Menunggumu Kembali - Bab 94 Ada Orang Yang Ingin Menghabiskan Uang untuk Membeli nyawamu

“Kamu...”

Sanfiko langsung memeluk Joviyasari, lalu dengan prihatin bertanya: “Jovitasari, kamu kenapa?”

Sekarang wajah Jovitasari memerah.

“Kamu sampah, berani-beraninya menghindar….”

Rita pun merasa sangat sakit ketika melihat ini, dan dia bertambah marah, karena Sanfiko menghindari tamparannya lalu mengenai putrinya sendiri, karena tidak puas dia menampar kedua kalinya kemuka Sanfiko….

"Sudah cukup!"

Tapi tangan Rita berhenti di tengah dia ingin memukul, dan Sanfiko langsung meraih pergelangan tangan Rita.

Pada saat ini, mata Sanfiko tiba-tiba menembakkan cahaya dingin yang tajam

Michael yang duduk di sofa sambil merokok segera berdiri dan berjalan ke hadapan Rita.

Rita benar-benar ketakutan dengan mata dingin Sanfiko saat ini, dan bahkan seketika tubuhnya menggigil, mata itu menakutkan, seolah-olah dia sedang ditatap oleh binatang buas.

“Sanfiko, apa yang kamu lakukan, buruan lepaskan!”

Michael segera meraih lengan Sanfiko, tetapi begitu dia meraihnya, dia merasa bahwa dirinya sedang memegang seikat besi, kekuatan terornya membuatnya tidak mampu menahan ledakan rasa takut di hatinya.

“Ibu, aku sudah mengatakan masalah ini, aku bisa menyelesaikannya.”

Suara Sanfiko melembut, dan perlahan-lahan dia melepaskan tangannya.

Pada saat Sanfiko melepaskan tangannya, Michael segera melindungi Rita di belakangnya.

“Jovitasari, sana kamu masuk kamar istirahat.”

Sanfiko tidak ingin ada konflik lagi.

“Hum, Sanfiko, pria seperti apa kamu, jika kamu tidak mengelak, bagaimana bisa aku memukul Jovitasari, kamu sialan, keluar dari sini, kamu tidak diterima dalam keluarga ini, keluar dari sini...”

Pada saat ini, semakin Rita memikirkannya, semakin marah dia.

Sanfiko sampahini tiba-tiba meraih tangannya, dan itu benar-benar menyakitkan.

“Sanfiko, pergi dari hadapanku......”

Rita bergegas keluar dari belakang Michael dan langsung meraih pakaian Sanfiko, tetapi tidak menariknya.

“sudah!”

Michael dengan segera menarik Rita.

“sudah? Apanya yang sudah? Michael, sampah kamu, kamu tidak melihat aksinya barusan, dia mau memukulku, kalau tidak malam ini aku akan keluar kalau Sanfiko tidak pergi.”

Selama berbicara Rita melepaskan diri dari tangan suaminya, dan kemudian memberinya tatapan yang tajam, kemudian menunjuk ke arah Sanfiko dan melanjutkan berkata: “Sanfiko, cepat keluar dari sini sekarang…… keluar….”

Saat ini Sanfiko berdiri, terkadang dia benar-benar ingin menampar ibu mertuanya untuk membuatnya diam.

Tapi dia tidak bisa melakukannya.

Selama Rita tidak menyentuh garis bawahnya, dia merasa bahwa dia bisa dimaafkan atas apa yang dia lakukan, lagipula dari lubuk hatinya dia juga demi kebaikan putrinya, demi Jovitasari.

“Bu, apa yang terjadi padamu malam ini……. Ini semua bukan salah Sanfiko, kamu ingin marah, pergi ke rumah sakit dan cari ayah kedua dan ibu kedua marahi mereka……. Kamu hanya tahu memarahi Sanfiko dirumah...”

Pada saat ini Jovitasari melihat wajah Sanfiko yang putus asa berdiri disana, dan hatinya sangat tidak nyaman.

“Baik, sekarang sudah berani, Michael, kau sudah lihat, ini putrimu yang kamu rawat selama ini.”

“Hari ini, aku akan meninggalkan kata-kataku di sini, sekarang di keluarga ini tidak ada dia tapi ada aku……… ada dia tapi tidak ada aku, kamu tidak pergi, maka aku akan pergi ...”

Rita yang marah seperti ingin meledak.

Sebelumnya dia selalu mengatakan hal yang sama di rumah, bahkan jika dia keberatan, selama dia marah orang-orang akan mendengarkannya dengan patuh, tapi sekarang karena Sanfiko yang dianggap sebagai sampah di matanya, putrinya selalu bertengkar dengannya.

Selesai berbicara, Rita berbalik dan berjalan menuju pintu.

Pada saat ini, Michael dengan segera melangkah dan menghadang didepan Rita yang ingin berjalan.

“Kamu sedang apa, sudah larut malam, tidak ada makanan sama sekali....”

“Lagipula aku tidak memiliki banyak bobot dalam keluarga ini, kalian tidak akan mendengarkan aku jika aku tinggal di sini, semuanya melawanku……… aku pergi, aku tidak menduga bahwa Rita tidak bisa melindungi rumahnya sendiri dari orang luar...”

Dia berbicara sambil menangis dengan kencang.

Pada saat ini Sanfiko melangkah maju beberapa langkah, berjalan ke pintu, dan kemudian membuka ikatan celemeknya.

“Ayah ibu, aku jalan......”

Pada saat ini Sanfiko menatap Jovitasari, lalu tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

“Sanfiko.....”

Sanfiko berbalik lalu langsung membuka pintu, dan berjalan keluar.

“Sanfiko, kamu bawa kuncinya....”

Saat berbicara Jovitasari melangkah cepat mengikutinya, lalu memberikan kunci kepada Sanfiko.

“Ayo pulanglah, aku tidak apa apa.”

“Aku akan meneleponmu nanti, kamu pulang sana……. Aku akan mengirimmu uang melalui wechat, dan makan di luar.”

Jovitasari mengejar ke pintu dan berbisik ke Sanfiko.

Sanfiko menganggukkan kepala, lalu mengambil kuncinya, dan dia pergi berjalan kelantai bawah.

“Jovitasari, apa yang masih kamu lakukan, sampah itu juga merupakan masalah di rumah, biarkan dia pergi.”

Sambil berkata Rita dengan cepat berjalan ke pintu, menarik kembali Jovitasari, dan kemudian menutup pintu dengan kencang.

“Ibu....”

Air mata Jovitasari keluar, dan dia merasa sangat sedih.

Segera dia bergegas ke balkon untuk melihatnya….

“Kamu kasih aku duduk disini!”

Rita menarik Jovitasari dan menahannya di sofa, lalu dia berkata: “Jovitasari, apakah kamu ingin bertarung denganku, dan ibumu demi Sanfiko?”

Pada saat ini, Rita menatap Jovitasari dengan dingin.

Ketika Jovitasari hanya ingin melepaskan diri dari apa yang dikatakan Rita, dia melihat mata ayahnya yang tak berdaya.

“Ibu, kamu kenapa bisa begini, Sanfiko...”

“Ada apa denganku seperti ini? Sanfiko, panggilannya begitu akrab, aku katakan Jovitasari, kamu jangan benar-benar jatuh cinta padanya. Bocah itu anak miskin yang tidak punya apa-apa…….. Selain itu dia memiliki temperamen yang buruk, sebelumnya aku pikir aku busa menanggungnya, tetapi sekarang sudah tidak tahan, kamu sudah lihat belum…….. Dia berani melawanku malam ini, dan memukuli orang-orang di perusahaan, orang sepertin ini jika melakukan kekerasan dirumah bagaimana?”

“Aku akan memberitahumu, dengarkan ibu, itu benar, kamu harus menceraikan sampah itu besok dan menikah dengan Billy, saat SMP keluarga Billy mengincarmu, sekarang dia masih lajang, hanya demi menunggumu, dan keluarga Billy sekarang…..”

“Bu, apa yang kamu katakan…… aku katakan bahwa aku tidak akan pernah bercerai dengan Sanfiko, hilangkan keinginan seperti itu!”

Sambil berbicara Jovitasri berdiri dan berjalan menuju kamar, pada saat ini, Rita meraih ponsel Jovitasari.

“Tinggalkan ponselmu, dan jangan hubungi sampah itu!”

“Ibu....”

“Ibu, kamu kenapa begini!”

Jovitasari berteriak, lalu langsung masuk ke kamar dan membanting pintu.

Dia harus bagaimana?

Bajingan itu, Jovitasari ingin melawannya, dan mencurahkan semuanya, tapi dia memilih untuk menahannya, ini adalah kelemahannya.

Pada saat ini Rita mengambil ponsel Jovitasari dan tersenyum dingin berkata: “Masih ingin memberi uang kepada sampah itu, tapi tidak bisa!”

Melihat ini Michael di satu sisi hanya menggelengkan kepalanya tanpa berdaya…

Pada saat ini Sanfiko berkeliaran dengan motor listriknya, memikirkan apakah dia ingin menemukan toko piano untuk menemukan perasaannya.

Satu jam kemudian, Sanfiko menemukan toko piano yang agak jauh.

Hanya ada seorang pria paruh baya di toko piano itu, dengan janggut besar, saat ini dia sedang membersihkan setiap piano dengan hati-hati.

“Kamu bisa melihatnya dan mencobanya jika kamu suka ...”

Sanfiko menganggukkan kepala, mukanya tersenyum.

Meskipun orang dengan jenggot itu tidak berbalik badan, tapi Sanfiko tahu bahwa dia adalah pemain yang piano yang hebat, karena jari-jarinya panjang dan kuat.

Duduk di sebelah piano, pada saat ini Sanfiko meletakkan tangannya diatas note piano.

Meskipun aku sudah lama tidak menyentuh note hitam dan putih ini, tapi begitu Sanfiko meletakkan tangannya dia merasakannya.

Dengan jari yang sedikit gemetar, dengan segera musik samar segera mengalir keluar dari tangan Sanfiko……

Ini adalah lagu cinta yang sangat tua, hampir tidak seusia dengan umur Sanfiko, tetapi Sanfiko sangat menyukainya.

Akhirnya pada saat lagunya habis, Sanfiko perlahan-lahan menarik kembali tangannya.

“Kamu mainnya sangat hebat!”

Sanfiko kemudian melihat bahwa paman setengah baya dengan janggut besar ini mengenakan kacamata hitam di malam hari, dan segera Sanfiko menyadari sesuatu.

“Paman, kenapa sudah larut malam kamu masih belum pulang kerja?”

“Bukannya sudah malam? ....hmm, harusnya sudah pulang kerja.”

Paman menyentuh arloji yang ada ditangannya, dengan segera tersenyum dan berkata.

“Haha, anak muda, permainan pianomu bagus juga, namun sepertinya kamu sudah beberapa waktu tidak bermain piano kan, karena agak sedikit aneh, tapi basic kamu sudah sangat bagus, aku khawatir beberapa guru piano yang profesional tidak bisa menandingi kamu.”

“Paman terlalu membanggakan, aku mainnya masih sembarangan….”

Sanfiko tersenyum berkata.

“Haha, bos membuat aturan harus tutup jam setengah 9, tunggu ada waktu kosong, kamu kembali lagi kesini, kita saling berbagi ilmu.”

Setelah selesai berbicara paman berjenggot itu tertawa, dia mengulurkan tangan meraih tongkat disampingnya.

Sanfiko segera maju kedepan dan mengambil tongkat lalu memberikannya kepada paman.

“Pasti pasti, kalau begitu kita bertemu besok, bagaimana?”

Paman berjenggot itu segera mengangguk kepala dan berkata: “Baiklah, baiklah.”

Segera paman berjenggot perlahan menutup pintu, lalu kedua orang itu meninggalkan toko piano itu.

Melihat paman berjenggot hilang di tengah gelapnya malam, tiba-tiba Sanfiko merasa sangat tenang.

Namun sayangnya, ketika Sanfiko menaiki motor listrik untuk mencari tempat tinggal untuk satu malam, Jovitasari tidak ada menelponnya, sangat jelas ibu mertuanya mengawasinya dengan ketat, dia tersenyum pahit, kelihatannya malam ini dia harus tinggal diluar untuk satu malam.

Ketika Sanfilo berkendara dijalan yang gelap, tiba-tiba 6 pria besar muncul, Sanfiko baru memberhentikan kendaraanya, dari belakangnya datang sebuah mobil off road, Sanfiko dibutakan oleh cahaya yang menyilaukan….

Tepat ketika Sanfiko merasa bingung, seketika 6 orang turun dari mobil itu, yang pertama adalah pria paruh baya yang kurus, mengenakan kacamata, tapi suasana itu menunjukan kalau dia lah bos dari orang-orang ini.

Dia perlahan-lahan menghampiri Sanfiko, lalu mengeluarkan ponsel lalu membandingkannya dengan foto di ponselnya, dia mendongak dan bertanya:

“Kamu Sanfiko?”

Sanfiko menganggukkan kepala.

Melirik ke plat nomor, platnya bukan daeran Penang, tapi itu plat nomor daerah Peka.

Dengan segera Sanfiko menyadari sesuatu.

Pria paruh baya yang mengenakan kacamata itu perlahan tersenyum, lalu lanjut berjalan menghampiri Sanfiko.

Dia berhenti sekitar 1 meter dari Sanfiko, dan langsung mengulurkan tangannya, secepat kilat sebuah pistol kecil muncul ditangannya, pada saat ini tidak ada keraguan pada kening Sanfiko.

“Ada orang yang ingin mengamburkan uang untuk membayar kehidupanmu!”

Pria paruh baya itu dari kacamata menatap Sanfiko, dengan tersenyum dingin dan dia berkata seperti tidak ada masalah….

Novel Terkait

Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
3 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
4 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
3 tahun yang lalu