Menunggumu Kembali - Bab 31 Keras Kepala

"Dan kamu, aku melihat menantu kamu begitu baik, hah, segera pergi cek kondisi Tuan Bai, kali ini Tuan Bai dapat melewati masa kritis semua berkat bantuan Saudara Chen!"

Setelah mengatakannya Filbert Xu berjalan pergi, para pengurus senior rumah sakit tersebut lekas menyusurinya.

Billy berdiri mematung di sana, sepertinya masih belum sadar akan apa yang telah terjadi.

Bagaimana hal ini bisa berubah jadi begini?

Sampah itu ternyata menguasai sedikit pengobatan cina?

Bagaimana mungkin?

Ini hanyalah lelucon!

Chayadi Liu yang berpakaian seragam polisi berdiri memaku di sana dengan wajah pucat, sekejap ia merasa telah dipermainkan.

Pada saat ini ponselnya berbunyi.

"Chayadi Liu, apa yang telah kamu lakukan, kamu kalau gak ada kerjaan ya diam saja di kantor, kamu kenapa buat keributan di rumah sakit? kamu tahu siapa yang sudah kamu buat tersinggung?"

"Dan lagi, berani ya kamu, orangnya sampai telepon langsung ke aku... Kamu masih sok bilang terjadi apa-apa tanggung sendiri, aku mau melihat bagaimana kamu mau menanggungnya sekarang!"

Begitu telepon terhubung, marah besar lantas merebak.

"Bukan begitu kakak ipar, aku..."

"Jangan panggil aku kakak ipar, kamu yang kakak ipar aku, sekarang cepatan kembali ke sini sialan, belum cukup buat malunya?"

"Baik, baik, aku langsung kembali!"

Selepas menutup telepon, raut wajah Chayadi Liu semakin tidak enak dimelihat.

"Tadi kamu kan yang lapor polisi?"

Billy terperanjat, lalu menjawab:"Benar..."

"Sialan kau! Bawa pergi!"

Kali ini Chayadi Liu sudah tidak peduli siapa orang ini, dan sekali tendang langsung diarahkan ke tubuh Billy.

Sekejap Billy yang wajahnya sok tampan karena merasa sudah sukses menjalankan rencananya kali ini di tengah keterkejutan orang-orang di sana ia terlempar beberapa meter jauhnya.

"Kamu... Kamu berani memukulku, kamu tahu aku..."

"Bubarkan tim!"

Saat ini perasaan Chayadi Liu sangat buruk, tidak sempat lagi mendengar perkataan Billy, ia lantas berbalik dan membawa orang-orangnya pergi.

Seketika di tengah koridor hanya tersisa Jovitasari dan Rita.

Terlintas perkataan direktur Xu barusan, namun dalam hati Rita tidak merasa bersyukur sedikit pun kepada Sanfiko Chen, justru semakin memikirkannya ia merasa semakin dongkol.

"Hah, memangnya kenapa kalau dia sudah membantu? Dia adalah menantu keluarga Bai, sudah seharusnya membantu!"

Rita berkata sembari berjalan menuju ke arah para dokter dan suster yang mendorong dan menggantung botol oksigen Micheal keluar dari ruang operasi.

Dalam hatinya Sanfiko Chen selamanya adalah sampah, ia yang jadi ibu memukul dan memarahinya adalah hal yang sangat normal.

"Dokter, Micheal kami..."

"Ia sudah melewati masa kritis, sekarang yang dibutuhkan adalah istirahat, jadi untuk sementara kalian jangan ikut dulu, tunggu sampai pasien sudah sadar aku akan memanggil kalian."

Seorang dokter paruh baya lekas menjelaskannya dengan sabar.

Ia adalah dokter operasi utama yang memakai kacamata barusan.

direktur Xu barusan mengatakan bahwa pasien benar-benar sudah melewati masa kritis, namun ia tidak percaya sama sekali, jadi ia masuk kembali dan dengan teliti mengeceknya ulang, alhasil membuat ia sungguh tercengang.

Sesaat muncul anak muda yang berpenampilan sederhana dan sangat sombong itu dalam benaknya.

Dan pemuda ini adalah menantu keluarga ini.

Namun ia juga tidak terlalu banyak memikirkan hal lain, hanya saja ingin belajar dari pemuda ini, mungkin akan banyak membantu keterampilan medisnya di masa depan.

Memelihat sosok bayangan orang-orang mendorong kasur pasien berbaring itu menghilang di ujung koridor, sekejap perasaan Jovitasari terasa sangat sakit dan perih.

Bahkan ia membenci dirinya sendiri saat ini.

Membenci dirinya ketika Sanfiko Chen disalahpahami, dimarahi, ia justru membisu seribu bahasa.

"Jovita, kamu kenapa?"

Rita yang berdiri di samping dengan perasaan yang akhirnya lega memelihat wajah anak gadisnya sendiri dipenuhi rasa sakit, membuatnya lekas bertanya.

"Ma, tak apa..."

Jovitasari lekas berdiri dan lalu memberikan Rita sebuah kartu atm.

"Ma, dalam sini ada sedikit uang, mama pergi bayar uang dulu, aku mau melihat keadaan Sanfiko."

"Hah, kenapa kamu pergi jenguk sampah itu! apa yang perlu dijenguk!"

Mendengar perkataan Jovitasari, sekejap Rita menjawabnya dengan wajah tidak senang.

"Ma, kita sudah salah paham dengan Sanfiko hari ini, mama barusan masih memperlakukan dia seperti itu, Sanfiko..."

"Sanfiko Sanfiko, kamu memanggilnya penuh perasaan sekali, jangan bilang kamu benaran jatuh hati dengan sampah ini, aku kasih tahu kamu ya, Jovitasari kamu adalah putriku, aku tidak mengizinkanmu bersama dengan si sampah itu lagi, berbuat seperti ini tidak hanya menjerumuskanmu, tapi juga menyusahkan seluruh keluarga Bai kita."

"Waktu itu, nenekmu mengusir kita keluar dari keluarga Bai, dibandingkan kamu tidak nurut padanya untuk dinikahkan ke keluarga Tang, ia lebih murka lagi karena kamu justru menikah dengan seorang sampah, ini sudah memcoreng wajah keluarga Bai kita, kamu ngerti gak? tiga tahun sudah berlalu, aku kira keluarga Bai kita memperlakukannya lebih dari baik, tunggu sampai papamu sembuh nanti kamu harus menceraikannya. Kalau kamu tidak suka dengan Albert Saputra, Billy juga lumayan, apalagi kalian adalah teman sekolah. Atau aku akan mencarikan yang lain untukmu... Aku masih punya banyak pilihan!"

Jovitasari mendengarkan perkataan ibunya, dalam hati ingin rasanya mengungkiri, namun tidak tahu harus berkata apa.

"Ma, kenapa mama bisa begini?"

"Kenapa denganku, biaya perawatan papamu semuanya sudah dibayar sama Billy, Oh ya aku harus menelepon Billy, masalah ini tidak bisa menyalahkannya, kalau mau menyalahkan harusnya salahkan Sanfiko Chen itu, bukannya ngomong dulu sebelum melakukan sesuatu, malah mencelakai orang sampai ditendang dan dibawa ke kantor polisi!"

Saat mengatakannya Rita sembari mengeluarkan ponsel.

Hampir melupakan apa yang telah terjadi sebelumnya, ia barusan telah menendang dahi Sanfiko Chen.

"Kamu mau kemana?"

Memelihat Jovitasari terburu-buru melangkah pergi, Rita bergegas mengejar dan menanyainya.

"Aku pergi memelihat kondisi Sanfiko..."

"melihat apa, pergi jenguk Nusrini, apanya yang perlu dimelihat dari sampah itu!"

"Aku..."

Seketika Jovitasari merasa mamanya sendiri ini sangat keras kepala, namun meski begitu ia akhirnya ditarik oleh Rita pergi ke bangsal Nusrini.

Dan saat ini di kantor direktur.

Sanfiko Chen sudah selesai diperban.

sesungguhnya luka luar seperti ini tidak ada apa-apanya bagi Sanfiko Chen, hanya karena tadi tubuhnya sangat kelelahan, barulah ia tidak memberontak sama sekali, apalagi ia sadar kalau membalas dalam keadaan barusan juga tidak ada gunanya.

"Tuan Chen, luka kamu..."

Sanfiko Chen menggeleng perlahan.

"Tak apa."

"Itu, Tuan Chen, apa kamu tidak merasa dirugikan seperti ini? Jujur, aku saja merasa dirugikan kalau diperlakukan seperti itu, dan satu lagi pemuda yang bernama Bil apa itu, jelas sekali kejadian ini dia yang rencanakan, atau tidak aku telepon ke kantor polisi, agar anak ini ditahan dulu sebelum ditangani."

"Tidak perlu, ia hanya menambah keramaian saja, tidak perlu sampai ditahan. Bagaimana keadaan ayah aku sekarang?"

Tentu saja Sanfiko Chen jelas akan apa yang sebenarnya terjadi.

Namun Sanfiko Chen tidak ada niat mengurusi Billy, karena yang terpenting sekarang adalah membereskan masalah pabrik alkohol, takutnya kalau ditunda lagi malah akan memunculkan masalah yang lain lagi.

"O, Tuan Chen, kamu tenang saja, aku telah mengatur bangsal perawatan intensif, Nugraha Feng, Dokter pengobatan cina Senior Feng dan beberapa bawahannya sendiri yang menjaga pasien, beliau sudah sadar barusan, hanya perlu untuk istirahat."

Sanfiko Chen mengangguk.

"Kalau begitu mohon bantuannya direktur Xu. aku juga sudah cukup istirahatnya, kalau begitu aku permisi dulu!"

Sanfiko Chen berbicara sembari berdiri, setelah istirahat singkat, Sanfiko Chen sudah lumayan pulih.

Tepat setelah Sanfiko Chen meninggalkan kantor direktur.

Filbert Xu buru-buru meraih ponselnya dan menelepon Kevin Wijaya.

Sebenarnya hubungan antara Filbert Xu dan Kevin Wijaya tidaklah dekat, namun karena Sanfiko Chen, karena masalah Micheal dirawat di rumah sakit, barulah terjalin hubungan antara dua orang ini.

Filbert Xu mengerti benar kemampuan Kevin Wijaya, meskipun sekarang ia sudah berumur enam puluhan tahun, Filbert Xu juga ingin berusaha menjalin hubungain dengannya, karena beliau masih punya keturunan, kalau bisa berhubungan baik dengannya, sepatah kata dari Kevin wijaya, karir puteranya akan sangat mulus di Kota Penang, ia bisa dengan mudah menghasilkan banyak uang.

"Apa, terjadi hal seperti ini? Siapa Billy itu, tidak pernah dengar..."

"Er, apa yang dimaksudkan Tuan Chen?"

"Hmm, kalau begitu ikuti saja kata Tuan Chen. Terima kasih banyak direktur Xu, biaya perawatan Tuan Micheal kamu beritahu langsung pada aku saja, nanti aku transfer, dan aku dengar rumah sakit rakyat perlu memperbaiki departemen rawat inap?"

Mendengar perkataan ini, Filbert Xu sekejap bergairah.

"Benar, sudah dirancang, hanya saja..."

"Hehe, uang bukan masalah, nanti direktur Xu kirim saja orang untuk menghubungi Vira Saphira."

"Terima kasih Bapak Wijaya, nanti aku yang hubungi sendiri."

Setelah berbicara, ia menutup teleponnya.

Filbert Xu semakin merasa bahwa Sanfiko Chen tidak sesederhana yang ia kira, bahkan Kevin Wijaya saja begitu menghormatinya.

Di tengah bangsal, saat Sanfiko Chen baru saja melangkah masuk, seketika terdengar suara bibi kecilnya.

"Ma, aku lapar, mau makan daging babi merah!"

Rita mengasihkan apel yang sudah dikupas ke tangan Nusrini, lalu bergumam:"Sanfiko Chen itu, bukannya hanya pergi diperban, tahunya bermalas-malasan lagi!"

"Ma... Nusrini, kamu tidak apa-apa kan?"

"Kamu masih tahu untuk kesini ya, pergi untuk perban luka kecil seperti itu perbannya sampai dua jam lebih, tahu gak ini sudah siang?"

Rita berdiri menghadap ke arah Sanfiko Chen dan langsung menyalahkannya.

"Benar tuh, hanya luka kecil begitu, masih mau diperban, benaran buang-buang duit, pakai hansaplast aja kan sudah cukup!"

"Ini sudah siang, aku sudah lapar, cepatan belikan aku makanan!"

Nusrini duduk di atas kasur pasien, sambil menggigit apelnya ia sambil menyuruh-nyuruh Sanfiko Chen.

"Mana Jovita?"

"Kamu pikir Jovita seperti dirimu ongkang kaki seharian ya, jadi seorang pria, justru membiarkan istrinya susah payah mencari uang, sendirinya malah bermalas-malasan seharian. kenapa masih mematung di situ, cepatan pergi beli makanan, Nusrini mau makan daging babi merah, cepatan pergi!"

Rita menatap Sanfiko Chen dengan jengkel, ia berbalik dan mengambil sebuah apel, lalu mulai mengupasnya untuk dirinya sendiri, kepalanya pun tidak menoleh saat berbicara.

Novel Terkait

Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
3 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
3 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu