Menunggumu Kembali - Bab 36 Adik Ipar Yang Jahat

Beberapa hari berikutnya, Sanfiko selain pergi ke rumah sakit untuk mengantarkan makanan, ia hanya berada dirumah untuk mencuci pakaian dan melakukan pekerjaan rumah. Dia tidak pernah ke tempat lain.

Namun, karena ibu mertuanya harus tinggal di rumah sakit untuk menemani suami nya, Sanfiko jadi bisa lebih bersantai selama beberapa hari.

Malam itu Sanfiko masih seperti biasanya membeli sayur dan pulang ke rumah lebih awal, ketika dia sedang memasak.

Ibu mertuanya dan adik iparnya pulang ke rumah.

"Sanfiko, aku dengar kamu dipecat dari sekolah, benar tidak?"

Ketika Rita sampai di rumah, dia bergegas masuk ke dapur dan menanyakannya.

Dipecat?

Ketika Sanfiko hendak berbicara, perkataannya langsung dipotong oleh Nusrini.

"Bukankah hanya dipecat? Aku dengar ia dikeluarkan karena absen kerja. Bu, kamu tidak tahu kalau kakak ipar ini sangat sibuk, jadi ia memandang rendah pekerjaannya menjadi petugas keamanan itu!"

Nusrini sengaja mengatakannya.

Setelah mengetahui berita itu, dia memberi tahu Rita terlebih dahulu, ia masih menambahkan garam dan gula kedalam nya.

Rita sudah berpikir untuk mencari alasan untuk membuat putrinya bercerai dengan Sanfiko.

Setelah mendengar perkataan Nusrini, dia sangat marah.

"Bu ... aku ..."

Rita melambaikan tangannya.

"Sanfiko, kamu ini hanya bisa di rumah sepanjang hari dan hanya bisa membuat makanan, Jovitasari dengan susah payah membantu mencarikan pekerjaan yang santai sebagai petugas keamanan untukmu, dan kamu tidak menghargainya. Jika kamu tidak bisa mempertahankan pekerjaanmu itu hari ini, maka kamu harus keluar dari rumah kami. Kami tidak memelihara pengangguran! "

"Tidak hanya hari ini, selamanya tidak boleh muncul lagi!"

Nusrini bergegas menyambung perkataannya.

"Ya, setelah Jovitasari kembali kalian harus menandatangani surat perceraian, kalian harus bercerai!"

Bercerai?

Kali ini Sanfiko gugup.

"Bu, kamu lakukan dulu pekerjaanmu di sini dengan perlahan-lahan, aku akan pergi mandi, beberapa hari ini di rumah sakit aku tidak bisa mandi dengan enak."

Saat berbicara, Nusrini menatap Sanfiko dengan pandangan menghina, dan kemudian ia berjalan menuju ke toilet.

"Itu ..."

Ketika Sanfiko hendak berbicara, Rita langsung berteriak: "Sanfiko, aku memutuskan untuk menyuruhmu bercerai dengan Jovitasari. Bagaimana pendapatmu?"

Pendapat?

Sanfiko memandang ibu mertuanya yang telah ia toleransi selama tiga tahun itu.

"Nanti setelah Jovitasari kembali, kamu ajukan perceraian padanya, tahu tidak? Sebaiknya kamu lakukan sesuai dengan apa yang aku katakan, kalau tidak aku tidak akan pernah melepaskanmu!"

"Aku ... tidak ingin bercerai!"

Suara Sanfiko agak keras.

Karena saat ini hatinya merasa sangat sakit, meskipun dia tahu bahwa ibu mertuanya ini telah memaksa dirinya untuk bercerai dengan Jovitasari lebih dari sekali, tetapi Jovitasari tidak pernah setuju.

Dan sekarang Rita benar-benar langsung bertindak dari dirinya sendiri, dan menyuruhnya mengajukan perceraian dengannya.

"Tidak ingin bercerai? Itu tidak bisa terserah pada mu!"

Saat itu, pintu didorong terbuka, dan Jovitasari menyeret tubuhnya yang kecapekan itu pulang.

Begitu dia masuk ke rumah, Jovitasari melihat ibunya duduk di sofa, dan Sanfiko berdiri di sampingnya dengan mengenakan celemek.

"Bu, Sanfiko, apa yang kalian lakukan?"

"Oh, Jovitasari kamu sudah kembali. Jika kamu terlambat kembali, mungkinSanfiko sudah akan memakanku!"

Jovitasari awalnya sudah sangat lelah karena urusan perusahaan, dan hari ini ia juga menerima panggilan telepon dari ayah kedua nya. Isi panggilan telepon itu juga sangat sederhana ia menyuruhnya untuk pergi ke perusahaan grup keluarga besok pagi pukul 8 pagi.

Jovitasari awalnya ingin menolaknya, tetapi ia tidak ada kesempatan untuk itu.

Jovitasari tampaknya menyadari sesuatu, ia ingin pulang ke rumah untuk beristirahat lalu pergi rumah sakit dan berdiskusi dengan orang tuanya.

Tetapi ia tidak menyangka akan mengalami hal seperti ini begitu ia tiba di rumah.

"Bu, ada apa sebenarnya?"

Rita tidak berbicara sama sekali.

Jovitasari terpaksa memandang ke Sanfiko.

Sanfiko sangat marah, tetapi ketika dia melihat wajah Jovitasari yang lelah, dia menahannya lagi.

"Tidak apa-apa. Sikap bicaraku terhadap ibu tidak baik."

"Bu, ini salahku!"

Setelah berbicara, Sanfiko berbalik dan berjalan menuju dapur.

"Huh, lihatlah, sikap seperti apa ini? Jovitasari, kamu tidak tahu, Sanfiko sudah dipecat dari sekolah, ia sudah kehilangan pekerjaannya! Ketika aku pulang, aku berkata padanya dan dia masih menggalaki ku, ia kira sayapnya sudah keras. Tidak bisa, Jovitasari, kamu harus menceraikan dia besok, sekarang setiap kali aku melihat sampah ini di rumah aku pasti merasa kesal! "

Rita semakin menjadi-jadi.

Dia tahu bahkan jika dia sudah menyalahkan Sanfiko, Sanfiko juga tidak akan berani mengatakan apa-apa, dan dia juga akan meminta maaf padanya.

Orang yang tidak berguna seperti dia, Rita semakin merasa putrinya tidak boleh hidup bersama orang seperti dia.

Tetapi siapakah yang lebih baik, Albet Saputra, atau Billy, atau ...

Albet sudah tidak datang menjengukku selama beberapa hari ini. Jika dibandingkan, Billy akan lebih baik.

Rita mengatakan itu lalu dalam hatinya ia sudah mendapatkan kandidat pilihannya, ia membandingkan yang mana yang lebih baik...

"Bu, omong kosong apa yang kamu katakan ini?"

Setelah Jovitasari mengatakannya, ia segera berbalik dan bersiap masuk ke kamar.

"Oh ... ah ..."

Pada saat itu, terdengar jeritan dari kamar mandi.

Lalu terdengar tangisan keras.

"Sanfiko, aku akan membunuhmu!"

Sanfiko yang sedang memasak di dapur, tiba-tiba terbengong.

Rita dan Jovitasari bergegas ke toilet.

"Nusrini, ada apa denganmu?"

Rita dengan cepat membuka pintu toilet dengan kunci dan bertanya.

Begitu pintu toilet dibuka, terlihat Nusrini terduduk di lantai, salah satu kakinya sudah membengkak, bahkan ada luka yang panjang, terlihat darah terus mengalir keluar…

"Bu ... Pasti Sanfiko yang sengaja mencelakaiku, ia sengaja merusak pipa air, dan kemudian mencoba mencelakaiku ..."

Ia mengatakannya dan lebih ingin menangis keras.

Pada saat ini, Sanfiko bergegas ke pintu toilet.

"Bu, tidak, aku baru saja mau mengatakannya ..."

"Sanfiko, kamu ini pembawa bencana, kenapa kamu melakukan ini pada Nusrini!"

Awalnya, Sanfiko ingin memberi tahu Nusrini bahwa pipa toilet rusak. Dia belum selesai memperbaikinya, tetapi ia tadi dipanggil oleh Rita, dan ia langsung meminta Sanfiko untuk berinisiatif mengajukan perceraian pada Jovitasari.

Kemudian Jovitasari pulang, dan itu semua terjadi terlalu cepat.

"Ah ... kamu keluar, pergi sana, aku tidak berpakaian!"

Ketika Sanfiko hendak melihat kedalam, ingin melihat bagaimana keadaan Nusrini, tiba-tiba terdengar teriakan.

Peng!

"Keluar!"

Rita berbalik dan menampar wajah Sanfiko.

"Oke, Sanfiko, kamu sengaja bukan? Kamu benar-benar sangat kejam sekarang, meskipun Nusrini kadang-kadang bandel, tetapi kamu sudah mencelakainya dua kali, dia adalah adikmu, apa sebenarnya yang ingin kamu lakukan!"

Sambil berbicara, Rita menampar wajah Sanfiko lagi, dan kemudian langsung mendorongnya ke ruang tamu.

Jovitasari sudah membantu Nusrini untuk bangkit dan mengenakan pakaian.

Dia mengatakan bahwa dia tidak mengenakan pakaian, tetapi sebenarnya ia hanya melepas mantelnya saja.

"Bu, apa yang kamu lakukan ..."

"Sanfiko tidak sengaja melakukannya!"

Jovitasari membantu Nusrini duduk di sofa, ia bergegas berjalan ke pintu, dan menarik Rita yang terus mendorong Sanfiko ke pintu.

"Tidak sengaja? Jika dia sengaja melakukannya, seluruh keluarga kita akan mati di tangannya!"

"Iya, kakak, kamu tidak tahu makanan yang dia antarkan beberapa hari ini sangat tidak enak dan sangat sedikit. Mungkin ia makan dulu di rumah sampai kenyang, lalu kemudian ia baru mengantarkan makanan untuk kami."

"Dan sekarang dialah yang memasak dirumah kita setiap hari, kalau-kalau dia ingin balas dendam pada kita suatu hari nanti, lalu menaruh sesuatu ke dalam makanan, maka kita semua akan selesai!"

Nusrini berkata dengan menambah garam dan gula, ia memfitnahnya.

"Iya, Jovitasari, pria seperti ini kamu harus pikirkan baik-baik. Ibu tidak akan mencelakaimu, dengarkan perkataan ibu, ceraikan dia besok. Ibu akan mencarikan seseorang yang baik untukmu, dan yang pastinya lebih baik 100 bahkan 1000kali lipat daripadanya! "

Pada saat ini Jovitasari mendengar kata-kata itu, meskipun dia tidak percaya bahwa Sanfiko akan melakukannya.

Tetapi dia memandang ke Sanfiko, dia ingin Sanfiko memberikan penjelasan padanya.

"Jovitasari ..."

"Kakak, kamu jangan dengarkan dia beromong kosong. Tidak tahu Sanfiko sudah melakukan berapa banyak hal yang buruk di belakang kita. Ah ... berdarah lagi, ah, sakit sakit ..."

Pada saat ini, Nusrini terus menangis.

"Cepat pergi ke rumah sakit!"

Sambil berbicara, Rita datang untuk membantu Nusrini berdiri.

"Ah ... Bu, aku tidak bisa jalan ..."

Tidak bisa jalan?

Jadi gimana?

"Apa yang kamu lakukan, kamulah yang membuat Nusrini terluka, ayo bantu gendong dia!"

Rita menatap Sanfiko yang berdiri di sana dengan cemberut dengan dingin.

"Ah, sakit ... kakak, benar-benar sakit ... Aku merasa kakiku mati rasa ..."

"Sanfiko ..."

Jovitasari dengan ekspresi yang kompleks menatap Sanfiko yang mengerutkan keningnya itu.

Pada waktu itu Sanfiko tidak berkata apa-apa dan ia berjalan ke depan Jovitasari, ia berbalik dan berjongkok ...

Novel Terkait

Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
5 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
5 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
4 tahun yang lalu