Menunggumu Kembali - Bab 53 Wanita cantik dibawah sinar rembulan

Malam yang begitu hening.

Dibawah bulan yang cerah, kota Penang bagian utara malah lebih suram.

Ini adalah tempat berhawa negatif paling berat di kota Penang, sebelumnya tempat ini adalah kuburan banyak orang, kemudian karena terlalu banyak hawa negatif maka berubah menjadi tempat pembakaran mayat, biasanya tengah malam tidak akan ada orang yang datang.

Tapi malam ini pengecualian.

Palo yang dari tadi ketakutan dan seluruh tubuhnya bergetar berlutut di lantai dan terus bersujud pada Aji.

Aji dengan rokok di mulutnya, melihat tempat pembakaran mayat yang tenang dari tidak jauh, hanya bisa menggeleng kepala.

"Kak Palo, aku juga ingin membantumu, tapi kali ini kamu beneran menyinggung orang yang tidak harus kamu singgung."

Setelah Aji menerima telepon dan kemudian menyuruh orang di tempat pembakaran mayat untuk lembur, lalu membiarkan Danny membawa Palo ke tempat pembakaran mayat.

"Orang yang tidak seharus disinggung ? kak Aji, kamu bukan sedang bercanda kan ? aku membuat keributan di tempatmu, asalkan kamu bilang harga, setelah aku pulang ke kota Maharayu, langsung akan menyuruh orang untuk membayarnya, kamu bilang berapa maka berapa, aku pasti tidak akan ada bantahan."

Melihat kelakuan seperti ini, Palo beneran takut.

Tapi sampai sekarang dia masih tidak tahu kenapa Aji memiliki keberanian yang begitu besar, rupanya beneran ingin dia mati di tempat.

"aduh, Palo, maksudku bagaimana kamu masih tidak ngerti, sekarang bukan aku Aji ingin menjahilimu, kamu yang menyinggung tuan Sanfiko, kamu tahu tuan Sanfiko itu siapa tidak ?"

"Tuan Sanfiko ? maksud kamu suaminya wanita itu ? dia itu sampah, bodoh. Aji, kalau kamu ingin balas dendam padaku, langsung datang kemari, jangan bertele - tele, masalah ini tuan Erwin akan tahu cepat atau lambatnya, sampai waktunya kalau tahu kamu mematikanku, dia pasti tidak akan membiarkanmu !"

Palo melihat Aji yang berdiri di hadapannya, dalam hatinya muncul kebencian yang semakin besar.

Menurutnya, apa yang Aji bilang soal tuan Sanfiko, semuanya adalah omong kosong, kalau memang begitu hebat, wanitanya bagaimana bisa jatuh di tangannya ?

Ini adalah kesempatan Aji untuk membunuhnya disini, lagipula ini adalah kota Penang, dunianya Aji, meskipun dia membunuhnya, nanti tinggal asal melapor dan menjelaskan pada tuan Erwin saja, tuan Erwin juga tidak akan banyak perhitungan dengan Aji hanya demi satu orang yang mati untuk menyeimbangkan kekuatannya.

Juga karena poin ini, Palo yakin, segala hal ini Aji yang sengaja.

"Kak Aji, sudah beres, tinggal tunggu orang masuk saja !"

Aji mengangguk.

Kemudian dengan kasihan melihat Palo yang di hadapannya.

"Kak Palo, bagaimana menjelaskannya ya, sebenarnya perbedaan tingkat, kamu dan bapak Pei, tingkatnya diatasku, kalau bukan karena kamu menyinggung tuan Sanfiko, kalau tuan Sanfiko menyebutkan mengirim peti abumu pulang ke kota Maharayu, aku beneran akan memohon untukmu, bagaimanapun aku merasa tuan Sanfiko akan menyelamatkan nyawamu, tapi kamu terlalu gila. aduh.. sudah waktunya jalan, kak Palo, kamu masih ada harapan apa lagi untuk terakhirnya, kalau cocok, aku bisa bantu kamu."

Saat Aji berkata, menyalakan sebatang rokok dan memasukkan ke mulut Palo.

Palo saat ini melihat tingkah laku Aji, dalam hatinya tiba - tiba bergetar.

Apa jangan - jangan beneran bukan Aji sengaja ingin membunuhnya ?

"Aku ingin menelepon tuan Erwin !"

Aji mengangguk.

Langsung mengeluarkan ponsel, menelepontuan Erwin dan memberikannya kepada Palo.

"Aji.."

Telepon tersambung, dari ponsel terdengar suara yang berat.

Membawa martabat orang yang penting.

Meskipun melalui telepon juga dapat membuat orang yang mendengarnya merasakan gemetaran di seluruh tubuh.

"tuan Erwin aku, aku Palo..."

"Ha."

"tuan Erwin, aku..."

"Palo, aku sudah tahu tentang masalah ini, kamu tenang saja, setelah aku mendapatkan peti abumu, aku akan memberi uang pada keluargamu, lalu menyuruh mereka meninggalkan kota Maharayu."

Palo mendengar suara perkataan ini, dengan cepat keringat yang dingin mengalir dari tubuhnya.

"tuan Erwin, aku... aku tidak ingin mati, aku..."

"Ada beberapa hal bila membuat salah maka harus bertanggung jawab, ada orang yang menyinggungmu harus membayarnya dengan nyawa."

Setelah selesai berbicara, telepon langsung ditutup.

Palo mendengar suara tut tut, hanya merasakan tidak ada tenaga sedikit pun.

Dia dengan sedikit putus asa mengangkat kepala dan melihat Aji di depannya.

"Siapa sebenarnya tuan Sanfiko itu ?"

Palo beneran tidak mengerti, orang yang memakai pakaian yang biasa, rasanya seperti anak muda yang tidak memiliki aura apapun, malah tuan Erwin juga takut ?

tuan Erwin dari kota Sumedang, dia itu siapa.

Orang yang dapat membuatnya takut juga ada berapa ?

"Aku juga tidak tahu, hanya tahu tuan Sanfiko datang dari kota Yanjing !"

Setelah berkata Aji berbalik badan, dengan kasar membuang pisaunya kepada Palo...

Kota Maharayu, di sebuah halaman yang biasa dan diam.

Seorang pria paruh baya yang berpakaian biasa, dengan pelan berjalan keluar dari ruang buku, berdiri di halaman yang biasa dan diam tersebut, melihat sinar bulan yang dingin, tiba - tiba dalam pandangan yang mata dalam ada sebuah potongan yang dalam.

"Tuan Sanfiko, tidak terpikir kamu sudah menikah di kota Penang, tidak heran tidak ada kabarmu bebrapa tahun ini. Tapi untuk apa menyembunyikan identitasmu sendiri ? Orang yang luar biasa di kota Yanjing, kamu tidak pernah begitu berpenampilan rendah, apa yang sebenarnya terjadi tiga tahun lalu, kenapa kamu bisa menghilang dengan misterius dari kota Yanjing ?"

"Dengan keahlianmu, bahkan keluarga bangsawan kota Yanjing juga tidak akan berani melakukan apa - apa padamu ? Atau jangan - jangan, kamu tidak pernah menunjukkan talentamu..."

Pria berusia paruh baya adalah tuan Erwin, salah satu bos besar dari kota Sumedang, tuan Erwin, dengan nama ini saja pasti selalu ada bagian di semua kota Sumedang.

Tengah malam.

Setelah Sanfiko meletakkan Jovitasari, barusan keluar ke dapur dan membuat bubur.

Nusrini yang sudah mandi keluar dan langsung duduk di meja makan.

"Makan sedikit bubur panas, menghangatkan perut."

Setelah selesai berkata, Sanfiko meyiapkan bubur dan bersiap - siap membawanya ke kamar, menyuapi Jovitasari sedikit, kalau tidak besok saat bangun akan sangat sengsara.

"Kamu... berhenti !"

Ini adalah perkataan pertama setelah Nusrini meninggalkan "bar sensasi"

"Kamu bagaimana bisa kenal dengan berandalan seperti Danny ?"

Pertanyaan ini sudah sangat ingin ditanya oleh Nusrini, tapi selalu tidak berani tanya.

Karena di otaknya terus keluar gambaran Sanfiko yang berjalan ke arah kak Palo dan menendang mukanya dengan kasar hingga penuh dengan darah.

"Ini.. pernah bertemu sekali, aku pernah menyelamatkan kak Danny, dan juga mengalahkan anak buahnya yang bernama Wendy, lalu pelan - pelan ada hubungan pertemanan, tapi tidak dalam... lagipula aku tidak suka berandalan..."

Sanfiko tahu kalau dia bilang Danny adalah orang kecil, bahkan Aji juga harus takut padanya, adik ipar yang di hadapannya pasti tidak akan percaya.

Hanya berharap untuk dilepaskan saja.

"Ha, rupanya begitu, tapi tidak terpikir kamu juga bisa berantam, dulu kenapa tidak pernah melihatmu berantam ? katakan, kamu datang ke keluarga Bai kita, sebenarnya ada tujuan kan ?"

Sanfiko terdiam sesaat, adik iparnya adalah orang yang suka membuat keributan, setiap hari tidak bekerja dengan baik, benar - benar kaya dengan imaginasi.

"Ini... aku bilang demi Jovitasari, kamu percaya tidak ?"

" masih demi kakakku, demi kakakku, kamu malam ini begitu lama baru datang, karena kamu begitu hebat dalam berantam, dan juga kenal dengan kak Danny, jadi kamu dari tadi ngapain. Membuat kita... kepala tante Vina sudah dipukul hancur. Kamu bilang, kamu terus diluar bersembunyi kan, melihat aku diganggu orang, kamu ada perasaan yang senang untuk balas dendam?"

Nusrini makin berkata makin antusias.

Asal terpikir dengan semua masalah pada malan ini, dia merasakan kemaluan yang besar, yang lebih penting Billy yang tidak tahu kapan sudah kabur, ini sudah membuatnya merasa Billy sudah kehilangan kualifikasi untuk menjadi kakak iparnya.

Disaat yang paling berbahaya, malah Sanfiko yang biasanya dianggap sampah yang keluar, ini membuat hatinya sangat bertentangan, makanya menimpakan semua amarah dalam otaknya ke Sanfiko.

"Terserah kamu berpikir apa !"

"Kamu !...."

Meninggalkan perkataan ini, Sanfiko juga langsung selesai mengambil bubur yang panas dan berjalan masuk ke kamar tanpa berbalik.

Dia tidak terpikir, adik iparnya begitu keterlaluan, Jovitasai yang barusan pulang sudah muntah dua kali, oleh karena itu Sanfiko tidak ada waktu untuk berbicara yang tidak penting dengan Nusrini.

Saat Sanfiko masuk ke dalam kamar, sinar bulan sangat terang.

Jovitasari bersandar di tempat tidur, muka yang merah, seperti perutnya sudah memuntakan semuanya, Jovitasari menggulung dirinya, alis mata mengkerut, sedikit sakit.

Sanfiko berjalan kearahnya, menaruh bubur panas yang sudah di masak di samping, kemudian duduk sisi tempat tidur.

"Jovitasari, sini minum sedikit air..."

Jovitasari membuka matanya dengan sedikit samar, melihat Sanfiko yang duduk di sisi tempat tidur dan bergumam : "Sanfiko, ini dimana ?"

"Rumah."

Saat berkata Sanfiko membantu Jovitasari bersandar ke ata bantal.

Kemudian memberi air panas yang sudah dedikit mendingin ke tangan Jovitasari.

"Kamu mabuk, tadi sudah memuntahkan semuanya, sekarang perutmu kosong, pasti sangat tidak nyaman kan, minum sedikit air hangat, dan makan sedikit yang panas lalu beristirahat, setelah tidur semuanya akan baik - baik saja."

Saat ini Jovitasari tidak berkata apa - apa, hanya mendengar dan minum, kemudian Sanfiko membawa bubur panas kemari, sedikit demi sedikit menyuapi Jovitasari.

Saat ini Jovitasari hanya merasakan buram pada kedua matanya, patuh seperti anak kecil yang biasa dan membuka mulut memakan suapan Sanfiko.

Dia memang sudah lapar, seharian ini tidak makan apa - apa, dan tadi minum sangat banyak alkohol.

Tiba - tiba dia ingat sesuatu.

"Jangan bicara, cepat makan..."

Sanfiko tentu tahu apa yang ingin ditanya Jovitasari.

Dia langsung menyuapi sesuap bubur panas dan berkata : "Jovitasari, jangan khawatir tentang masalah perusahaan, meskipun teman yang aku beritahu kamu tidak datang, tapi dia sudah meneleponku, katanya menyuruh seorang yang bernama Luiz datang, dia sebelumnya sudah memberikan kontraknya kepada Luiz , tinggal tunggu kamu mengambilnya, untuk sementara waktu mereka tidak akan bekerja sama dengan orang lain."

Setelah Jovitasari mendengar perkataan Sanfiko, wajahnya langsung sangat terkejut.

"Yang benar ?"

Sanfiko tersenyum dan berkata : "Tentu benar, temanku juga memberitahuku, tunggu nanti setelah berjalan dengan benar, dia akan memperkenalkanku bekerja di industri Sumedang."

Mendengar perkataan ini, dalam sesaat raut wajah Jovitasari .

Bisa berdiskusi kontrak, Sanfiko bisa mempunyai pekerjaan yang tetap, ini adalah hal yang paling ingin dilihat Jovitasari !

Seperti karena senang, Jovitasari dengan nakal menggigit sendok yang Sanfiko bawa ke mulutnya.

Dibawah sinar bulan masih ada Jovitasari yang sedikit mabuk sedang menggigit sendok, kelakuan seperti itu sangat gemas dan menggoda orang...

Dalam waktu yang singkat Sanfiko melihat dengan bengong...

Novel Terkait

Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
4 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu