebenarnya dalam hatinya sendiri, Yesica tidak ingin memanggil Erha seperti itu. Tapi sebelumnya Erha punya pacar, jadi dia memaksakan diri untuk mengasingkan Erha agar tidak terjebak semakin dalam di perasaannya itu.

Sekarang Erha sudah melajang lagi. Dia rasa dia tidak perlu bertindak seperti itu lagi! Meskipun Erha selalu menganggapnya sebagai adik perempuan, tapi keegoisannya masih ...

"Kak Erha, jangan bahas ini lagi, kamu mau makan apa?"

Yesica mengambil menu dan menyerahkannya pada Erha "Lihat, bos restoran ini adalah orang yang suka bernostalgia. Jadi, hidangan dan rasanya tidak banyak berubah. Kak Erha, coba kamu lihat?"

"Aku yang mentraktirmu, jadi kamu yang pesan saja! Bukankah kamu bilang hidangannya tidak banyak berubah? Selain itu, waktu kamu di kampus lebih lama dari aku, jadi kamu pasti lebih tahu dari aku!" Erha kembali menyodorkan menu ke Yesica. Keduanya mendorong menu ke depan dan ke belakang. Pada momen ketika jari Erha yang ramping dan berkontur jelas menyentuh Yesica, keduanya tampak seperti tersengat listrik.

Yesica tercengang, seluruh tubuhnya tegang, jari-jarinya memegang menu dengan kaku. Dia mengedipkan mata. Untuk sesaat, dia merasa dirinya seolah kehilangan kemampuan berbicara.

Sedangkan Erha juga tidak menyangka reaksi dirinya akan begitu besar saat bersentuhan dengan Yesica. Melihat reaksi Yesica, jika Erha mengatakan dirinya tidak sedih, maka itu pastinya bohong.

Tapi setelah dipikir-pikir, Yesica memperlakukannya sebagai kakak. Tidak heran Yesica akan bereaksi seperti itu.

Tatapan Erha meredup, dia menarik kembali tangannya dengan tenang.

Melihat tingkah laku Erha, hati Yesica sedikit tersendat, namun ia segera kembali tersenyum "Okedeh, lagian aku sering datang ke sini. Ngomong-ngomong aku memang lebih akrab di sini daripada Kak Erha, jadi aku saja yang pesan!" Bagaimanapun, ini merupakan pertama kalinya mereka makan berdua. Biarkan dia bersikap egois untuk menganggap ini sebagai kencan pertama mereka!

"Oke!"

Erha memandang Yesica. Yesica agak menunduk, sepertinya sedang melihat menu dengan sangat serius. Hari ini dia mengenakan sweter putih dan celana jins. Rambut panjangnya diikat di belakang kepala dan menampilkan dahi yang memantulkan cahaya, terlihat sangat muda dan mempesona.

Wajah seperti itu, gadis kecil seperti itu, memang sangat menarik perhatian.

Kenapa dulunya dia tidak menyadari kecantikan Yesica?

Hanya saja Yesica masih terlalu muda, sementara dirinya sudah kepala tiga!

Memikirkan hal ini, dia merasa lucu. Jika Siwon tahu bahwa dia mendambakan adik perempuannya, agaknya Siwon tidak akan membiarkan dia hidup tenang!

Yesica hanya berpakaian sederhana, tapi penampilan seperti itu malah membuat hati Erha terasa penuh. Perasaan itu datang dengan cepat dan sangat aneh.

Beberapa saat yang lalu, wanita yang dipikirkannya adalah Sisi. Namun sekarang dia malah tergoda oleh Yesica tanpa alasan jelas. Apakah dia pria yang tidak setia?

“Kak Erha? Kak Erha?”

"Apa?"

Kesadaran Erha pulih, terlihat Yesica menatapnya dengan bengong. Erha secara naluriah menyentuh dagu dan pipi, menyipitkan mata "Kenapa kamu melihatku?"

"Oh!" Yesica pulih dari kebengongan, dia tidak bisa menahan perasaan malu. Dia bahkan bisa segitu terobsesi saat memandang Erha "Itu, aku sudah tahu mau pesan apa. Kak Erha, kamu seharusnya tidak ada pantangan, bukan!"

Melihat Erha menggelengkan kepala, Yesica merasa lega.

Meskipun dia menyukai Erha dan pernah menanyakan preferensi Erha, tapi semua itu diketahuinya dari orang lain, sehingga dia tidak begitu yakin. Terlebih lagi, ini adalah pertama kalinya mereka makan berduaan, dia sangat memperhatikan perfoma. Jadi, wajar bahwa dia tidak mau meninggalkan kesan buruk pada Erha.

"Kalau begitu, Kak Erha, kamu. . . . ."

"Iya?" Erha menyipitkan mata "Kenapa?"

Yesica menggelengkan kepala, sangat gugup. Dia tidak tahu harus mengobrol apa dengan Erha. Dia meremas ujung baju. Setelah berpikir sejenak, dia menggigit bibir "Itu, Kak Erha, kakak iparku?"

"Apa?" Erha tersenyum "Kamu mau menanyakan persoalan kehamilan kakak iparmu?"

Yesica mengangguk "Bagaimanapun juga, ini adalah anak pertama dari kakak dan kakak iparku. Wajar aku memprihatinkannya. Apalagi. . . . ." Yesica menggigit bibir, berpikir sejenak sebelum melanjutkan "Kakakku belum memberitahu ibuku tentang ini! "

Alis Erha terangkat, agak terkejut.

Tapi setelah dipikir-pikir, Siwon memang orang yang berkepribadian membosankan. Dia dulunya berparas dingin, tidak suka menunjukkan emosi dan pemikirannya. Terlebih lagi, situasi Siwon agak rumit. Meski tidak ada permusuhan antara dia dan Keluarga Qin, tapi hubungan mereka tidak begitu baik.

Siwon sudah terbiasa bersikap dingin. Jika bukan karena bertemu Hara, dia agaknya tidak akan pernah berubah. Namun, perubahannya itu sepertinya hanya ditunjukkannya pada Hara. Bagi orang lain, dia masih sama seperti sebelumnya. Cukup wajar bahwa dia tidak memberi tahu Yeongi.

“Bagaimana denganmu? Apakah kamu sudah memberi tahu Bibi Qin?” Erha memanggil pelayan, memesan sesuai dengan pesanan Yesica, kemudian menoleh kembali ke arah Yesica.

Yesica terdiam. Melihat ini, Erha berpikir sejenak dan berkata "Bagaimanapun, ini adalah masalah antara kakakmu dan Bibi Qin."

“Aku tahu!” Yesica mengangguk. “Tapi mereka berdua adalah kakak dan ibuku!” Meskipun bukan saudara kandung, tapi Yesica selalu memandang mereka sebagai saudara kandung. Terlebih lagi, Yeongi memperlakukannya dengan sangat baik padanya, jadi dia tentu berharap Yeongi bisa baik-baik juga. Harapan terbesar Yeongi sekarang adalah berdamai dengan Siwon!

Sebenarnya, semua hal sedang berkembang ke arah baik. Yesica merasa senang, tapi dia tampaknya agak rakus dan menginginkan lebih banyak. Dia berharap Siwon bisa hidup bersama dengan Yeongi tanpa dendam.

Dia menaruh semua harapan ini pada Hara. Sekarang Hara sedang hamil, dia rasa ini adalah kesempatan yang bagus.

Bagaimanapun Yesica masih anak kecil, jadi Erha agaknya sudah bisa menebak pemikirannya melalui kata-kata yang diucapkannya barusan. Erha tidak bisa menahan senyum "Lebih baik bertindak daripada menguras otak di sini!"

“Apa?” Mata Yesica berbinar, “Kak Erha, apakah kamu punya saran bagus?”

"Gadis bodoh, kamu tidak berani mengambil langkah dari kakakmu, tapi kamu bisa mulai dari tempat lain!"

“Maksudmu kakak ipar?” Mata Yesica bersinar bagai bintang pesona yang menghiasi langit. Momen itu, Erha merasa begitu mempesona, jantungnya berdebar kencang.

“Kak Erha, kamu benar. Sekarang kakak mendengarkan kakak ipar dalam segala hal, kakak ipar adalah buah hati kakakku. Benar, begitulah adanya! Kalau begitu aku akan menemui kakak ipar ketika aku punya waktu, oke!” Suasana hati Yesica menjadi lebih baik setelah memikirkan hal ini. Kegugupan saat bergaul dengan Erha tampak berkurang juga.

Mereka berdua menikmati makanan dengan suasana menyenangkan. Erha senang melihat gadis kecil ini sedang dalam suasana hati yang baik. Sementara Yesica merasa batu besar yang membebani hatinya seolah telah berpindah, ditambah dengan dirinya bisa makan berduaan dengan Erha, nafsu makannya menjadi sangat tinggi. Tanpa sengaja, dia makan kekenyangan.

Erha memasang senyuman riang di wajah saat melakukan pembayaran, wajahnya seolah sedang diterpa angin musim semi.

Yesica menyembunyikan pikirannya, berdiri di samping Erha, memegang tas kecil dengan satu tangan, tangan lainnya menarik ujung baju. Melihat dompet hitam Erha, dia terdiam beberapa saat. Tatapannya meredup, tapi dengan cepat kembali ke semula.

"Kak Erha, kamu. . . . ." Yesica berpikir sejenak, memandang Erha dengan hati-hati "Kamu masih memikirkannya?"

"Siapa?"

Erha terbengong, melihat ke arah Yesica "Maksudmu Sisi?"

Yesica mengangguk, tapi dia tidak berani menatap mata Erha, dia hanya menatap jari kaki dan tali sepatu putihnya. "Iya!"

“Dari mana kamu melihat aku masih memikirkannya?” Erha tampak tak berdaya. Dia secara naluriah mengulurkan tangan dan bermaksud untuk mengelus kepala Yesica, tapi Yesica mundur secara refleks.

Keduanya dikejutkan oleh tindakan satu sama lain, seolah tidak menyangka hal ini akan terjadi.

Rasa canggung melintas di wajah Yesica, dia melengkungkan bibir "Itu. . . . . kamu masih menyimpan fotonya di dalam dompetmu. Apakah itu bukan tanda bahwa kamu masih memikirkannya?"

Mungkin Yesica sendiri tidak menyadari bahwa nada suaranya tersirat kemanja-manjaan, serta berargumen dengan tidak masuk akal.

Erha menyipit, membuka dompet, mengeluarkan foto tersebut, tersenyum tipis, “Ini? Kalau kamu tidak bilang, aku bahkan melupakan foto ini!”

Dia tampak cuek dan langsung membuang foto itu ke tong sampah.

Untuk sesaat, Yesica tidak tahu harus berkata apa. Dia mengedipkan mata, kaku di tempat.

"Kenapa?"

"Kak Erha, apakah ada orang yang memang bisa melupakan cinta dengan segitu mudah?"

Erha ". . . . ." Kenapa dia merasa dirinya sepertinya telah meninggalkan kesan pria tidak setia kepada Yesica? "Lalu menurutmu apa yang harus aku lakukan?"

Novel Terkait

My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
4 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
5 tahun yang lalu
Baby, You are so cute

Baby, You are so cute

Callie Wang
Romantis
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu