Menunggumu Kembali - Bab 113 Kak, Jangan Kamu Jatuh Cinta Sungguhan!

Malam di Kota Penang nan gelita.

Sanfiko Chen yang mengendarai mobil disapu oleh angin malam, ia berhenti sejenak di toko piano semalam.

Tetap sama seperti dulu, di toko hanya ada paman berjenggot yang memakai kacamata hitam.

Ia duduk di dalam toko dan menyeka setiap piano dengan hati-hati, Sanfiko Chen melirik waktu dan baru pukul delapan malam, ia memberhentikan mobil tepat di luar toko, kemudian berjalan masuk ke dalam.

Cahaya di dalam toko remang-remang, Sanfiko Chen mengulurkan tangannya dan membelai tombol hitam putih piano itu.

"Anak muda, kamu di sini..."

Paman berkacamata hitam yang sedang dengan hati-hati menyeka piano tersenyum.

"Iya, paman..."

Paman piano berkacamata hitam menyeringai, dan kemudian berjalan ke arah Sanfiko Chen, ia sembari berjalan sembari tersenyum:"Silakan duduk..."

Sanfiko Chen tanpa ragu lekas duduk di samping piano bersih yang ditunjuk si paman.

Paman berkacamata hitam tidak berbasa-basi, namun ia langsung berhati-hati duduk bersebelahan dengan Sanfiko Chen, dan kemudian dengan perlahan menempatkan tangannya di atas tombol piano tersebut.

Musik adalah komunikasi terbaik.

Bunyi piano nan merdu perlahan terdengar.

Saat piano berbunyi, Sanfiko Chen seperti terbawa diantara langit berbintang, di bawah bintang-bintang itu turun gerimis hujan, menyegarkan suasana hati, yang dapat membuat manusia melupakan saat-saat tak membahagiakan.

Lagu demi lagu.

Dari "Mark of the Rain" ke "Remembrance of Love", lalu ke "Blue Love", "Dance of the Blue Danube"...

Pada akhirnya, Sanfiko Chen juga turut memainkan "The Wedding in a Dream".

"Kamu sangat mencintainya?"

Alunan nada terakhir perlahan-lahan menghilang, dan di dalam toko piano masih menari melodi yang tiada akhir.

Di tengah mata Paman berkacamata hitam berlinang air mata, mengalir dan membasahi pipinya.

Sanfiko Chen hanya mengangguk, dan diam seribu bahasa.

"Aku iri pada anak muda seperti kalian yang masih memiliki cintanya sendiri..."

"Aku tidak akan pernah memainkan lagu 'The Wedding in a Dream' lagi!"

Paman berkacamata hitam menengadahkan kepalanya saat mengatakannya, bak terdapat sebuah perasaan yang hampir menembus "tameng besi" yang tebal.

Saat itu arloji berdering, dentingan suaranya terdengar antik.

"Hehe, sudah sampai waktunya, aku harus tutup toko."

"Aku harap kamu datang lagi lain kali... Sangat menyenangkan bermain bersamamu!"

Paman berkacamata hitam mengenakan jaketnya sambil berdiri dan berkemas.

Sanfiko Chen menyaksikan Paman berkacamata hitam menutup tokonya dengan terampil, dan kemudian dia menghilag ke dalam kegelapan di depan matanya.

Sanfiko Chen seketika menarik napas dalam-dalam dan mengendarai mobilnya menuju ke vila dalam hutan.

Malam ini ia sudah janji dengan Vira Saphira untuk berlatih sesaat di vila tengah hutan, sesungguhnya ini permintaan Sanfiko Chen, sejujurnya ia sedikit gugup, kalau tidak ia juga tidak akan pergi ke toko piano dahulu mendengarkan Paman paruh baya bermain piano.

Warna langit malam bagaikan air.

Vila di dalam hutan terang benderang, Vira Saphira yang berdiri di pintu vila menatap langit penuh bintang, dalam lubuk hatinya sekali lagi merasa iri pada wanita yang tidak tahu apapun itu.

Mungkin dia adalah wanita yang paling berbahagia di seluruh Kota Penang.

Pria misterius ini, beranjak dari tidak menarik sama sekali sekarang malah menjauh pergi hingga tak terjangkau, Vira Saphira tampak melipur dalam mimpi...

...

Malam itu Jovitasari tidak tahu bagaimana ia tertidur.

Ketika dia bangun keesokan paginya, ia merasa matanya merah dan bengkak, setelah mencuci muka sejenak, Jovitasari membuka pintu.

Papa mama sudah tidak ada di rumah.

Namun Nusrini yang tidak kelihatan batang hidungnya selama beberapa hari ini justru sedang duduk di atas sofa.

"Kak, kamu akhirnya bangun, ini pertama kalinya kamu tidur siang 'loh?"

Jovitasari menyeringai tipis dan berkata:"Nusrini, mengapa kamu pulang, kamu tidak pergi kerja?"

Nusrini memutari permen lolipop di mulutnya dan memegangnya di atas tangannya:"Kak, kamu tahu 'kan, pekerjaan apa yang aku lakukan, organisasi kamu hanya untuk bermain-main, justru hari ini aku spesial pulang untuk menemanimu."

"Menemaniku?"

Jovitasari sepertinya belum sadar sepenuhnya.

"Hei, ngomong-ngomong... bagaimana dengan Sanfiko Chen, 'kok tidak kelihatan dia membuat sarapan... sumpah, jangan-jangan masih molor?"

Nusrini segera berjalan menuju kamar kakaknya.

"tidak 'kok, semalam Sanfiko Chen tidak di rumah!"

Jovitasari lekas mengambil ponsel yang Rita tinggalkan di atas meja teh dan menelepon Sanfiko Chen.

"Sanfiko, kamu dimana?"

"Apakah kamu makan malam semalam? Semalam kamu tidur di mana..."

"Uh... aku mengerti."

Setelah berbicara, ia menutup teleponnya.

Mendengar bahwa Sanfiko Chen menginap di rumah teman sekuritinya, dan berkata bahwa ia akan menjemputnya nanti, Jovitasari akhirnya merasa benar-benar lega.

"Kak, Sanfiko Chen sekarang hebat sekali ya, sudah berani tidak pulang di malam hari... kak, aku beritahu kamu ya, si Sanfiko Chen itu sering bergaul dengan anak jalanan, mungkin saja dia tidak tahu berkeliaran kemana..."

Beberapa hari ini, tidak terlihat Davis balas dendam, jadi Nusrini pun lama kelamaan membiarkan masalah ini, namun dalam hati ia justru yakin masalah ini pasti ada hubungannya dengan Sanfiko Chen dan anak jalanan, kalau bukan seperti itu, mereka tidak akan mungkin membuat Davis tersinggung dan marah besar seperti itu.

Jovitasari menggelengkan kepala dan berkata:"Sudahlah, aku tahu. Coba kamu bilang, kamu tidak ada kerjaan memilih pulang untuk menemaniku, buat masalah lagi?"

Setelah mengetahui kabar Sanfiko Chen baik-baik saja, Jovitasari juga lega, suasana hatinya jauh lebih baik, kemudian ia menuangkan susu, mengambil roti di kulkas dan mulai sarapan.

"Ada apa sih, kak, memangnya menurutmu adikmu ini hanya pembuat onar saja? Kamu juga, sibuk sepanjang hari, sampai ulang tahun sendiri pun lupa, hari ini ulang tahunmu tahu tidak ... bukannya kamu terakhir kali pernah bilang kalau kamu suka dengan pakaian di totem, ayo, hari ini terserah kamu pilih, adikmu yang belikan, belikan semuanya."

Ketika berbicara Nusrini berlari ke hadapan Jovitasari, mengedip-ngedipkan matanya, terlihat imut sekali.

"Hari ini ulang tahunku?"

Jovitasari baru teringat.

Beberapa waktu ini memang terlalu sibuk, banyak hal yang telah terjadi, ia tidak mengingatnya sama sekali.

"Iya, cepatan, cepatan ganti baju, dandan sebentar dan kita jalan... aku sudah minta Hary menunggu kita di luar."

Jovitasari hanya bisa mengalah pada adiknya ini, lalu ia masuk ke kamar dan bersiap setelah memakan beberapa gigit roti dan minum susu.

Satu jam kemudian, kakak beradik keluarga bai ini sampai di Totem Square.

Totem Square sangat ramai hari ini.

Dan Hary yang menyusuri dari belakang sudah menentengi beberapa kantong belanjaan.

Tak ada pilihan, para wanita berbelanja, dan para pria yang menenteng kantong hasil buruan belanjaan.

"Kak, ini, ini, pakaian di toko ini yang paling bagus, lihat yang aku kenakan, aku membelinya di sini... Dan dua hari ini pas anniversary toko ini, ayo kita masuk ke dalam..."

Jovitasari mengangguk.

Ia sangat senang, bisa jalan-jalan bersama adiknya sendiri, tidak terasa ia teringat masa kecil mereka berdua bersama.

Memasuki toko pakaian wanita ini, Jovitasari bagaikan gantungan pakaian saja, pakaian kasual jadi terlihat model profesional saat ia kenakan.

Tidak hanya pelayan toko yang memujinya, bahkan pembeli yang lain juga mengerumuninya, mereka semua terkagum-kagum.

Di sisi lain, Hary tidak hentinya menelan air ludah, melihat kedua saudari ini gonta-ganti pakaian seperti ini, ia tak tahan ingin membawa pulang mereka berdua. Namun sayangnya meskipun ia punya niat, tapi ia tak punya nyali untuk itu, bahkan Nusrini saja belum berhasil ia takhlukan...

"Kak, kamu cantik banget, tadi kamu sadar tidak, mata para pelayan tadi langsung bersinar, berharap bisa berubah menjadi pria dan mendekatimu!"

Pada akhirnya Jovitasari membeli satu set gaun bunga berenda putih, ia mengenakannya, kecantikannya sungguh tiada tara.

Awalnya Jovitasari ingin melepasnya, namun Nusrini bersikeras agar ia mengenakannya, akhirnya ia keluar dari toko dengan mengenakan baju itu.

Seketika ia mencuri semua pandangan mata orang di sana.

Hary yang berjalan di belakang kedua wanita ini dapat merasakan aura iri yang mengerikan dari segala arah!

"Kak, aku dengar mama bilang kamu tidak ingin menceraikan Sanfiko Chen, kenapa memangnya?"

Terlihat sangat jelas Nusrini sedang menjalankan misinya.

"Nus, mama yang suruh kamu datang membujukku."

Nusrini menggelengkan kepala, dan kemudian melanjutkan:"Kak, aku tidak yakin Sanfiko Chen adalah pilihan yang tepat, coba kamu pikir dia itu punya apa, apa yang bisa dia pertaruhkan untuk bersama kakakku yang cantik tiada tara ini."

"Menurutku ya, selagi kalian belum punya anak, hubungan juga belum terlalu dalam, tidak ada yang menghalangi, lebih baik kalian cerai saja, Kota Penang masih banyak yang kaya raya, kamu yang seperti ini bisa memilihnya sesukamu!"

Jovitasari memandangi adiknya sendiri, dan kemudian menghela napas berat:"Nus, kamu tidak mengerti, tunggu sampai kamu sungguh-sungguh jatuh cinta pada seseorang, saat itu kamu akan mengerti, sebenarnya terkadang mencintai seseorang membuatmu jadi tidak peduli betapa mempesonanya dia di mata orang lain, selama kamu mencintainya, dia akan selalu menjadi yang paling mempesona di matamu."

"Ah? Kak, kamu tidak benaran jatuh cinta pada Sanfiko Chen 'kan?"

Jovitasari menatapi Nusrini penuh keseriusan, hatinya terasa semakin gelisah.

Perlu diketahui Nusrini sama saja dengan Rita, dari awal mereka tidak memandang Sanfiko Chen sama sekali, dan alasan mengapa ia membawa Jovitasari ke sini, semuanya sudah diatur.

"Yah, aku sungguh mencintai Sanfiko, kecuali suatu hari Sanfiko tidak menginginkan aku lagi, dan mencintai wanita lain, selain itu aku tidak akan pernah goyah."

Melihat wajah serius dan bahagia Jovitasari, Nusrini mulai cemas.

"Tidak boleh, aku tidak akan membiarkan Sanfiko Chen menyakiti kakakku lagi..."

"Kak, coba kamu lihat, ramai sekali di sana, jangan-jangan Totem Square lagi ada acara... Kelihatannya ramai sekali, ayo, kita ke sana..."

Segera, Nusrini tidak ingin membahas masalah ini lagi, dia menarik tangan Jovitasari dan berjalan ke arah lift, menuju ke lobi utama lantai satu yang terus menerus dikerumuni orang...

Novel Terkait

My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
3 tahun yang lalu
Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
4 tahun yang lalu