Menunggumu Kembali - Bab 229 Sebenarnya Siapa yang Menolong Yusdi?

Seberkas cahaya pagi menyentuh sisi kasurku.

Jovitasari yang baru saja membuka matanya langsung mencium bau harum nasi dari dapur.

Teringat kecerobohanku setelah minum bir kemarin malam, wajah kecil Jovitasari yang memerah langsung disembunyikannya dibalik selimut tebal, jantungnya berdebar kencang tidak berhenti.

"Jovitasari, kenapa sekarang kamu berubah menjadi seperti ini, dimana gaya ratumu yang dulu?"

"Kamu harus ingat bahwa sekarang kamu adalah ketua perusahaan, kamu tidak boleh keras kepala seperti ini, kamu harus memerhatikan citramu dimana saja dan kapan saja."

Disaat Jovitasari tidak henti-hentinya memberi semangat pada dirinya, seketika dia merasa bahwa selimutnya sedang disingkirkan pelan-pelan.

"Aahhhh......"

Jovitasari meringkuk kembali dalam selimutnya.

"Jov, cepatlah bangun, kalau kamu tidak segera bangun nanti mataharinya bisa membakar pantatmu......"

Begitu mendengar perkataan Sanfiko Chen, Jovitasari baru mengeluarkan kepalanya, mukanya memerah melihat Sanfiko Chen yang sedang duduk di pinggir kasur.

"Ayo cepat bangunlah, aku antar kamu ke kantor setelah makan......ibu ketua perusahaan."

Sanfiko Chen berbicara sambil menatap mata Jovitasari yang sangat menggoda itu, dia tidak tahan untuk mencium dahi Jovitasari.

"Hm baiklah, aku segera bangun, kamu keluarlah dulu......"

Sanfiko Chen tersenyum, dia memutar badannya keluar kamar dan menutup pintu.

Melihat Sanfiko Chen berjalan keluar kamar, Jovitasari menghela napas panjang, jantungnya selalu berdebar-debar tidak karuan.

"Sanfiko Chen sialan ini, makin lama makin nakal saja......"

Jovitasari berbisik pelan sambil menyingkirkan selimutnya, dia malah berpikir bahwa sekarang dirinya sama nakalnya dengan Sanfiko Chen, dan dia kembali mengomel pelan.

"Semua gara-gara Sanfiko Chen sialan itu, semalam aku tidak mengurusnya dengan baik."

Aku mencuci muka dan menggosok gigiku, membereskan semuanya sambil mengomel dalam hati.

Disaat Sanfiko Chen sedang menyiapkan sarapan, tiba-tiba ponselnya berdering.

Ternyata adalah sebuah panggilan telepon dari Kak Aji.

" Tuan sanfiko, ada masalah."

Saat dia mengangkat telepon itu terdengarlah suara berat dan serius, dan juga terlihat sedikit kebingungan.

"Masalah apa?"

"Kemarin malam, kelima saudara laki-laki Danny yang mengawasi Rista telah dibunuh."

"Orang yang dibunuh semuanya fatal, sekarang tempat kejadian sedang diurus, berita semua sudah dibungkam, tapi masalah ini sudah kuberitahukan pada Erwin."

"Yusdi kah yang melakukannya?"

Mendengar perkataan ini wajah Sanfiko Chen tiba-tiba berubah menjadi serius, disaat yang bersamaan hatinya pun juga tidak tenang.

"Hal ini belum bisa dipastikan, tapi dari pengawasan samar-samar semalam kami bisa menyimpulkan sedikit, bahwa kelima saudara laki-laki ini semalam telah menemukan Yusdi, tempat keajidan mereka dibunuh juga kebetulan tidak ada pengawasan. Kami juga tidak menemukan jejak apapun dari Yusdi di tempat kejadian."

Sanfiko Chen mengernyitkan alisnya.

"Baiklah, aku sudah tau, kamu bereskan hal ini dulu, aku akan datang nanti."

Selesai berbicara, dia menutup teleponnya.

Di sisi lain, di sekitar tong sampah yang berbau busuk itu sudah dipasang garis polisi, jasad kelima saudara laki-laki itu juga sudah dipindahkan saat fajar.

"Kak Aji, masalah ini......"

Karena orang-orang yang dibunuh ini adalah saudara Danny, dan diantaranya ada juga anak saudaranya yang sekampung dengan Danny, maka setelah mendengar kejadian ini dia adalah orang pertama yang pasti datang ke tempat kejadian tersebut.

Saat melihat kelima jasad saudaranya yang tergeletak di tanah yang penuh darah itu, dia sendiri hampir tidak bisa berdiri, meskipun Danny sudah banyak kali melihat jasad, bahkan ditangannya juga pernah ada nyawa seseorang, tapi kematian kelima saudaranya ini sangatlah mengenaskan, dan bisa dibilang kematian ini fatal, bahkan ada seorang adik yang kepalanya sudah dibelah. Betapa kejamnya...... bahkan ketika Kak Aji datang untuk melihat kejadian ini, dia gemetaran.

"Bungkam berita ini, aku sudah memberitahukan ini pada Erwin dan Tuan sanfiko, Tuan sanfiko berkata kalau nanti dia akan datang, sekitar siang nanti Erwin juga akan datang, kamu lebih baik mengurus perkara saudara-saudaramu ini dulu. Urusan lainnya kita akan menunggu Tuan sanfiko dan Erwin datang dan membicarakannya nanti......"

Danny hanya bisa menganggukkan kepalanya, lalu dia membawa beberapa orang untuk menuju tempat kremasi.

Tapi Kak Aji berdiri disana, melihat jejak darah di tanah yang belum mengering sepenuhnya, angin yang menghembuskan bau busuk sampah bercampur darah membuat orang ingin tersedak.

"Kak Aji, menurutmu orang apa yang ternyata hatinya penuh kebencian dan perbuatannya yang kejam."

"Di Kota Penang dari awal tidak ada orang yang semengerikan ini!"

Renard memberikan sebatang rokok kepada Kak Aji dan menyalakannya.

"Orang-orang ini pasti bukan dari Kota Penang, takutnya orang-orang ini telah tinggal di Kota Penang sudah terlalu lama, memberitahu orang-orangnya bahwa waktu ini sedikit membosankan, mereka mengumpulkan kembali semangatnya, selain itu, aku memerhatikan setiap sudut tempat ini, waspadalah terhadap beberapa wajah yang tidak kita kenali. Berani membunuh saudara Aji dengan cara ini, aku tidak akan dengan mudah melupakannya. "

Kak Aji mengisap rokoknya dengan penuh kebencian, lalu dengan gemetar membuang rokoknya ke tanah, menginjaknya sampai padam.

"Aku mengerti, Kak Aji......"

Di sisi lain, Sanfiko Chen baru sampai di parkiran dan mobilnya juga baru saja berhenti.

"Apa yang dikatakan ibu kepadamu lewat telepon? Bukan masalah dia marah lagi karena kemarin malam kamu tidak pulang ke Xiangjiang Property kan?"

Sanfiko Chen bertanya dengan wajah tersenyum.

Jovitasari menjawab dengan nada tidak senang: "Bukan, ibu bilang bahwa sore nanti bibi dan keluarganya akan datang berkunjung, dia juga menyuruhku untuk pulang kerja lebih awal dan makan bersama dengan mereka."

"Umm, bibi dan keluarganya mau datang berkunjung, dan bisa dikatakan bahwa aku juga belum pernah bertemu keluarga bibi."

Sanfiko Chen berkata sejujurnya, dia memang belum pernah bertemu dengan keluarga kerabat ibu mertua.

Jovitasari menatap Sanfiko Chen yang masih mengharapkan sesuatu, aku tersenyum masam dan berkata: "Hm sudahlah, kamu tidak perlu banyak berharap, lagipula aku juga tidak memiliki kesan apapun, pasti juga karena sekarang kita sudah menempati rumah yang besar, mengendarai mobil bagus mereka baru mengingat kita, dulu mereka tidak mau mengenal kita."

"Benarkah?"

"Tidak masalah, lagipula mereka adalah kerabat kita, malam ini mungkin aku bisa pulang kerja lebih awal, nanti aku telepon kamu."

"Sanfiko Chen menganggukkan kepalanya."

Jovitasari membuka pintu mobil dan turun, dia berjalan beberapa langkah dan kemudian kembali kearah tempat duduk supir lalu mengetuk jendela mobil.

Sanfiko Chen yang baru menurunkan jendelanya, Jovitasari langsung memberinya sebuah ciuman hangat, lalu dia memutar badan berlari kearah lift dengan wajah memerah.

Di tempat duduk supir dia melihat Jovitasari yang memberinya sebuah ciuman di wajah dan sekarang seperti kabut yang berlari menuju lift, langsung tersenyum dan membisikkan sebuah kalimat.

"Benar-benar istri bodoh yang lucu."

Tapi begitu dia teringat masalah yang diberitahukan Kak Aji tadi pagi, air wajah Sanfiko Chen muram seketika, dia langsung mengemudikan mobilnya menuju tempat yang diberitahukan Kak Aji tadi.

Setelah dua puluh menit, Sanfiko Chen telah berdiri di ujung jalan tempat kelima saudara itu dibunuh.

" Tuan sanfiko, disinilah tempatnya, satu saudara tewas di dalam dan empat lainnya tewas disini."

Karena di jalan itu sudah digambar jejak jasadnya dengan kapur, maka Sanfiko Chen bisa langsung membayangkan bagaimana proses terbunuhnya mereka.

Melihat setitik besar darah yang hampir kental di tanah, Sanfiko Chen waspada.

"Ini adalah gambar tempat kejadian sesaat setelah Danny sampai disini."

Kak Aji menunjukkan ponselnya kepada Sanfiko Chen.

Melihat setiap gambar yang ada di ponsel itu, seketika air wajahnya berubah drastis.

Dia bisa langsung melihat apa yang menyebabkan beberapa luka ini, dan sudah pasti yang memiliki cara secepat itu bukanlah orang sembarangan.

" Tuan sanfiko...... sekarang kami......"

Sanfiko Chen mengembalikan ponsel itu kepada Kak Aji dan berkata: "Terus lakukan pencarian tentang Yusdi, semua ini ada kaitannya dengan Yusdi, begitu ada informasi langsung beritahukan padaku."

"Mengerti."

Selesai berbicara, Sanfiko Chen kembali memutar badannya dan masuk kedalam mobil.

Suasana hatinya sangat berat, dulu saat kabar Yusdi yang tiba-tiba menghilang terdengar, dia sedikit tidak tenang.

Kali ini dia sudah bisa sedikit menyimpulkan, ketakutannya sudah bisa diawasi, hanya saja sampai sekarang dia masih belum tahu siapa sebenarnya yang mengawasi dia, orang yang memiliki cara seperti itu sudah ada di Kota Penang, sepertinya dia harus memikirkan cara untuk mencari tahu orang ini secepatnya.

Dan satu-satunya jalan pencarian saat ini adalah Yusdi.

Yang dikhawatirkan oleh Sanfiko Chen saat ini adalah orang-orang telah membunuh orang disekitarnya, jika orang-orang ini berhasil menemukan dirinya, sangat mudah untuk mengetahui bagaimana aku hidup di Kota Penang dalam tiga tahun ini.

Memikirkan hal ini, segera perasaan waspada itu membungkus Sanfiko Chen rapat-rapat.

Sanfiko Chen segera menelepon seseorang.

Setelah dia menutup teleponnya, dia bisa sedikit lega, tapi telepon ini juga membuatnya sedikit tidak mengerti akan beberapa hal. Orang yang berada di telepon itu berkata bahwa di Kota Yanjing semuanya berjalan aman, tidak ada pergerakkan apapun dari keluarga Chen, lalu pembunuhan misterius di Kota Penang ini, siapa yang sebenarnya menolong Yusdi?

Saat Sanfiko Chen tidak bisa mencerna hal ini, tiba-tiba ponselnya berdering.

"Sanfiko Chen, kamu sekarang berada dimana, cepatlah pergi ke stasiun MRT dan tunggulah disana, kurang dari setengah jam lagi keluarga bibimu sudah sampai. Nanti kamu antarkan mereka ke villa yang ada disini, mengerti tidak?"

Sanfiko Chen seketika langsung teringat kembali akan perkataan Jovitasari bahwa sore ini keluarga bibinya akan datang berkunjung ke Kota Penang.

"Bu, bukankah dirumah masih ada satu mobil?"

"Nusrini pergi membawanya, Sanfiko Chen kamu masih akan menjawab tidak pada ibu? Percaya atau tidak aku akan segera mengambil kembali mobilmu, itu adalah keluarga Jovitasari yang membelikannya untukmu, kamu pikir ini sudah menjadi milikmu?"

"Baiklah, baiklah, aku segera pergi menuju stasiun MRT."

Selesai berbicara Sanfiko Chen segera menutup teleponnya, dia benar-benar tidak bisa berkata-kata lagi pada ibu mertuanya itu.

Novel Terkait

Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
4 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
4 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
5 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu