Menunggumu Kembali - Bab 148 Siapapun akan Gila Memiliki Ibu Seperti Dirinya

Apa?

Selain Sanfiko, Jovitasari dan Michael yang disamping juga tercengang mendengarnya.

Rita sungguh meminta kartu ATM kepada Sanfiko.

Saat Rita berbicara ingin Sanfiko menyerahkan kartu ATM kepadanya, mereka kira Rita hanya bercanda, atau ingin mencari masalah, karena mereka sangat mengetahui sifat Rita.

Tapi siapa sangka setelah Sanfiko kembali, Rita langsung menjulur tangan untuk minta Sanfiko menyerahkan kartu ATM.

Jovitasari seketika kesal.

Dulu ia berusaha menahan kekesalannya, karena itu Ibunya. Ia kira ketika Ayahnya pulang, masalahnya akan terselesaikan. Ia tahu betul kartu ATM itu adalah pemberian teman Sanfiko, lagipula uang itu pasti tidak begitu saja diberikan dan pasti harus dikembalikan suatu saat, mengapa Ibuny bisa langsung merebutnya begitu saja.

“Demi apa Ibu menyuruh Sanfiko untuk menyerahkan kartu ATM? Itukan milik Sanfiko, bukankah Ibu keterlaluan.”

Tubuh Jovitasari bergetar sambil berbicara. Sebenarnya hari ini ia sangat senang, karena telah berhasil mendapatkan pinjaman 2 triliun, sehingga Industri Sorgum Sanjaya dan perusahaan keluarganya terbebas dari krisis kebangkrutan, tapi Ibunya melakukan hal seperti ini, seketika ia merasa sangat kesal sejak ia kembali ke villa.

“Keterlaluan? Jovitasari, kamu merasa apa yang Ibu lakukan itu keterlaluan? Kamu tidak berpikir kalau tiga tahun yang lalu, Sanfiko tinggal di rumah kita, sama sekali tidak pergi bekerja dan membuat banyak onar bagi kita. Sekarang ia punya teman yang kaya dan tidak memberitahu kita, serta diam-diam menyimpan begitu banyak uang dari kita. Ia berbohong dari kita. Sanfiko, jangan bilang aku tidak memberimu kesempatan. Jika kamu hari ini menyerahkan kartu ATM kepadaku, maka kamu masih menantuku. Kalau tidak, kamu keluarlah dari rumah ini.”

Rita memandang tidak senang kearah Sanfiko.

Bagi Rita, Sanfiko memang kurang baik. Meskipun teman kaya Sanfiko membuat Rita kaget, tapi karena alasan itu juga, Rita merasa uang didalam kartu ATM tidak hanya bisa membeli villa, karena harga villa ini sebanyak 60miliar, jadi kartu ATM itu pasti ada banyak uang.

“Ibu...”

Baru Jovitasari ingin membuka mulutnya, tapi terpotong oleh Nusrini.

“Kakak tidak perlu membantu Sanfiko, memang benar kalau ia mengakui dirinya sebagai anggota keluarga kita, harusnya mengeluarkan uang itu. Demi apa ia menggunakan uang itu untuk sendiri, lagipula tidak bilang jika ia memiliki teman kaya seperti itu. Kalau temannya adalah pemilik saham terbanyak Industri Bir Sumedang, mungkin industri kita tidak perlu diberikan kepada keluarga. Sekarang kamu lihat Perusahaan Tianbai ada krisis...”

“...sambil membawa industri kita bangkrut. Kalau kita mengetahuinya, mungkin teman Sanfiko bisa langsung membantu kita, siapa tahu industri kita bisa lebih baik dibanding yang lain.”

Sanfiko yang disana mengerutkan dahinya.

Ekspresi wajahnya kurang baik.

Bukan karena masalah kartu ATM, tapi karena alasan kartu ATM ini dibuat-buat oleh Sanfiko. Ia juga sudah menyiapkan sejak dulu dan sudah membuat kartu ATM dengan Vira, yang berisi 2 miliar. Awalnya Sanfiko memang ingin memberikan kartu ATM ini kepada Ibu Mertuanya, karena setelah pindah ke villa, pasti membutuhkan banyak uang.

Hanya saja ia tidak sangka bahwa Ibu Mertuanya bisa mengancamnya seperti itu.

Ini membuat hatinya sangat tidak nyaman.

“Kamu hanya tahu cara untuk menghina Sanfiko, a-aku...”

Seketika air mata Jovitasari muncul.

Dalam hatinya penuh dengan kesedihan.

Sanfiko menepuk pelan punggung belakang Jovitasari dan berkata, “Jovitasari, kamu kembalilah. Aku akan menyelesaikan masalah ini, pergilah.”

Melihat Jovitasari yang kesusahan diantara dirinya dan Ibu Mertuanya memang membuatnya bingung, sehingga ia langsung membujuknya.

“Tapi...”

Sanfiko memberinya sebuah senyuman dan berkata, “Pergilah, aku akan segera masuk.”

Jovitasari dengan kesal melihat Nusrini dan Ibunya, lalu berbalik badan masuk kamar.

Lalu terdengar suara berdentum dengan kencang.

“Hmm, Rita, masalah ini...”

“Tutup mulutmu!”

Setelah Michael mengetahui masalah ini, meskipun ia sedikit terkejut, tapi ia juga lebih terkejut dengan ucapan Istrinya dan anak bungsunya. Kalau uang ini adalah pemberian teman Sanfiko kepadanya dan uang ini seharusnya milik keluarga. Sanfiko sebagai anggota keluarganya, seharusnya menyerahkan uangnya. Ini sama sekali tidak logis.

Sebenanrnya ia tahu Istri dan anak bungsunya hanya menginginkan uang itu.

“Sanfiko, sebenarnya aku tidak sengaja membahas ini, tapi kalian anak muda jaman sekarang sangat tidak bisa hemat. Aku hanya membantumu menyimpan uang ini, lagipula pengeluaran uang rumah juga cukup banyak. Coba kamu pikir setelah kita pindah ke villa, pasti harus mengundang orang untuk makan dan mendekorasi villa, semua ini harus membutuhkan uang. Lagipula Ayahmu dan Jovitasari dipecat dari perusahaan dan tidak mendapat gaji dan menurutku bisnis pabrik milik Nusrini lumayan, bisa diinvestasi, jika mereka mendapat hasil banyak, akan dikembalikan kepadamu kok.”

“Kita kan satu keluarga, ada uang harusnya dipakai bersama, bukan? Benarkan kata Ibu? Kalau kamu punya teman yang kaya seperti itu dan menyembunyikan dari Ayah dan Ibu, apakah kamu tidak menganggap kami sebagai keluargamu? Kami tidak menyalahkanmu. Sekarang aku membiarkanmu untuk menyerahkan kartu ATM kepadaku dan untuk dijaga, benar kan?”

Nada Rita menjadi lembut, lagipula uangnya belum sampai di tangannya, jadi ia takut kalau Sanfiko kesal dan tidak memberikannya uang.

Meskipun ia tidak tahu berapa jumlah uang didalam kartu itu, tapi Rita bisa memastikan kalau didalam itu masih ada uang, karena ia tahu kalau orang kaya tidak akan pelit.

Sanfiko mengangguk kepalanya.

“Benar kata Ibu. Tapi temanku itu tidak memberi banyak uang kepadaku. Saat Ibu bilang ingin membeli rumah, aku memberitahunya, lalu ia mengirimku sejumlah uang, tapi tersisa 2 miliar setelah membeli rumah.

Saat berbicara, Sanfiko sudah siap memberikan kartu ATM untuk Rita.

“Ibu, pin kartu ATMnya ulang tahun Jovitasari.”

“Hmm, sudah tahu.”

Rita seketika menarik kartu ATM dan mengangguk.

“Hanya tersisa 2 miliar? Sanfiko, kamu pakai banyak sekali uangnya. Aku tidak percaya. Apakah kamu masih menyimpan uang?”

Nusrini tercengang setelah mendengar uang tersisa 2miliar tapi ia kembali curiga, villa ini seharga 60miliar, kebetulan sekali hanya tersisa 2miliar?

Sanfiko hanya tersenyum pahit dan berkata, “Hanya tersisa 2miliar. Villa itu seharga 60miliar, sama sekali tidak cukup.”

”Ibu, kalau begitu simpanlah kartu ini untuk kami. Tunggu aku dan Jovitasari membutuhkan uang, Ibu baru serahkan kepada kita.”

Sanfiko tidak ingin berlama-lama dengan Ibu Mertuanya dan adik iparnya, lalu langsung berjalan menuju kamar. Ia tahu perasaan Jovitasari sedang menurun dan membutuhkan bujukan.

Pria memang sangat lelah.

Setelah Sanfiko memasukki kamar.

Nusrini berjalan dan duduk disamping Rita sambil berkata, “Ibu, Sanfiko ini semakin gila. Tidak mungkin kartu ini hanya tersisa 2miliar? Siapa tahu kalau ia masih menyimpan uang, coba Ibu cek transaksi kartunya.”

Rita mengangguk.

”Hmm, ia kira posisinya meningkat jika ia memiliki teman yang kaya?”

Nusrini berkeluh.

Rita berkata kepada Michael, “Michael, besok ikut aku pergi ke bank untuk memeriksa transaksi yang ada.”

Michael terdiam.

Lalu berkata dengan kesal, “Kamu pergi saja sendiri. Aku tidak pergi, lagipula aku harus rapat di kantor pagi hari, tidak ada waktu bermain denganmu.”

“Apakah kamu ingin bertengkar, Michael?”

Rita baru saja marah, seketika Michael sudah berbalik badan dan berjalan menuju kamar.

Sedangkan di sisi lain, Sanfiko langsung melihat Jovitasari dengan mata berkaca-kaca yang terduduk di depan meja riasan, setelah ia masuk kamar.

Ekspresi sedih Jovitasari persis dengan harta keluarganya direbut oleh orang.

Sanfiko pelan-pelan berjalan ke hadapan istrinya, lalu menjulur tangan untuk memeluk istrinya.

“Sudah jangan nangis lagi, tak apa-apa. Aku sudah memberikannya kepada Ibu.”

Apa?

Jovitasari mengangkat kepalanya dan menemukan Sanfiko yang memeluknya lembut.

“Apakah kamu memberikan semuanya kepada Ibu?”

Ia ingat saat itu Sanfiko memberitahu ada tersisa 80miliar, kalau begitu masih tersisa banyak.

“Tidak. Aku memberikan Ibu 2miliar, sisanya aku belikan mobil untukmu.”

Mendengar ini, Jovitasari tidak tahan menurunkan air matanya.

“Sanfiko, semua salahku, kalau bukan aku...”

Sanfiko mendekatkan tubuhnya ke Jovitasari dan memberi ciuman pada dahinya. “Tak apa-apa, bukan salahmu. Jangan nangis lagi, kalau tidak kamu jadi jelek.”

Seketika Jovitasari berdiri dan memukul pelan dada Sanfiko.

“Kamu yang jelek, kamu yang jelek...”

Sanfiko masih saja memeluk pinggang Jovitasari, seketika mereka begitu dekat.

Sanfiko bisa melihat jelas air mata di bulu mata Jovitasari.

Jovitasari bisa melihat kelembutan dari tatapan mata Sanfiko.

Jovitasari melihat pria yang ia peluki, tiba-tiba ia merasa dirinya sangat bodoh. Selama tiga tahun, ia baru menyadari ia memiliki pria yang begitu sempurna.

Tiba-tiba matanya berkaca-kaca, bukan karean apapun, hanya karena ia tahu apapun yang terjadi, pria di depannya ini akan selalu menemaninya dan melindunginya.

“Sanfiko...”

“Aku mencintaimu...”

Jovitasari merasa tubuhnya memanas, lalu berjijit dan memberikan ciumannya.

Novel Terkait

His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
4 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Di Balik Awan

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
5 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
5 tahun yang lalu