Menunggumu Kembali - Bab 213 Sanfiko Chen awalnya sampah

Cahaya lampu remang-remang.

Angin sepoi-sepoi bertiup di tepi jalan.

Bintang di atas langit nampak bintik-bintik.

"Kamu sudah bangun ..."

Berada dalam pelukan Sanfiko Chen saat sedang duduk di kursi kayu di sisi jalan, Jovitasari pun terbangun oleh hembusan angin malam.

"Ah..."

Baru saja Jovitasari membuka matanya, dia melihat bila dirinya dipeluk dengan hangat oleh Sanfiko Chen, yang lebih penting lagi bokongnya duduk di atas tangan Sanfiko Chen.

Dengan segera wajahnya memerah dan dia dengan refleks lompat dari tangan Sanfiko Chen yang cabul.

Tapi walau dia mencoba melarikan diri, namun karena kedua tangannya masih melingkar dengan erat di leher Sanfiko Chen, seluruh tubuhnya inipun menindih tubuh Sanfiko Chen.

"Hmm ..."

"Anak muda sekarang... sungguh saling mencintai ..."

"Hanya... pulang saja untuk bermesraan, sekarang masih di depan umum!"

Karena Sanfiko Chen sedang duduk di sisi jalan, pada saat ini, seruan Jovitasari ditambah dengan pemandangan mesra mereka membuat orang-orang di sekitar yang melihatnya mulai mengunjingkannya.

Jovitasari segera hanyut ke dalam pelukan Sanfiko Chen seutuhnya saat ini, dan wajahnya menjadi sangat panas.

"Pergilah..."

"Kita tidak bisa menyamai orang muda ini."

"Pergilah, sangat iri..."

"Iri apa, pulang dan bersenang-senanglah dengan lima gadis..."

...

Setelah orang-orang di sekitarnya berpencar, Sanfiko Chen berbisik dengan perlahan di telinga Jovitasari: "Sudah, semuanya telah pergi, kamu tak mungkin benar-benar menginginkanya di sini kan..."

"Ah?"

Jovitasari segera mengangkat kepalanya yang semakin memerah.

"Ini, begitu banyak orang, dan juga di luar, ini pertama kalinya bagiku ..."

Jovitasari tampaknya baru mulai tersadar saat ini, tubuhnya gemetar, kemudian dengan tinjunya yang lembut memukul dada Sanfiko Chen.

"Sanfiko Chen, kenapa aku tidak menyadarinya sebelumnya, kamu sangat nakal!"

Sanfiko Chen perlahan-lahan menggenggam jemari kecil Jovitasari, lalu memandang Jovitasari dengan ekspresi kasih sayang kemudian berkata dengan tulus: "Jovita, aku tidak akan nakal lagi di masa depan, bagaimana?"

Jovitasari mengangguk setelah mendengar hal ini, namun kemudian dia menyadari sesuatu lalu menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Aku tahu arti dari kamu mengangguk? Apa artinya menggelengkan kepalamu?"

Sanfiko Chen bertanya dengan sungguh-sungguh.

Dia sangat senang di dalam hati seperti bunga yang sedang mekar, istrinya ini benar-benar seorang gadis kecil yang polos.

Jovitasari sangat panik saat ini. Dia menatap Sanfiko Chen yang nampak sangat serius, dan mengira bila Sanfiko Chen telah marah, matanya pun mulai memerah. Setelah melirik ke kiri dan ke kanan memastikan tak ada orang didekatnya, dia langsung mendekat ke telinga Sanfiko Chen, dan dengan suara yang hanya bisa didengar olehnya berbisik: "Ya, ya, ya, hanya bisa nakal padaku seorang, tapi tidak boleh bila dengan wanita lain!"

Sanfiko Chen tidak bisa menahan tawa setelah mendengarkan kata-kata ini.

"Kamu... kamu mempermainkan aku... kamu..."

Sambil berkata-kata, dia mengulurkan tangan untuk memukul Sanfiko Chen, tetapi pada saat ini Sanfiko Chen berdiri dan mulai berlari.

"Kamu... kamu orang jahat besar..."

Jovitasari mengejar Sanfiko Chen untuk memukulnya saat ini.

"Haha... ayolah..."

Mereka berlari sambil tertawa selama beberapa saat di sepanjang jalan.

"Baiklah, aku tidak bisa lari lagi..."

Jovitasari segera berdiri di sana, menutupi perutnya sambil terengah-engah.

"Jovita, apakah kamu merasa tidak nyaman ..."

Sanfiko Chen memandangi teleponnya, dan mengerutkan kening sambil menghitung hari.

Menurut perhitungannya beberapa hari ini memang sudah saatnya bagi “itu” Jovita tiba.

Dengan segera Sanfiko Chen menghampiri Jovitasari.

"Haha... kamu tertangkap!"

Jovitasari langsung menarik telinga Sanfiko Chen.

"Ha ha, oke, oke, istriku memang luar biasa, aku mengaku kalah!"

Kemudian Sanfiko Chen menggendong Jovitasari di punggung belakangnya dan berjalan kembali.

"Jovita, bukankah sudah saatnya “itu” kamu tiba hari ini ..."

"Apa yang tiba?"

"Ah, Sanfiko, kamu mulai nakal lagi... “itu” harusnya setiap bulan di saat ini, tapi hal semacam ini kadang-kadang bisa telat beberapa hari..."

Ketika Jovitasari berbicara dia benar-benar bersandar di bahu Sanfiko Chen. Sebuah wajah yang sudah memerah, dan tanda merah di wajah tersebut tak lagi menyakitkan, namun Jovitasari tiba-tiba teringat sesuatu.

"Oh iya Sanfiko, bagaimana nenek... dan..."

Sanfiko Chen tersenyum pahit sesaat.

Lalu dia menjawab sambil tersenyum, "Nenek baik-baik saja, dia sudah pulang. Kamu tidak usah memikirkan hal ini, aku sudah menanganinya."

"Sudah menanganinya?"

"Sanfiko... apakah kamu berkelahi lagi?"

Begitu Jovitasari memikirkan kejadian itu, tubuhnya gemetar lagi.

"Aku tidak berkelahi, aku menjelaskan kebenarannya kepada mereka, dan akhirnya mereka membiarkan kita pergi setelah selesai menjelaskan. Sudahlah, jangan terlalu memikirkannya, waktu sudah larut, kita pulang secepatnya... hehe..."

Ah!

Jovitasari merasakan bila pantatnya terjepit dengan orang mesum, dia segera menjerit, kemudian menyingkirkan keraguannya dengan segera menarik telinga Sanfiko Chen dan mulai bergaya seakan-akan sedang mengemudikan mobil.

Gelak tawa menyebar di antara keduanya.

...

Berbeda dengan tawa yang di sini, Yusdi berbaring di tempat tidur dan menerima telepon dari keluarga Bai.

Ponsel ini bukan orang lain tetapi Puspita.

Puspita tidak mengatakan apa-apa, dia hanya mengatakan apa yang terjadi malam ini, lalu menutup telepon.

Hal yang terjadi malam ini memiliki dampak besar baginya.

Dia mencoba tenang dan sudah menduga bahwa Yusdi pasti mengalami masalah, dan masalah tersebut adalah masalah yang besar, kalau tidak, dia tidak akan bersembunyi selamanya.

Yusdi berbaring di tempat tidur yang gelap dan sedang berjuang untuk bangkit, matanya penuh dengan darah dan air mata.

Rumahnya bangkrut!

Rumah tangganya hancur!

Yusdi tak menyangka bila dalam waktu yang sangat singkat ini dirinya akan menjadi seperti ini, istri dan putranya terbunuh, putrinya menjadi gila, dan sekarang dia tak berdaya. Diantara semua itu dia tiba-tiba berpikir ingin mendapatkan kekuatan. Jika dirinya kaya dan berkuasa, memiliki tubuh yang sehat dan kuat, maka dirinya tentu bisa membalas dendam dan menginjak Sanfiko Chen di bawah kakinya.

Tepat ketika Yusdi gemetar memikirkan hal-hal ini, pintu kamar didorong terbuka.

Dua pria berpakaian hitam berjalan langsung ke hadapannya.

"Kalian... siapa kalian?"

Melihat kedua pria ini berjalan ke arahnya tanpa ekspresi, Yusdi bahkan mencoba menghindar, dan mundur terus ke belakang.

Tapi rupanya di mata kedua pria muda dan kuat yang berpakaian hitam ini, dia sama sekali bukanlah apa-apa, kemudian langsung meraih kedua tangannya.

"Kalian... apa yang ingin kalian lakukan? Kamu lepaskan aku!"

"Biarkan aku pergi... Tidak tidak..."

Di saat dia sedang berbicara, mulutnya lalu penuh dengan bau darah dari pakaiannya sendiri yang dijejalkan ke dalam mulutnya.

Memberontak untuk berjuang, namun sia-sia saja, dengan begini Yusdi dibawa keluar dari ruangan dan oleh dua pria berpakaian hitam tersebut langsung dilemparkan ke bagasi mobil box yang biasa digunakan untuk berbisnis.

Dalam kegelapan, Yusdi memikirkan kemungkinan yang tak terhitung jumlahnya.

Pada akhirnya, dia meyakini bila Sanfiko Chen ingin membunuhnya untuk menutup semuanya, dan mengutus orang untuk membunuh dirinya.

"Tidak rela, aku tidak rela, aku harus balas dendam!"

Balas dendam!

Dengan segera Yusdi berjuang mati-matian untuk meloloskan diri, tubuhnya terus-menerus menabrak bagasi mobil box, tetapi kali ini mobil bisnis itu semakin menggila berlari di jalan seperti binatang buas gila.

Yusdi yang dimasukkan ke dalam bagasi dan diikat oleh tangannya, tidak menggunakan alat bantu sama sekali, bahkan saat di dalam bagasi kepalanya terluka karena terantuk hingga berdarah.

Hampir saja dia langsung mati di bagasi ini.

Namun pada akhirnya Yusdi terpingsan.

Ketika dia tersadar lagi, dia sudah berada di villa yang sangat mewah, dia membuka matanya dan melihat lingkungan sekitarnya, pastinya lebih mewah daripada villa milik keluarga Bai.

Hah!

Sebaskom berisi air es dituangkan langsung di atas kepalanya.

Ah!

Dinginnya merasuk hingga ke tulang yang membuat Yusdi langsung mengerang.

"Apaan kalian? Bukannya menemukan si bodoh Sanfiko Chen?"

Yusdi sekarang mengetahui pula bila dia takut dia tak akan dapat bertahan hidup hari ini pada. Ada lebih dari sepuluh orang di hadapannya sendirian, dan seorang wanita sedang duduk di sofa mewah tidak jauh darinya, sangat cantik hingga menyentuh setiap orang, namun sepasang mata itu menatap tajam dan membuat orang lain hanya bisa tersenyum dingin.

"Sanfiko Chen?"

"Sampah?"

Tampaknya wanita itu nampak tertarik dan mengulanginya, dengan senyuman sinis di wajahnya.

"Cuih, apakah bukan? Kalian semua orang yang diutus oleh si sampah Sanfiko Chen. Hari ini istri dan anakku terbunuh olehmu, dan kalian juga akan membunuhku, lagi pula aku manusia sampah tak bisa hidup lama lagi... Ayo, Bunuh saja aku... argh ... "

Plak!

"Yah... Sanfiko Chen, perlihatkan dirimu padaku jika kamu punya kemampuan. Aku Yusdi seperti sudah mati, aku tidak akan bisa membiarkanmu pergi... kamu tak akan berakhir dengan baik, argh ..."

Plak!

Tamparan lain.

Yusdi langsung terjatuh ke tanah dengan mulut penuh darah.

Tapi pada saat ini dia menjadi semakin jelas, dan kebenciannya benar-benar menenggelamkan pikirannya.

"Cuih... Sanfiko Chen, kamu tidak berani keluar untuk bertemu denganku, kamu adalah sampah, selamanya menjadi sampah... sampah ..."

Pria yang berpakaian hitam disampingnya itu segera ingin menamparnya lagi, tetapi wanita itu dengan perlahan mengangkat tangannya untuk menahan.

"Baiklah..."

Wanita itu perlahan bangkit berdiri, mengenakan sepatu hak tinggi dan melangkah ke hadapan Yusdi.

"Kamu barusan memaki Sanfiko Chen? Maki sekali lagi, aku mendengarkanmu!"

"Katakan..."

Segera seorang pria kekar berpakaian hitam meraih rambut Yusdi dan mengangkatnya.

"Baik, bukankah kamu ingin mendengarkannya? Maka kamu akan mendengarnya dengan jelas, aku berkata... Sanfiko Chen adalah orang bodoh, sampah... selamanya menjadi sampah... hahaha, sampah ..."

Wanita itu perlahan bertepuk tangan.

"Oke, menakjubkan..."

"Sanfiko Chen awalnya sampah, seratus persen sampah!"

Novel Terkait

My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
4 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
3 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
3 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
3 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu