Menunggumu Kembali - Bab 145 Kekhawatiran Rita

Ia seketika mengompol di tempat.

Ekspresi wanita dengan riasan tebal itu berubah menjadi sangat jelek. Andaikan ia tahu kalau dirinya menggunakan sepatu yang ia pakai diinjak ke kain lap milik Hani, sehingga terjadinya semua masalah ini.

Awalnya ia hanya ingin mencari hiburan, tapi siapa sangka ia mencari mati.

Mungkin ia tidak tahu mengenal siapa itu Sanfiko, tapi ia sangat tahu siapa itu Kak Danny.

“Pak Sanfiko, kamu berhati baik, mohon maafkan aku kali ini. Aku tidak akan berani lagi...”

Karena takut, Andi terus bersujud. Cairan kuning wanita itu bersama ludahnya sudah menempel di dahinya, sangat kotor, tapi kali ini Andi tidak merasa kotor, karena ia tahu ia membuat marah seseorang yang cukup tinggi statusnya. Siapa tahu ada kemungkinan ia akan dibunuh. Ia sangat mengetahui hal-hal yang seperti ini.

Orang yang seperti Kak Danny sudah seirng melakukan hal seperti itu.

Andi berbicara sambil bersujud, lalu ia mengambil sebotol minuman yang masih berisi dan dipukulkan ke kepalanya dengan keras.

Akh!

Seketika minuman itu bercampur dengan darah yang keluar dari kepala.

Kak Danny berdiri disitu tanpa berbicara. Ia tahu betapa hebatnya Sanfiko, apalagi kemampuannya. Kak Aji tidak berani berbicara banyak dihadapan Sanfiko, apalagi dirinya.

Ia menunggu Sanfiko mengeluarkan perintahnya. Bagi Kak Danny, orang kecil yang seperti Andi tidak akan pernah masuk matanya. Di Kota Penang seperti ini, ada banyak orang yang seperti ia, membunuh mereka sudah seperti membunuh semut.

Lagipula Rinardo mereka yang menunggu diluar makin penuh semangat.

Bahkan tangan Rinardo yang memegang rokok itu bergetar.

Apalagi saat suara teriakan itu terdengar, rokok di tangannya seketika terjatuh ke lantai.

Sangat menakutkan. Andai saja jika ia tidak mengakui kesalahannya dan meminta maaf, mungkin dirinya sudah tidak bernyawa.

Dihadapan Sanfiko ada Andi yang penuh darah, lalu ia melihat orang-orang di sekeliingnya penuh dengan ketakutan, lalu berbalik badan dan berjalan beberepa langkah.

Lalu berkata, “Kak Danny, kubiarkan kamu yang mengatasinya. Aku tidak ingin melihat kedua orang ini. Bebas kamu mengatasinya.”

Setelah selesai berbicara, Sanfiko langsung keluar dari restoran.

Kak Danny membungkuk dan berkata,“Baiklah, Pak Sanfiko. Hati-hati di jalan.”

Setelah kepergian Sanfiko, Kak Danny langsung berbalik badan.

Ia memandang datar kearah Andi.

“Andi, katakanlah, kamu ingin mati dengan cara seperti apa?”

Mendengar ucapan Kak Danny, Andi sibuk bersujud kepadanya.

“Kak Danny, kumohon ampuni aku untuk kali ini.”

Wanita yang berdiri disana, seketika duduk di hasil ekskresinya dan sibuk berlutut dan bersujud sambil menangis.

“Kak Danny, ini...”

Dindin seperti teringat dengan sesuatu, tapi Kak Danny sama sekali tidak memberikan kesempatan untuknya dan mengambil telepon.

“Wendy, bawakan beberapa orang untuk mengatasi beberapa masalah.”

Setelah mendengar ini, Andi juga tidak tahan mengompol di tempat.

Ia makin bersujud dan minta ampun.

“Sedikit berisik, tutup dulu mulut mereka.”

Setelah mendengar perintahnya Kak Danny, anak muda yang tadi langsung menendang kepala Andi.

Hanya sau tendangan dapat membuat Andi langsung terjatuh pingsan.

Sisa bawahan Andi makin sibuk berlutut di lantai dan tidak berani mengatakan satu katapun.

“Kak Danny, Pak Sanfiko...”

Melihat pemandangan di depan mata, seketika keringat dingin Dindin keluar dari dahinya.

“Pak Dindin, untuk masalah Pak Sanfiko, kamu jangan menyebarkannya ataupun bertanya. Kamu adalah orang pintar. Kalau Pak Sanfiko bilang ia senang untuk bertemu denganmu, maka aku memutuskan untuk menginvestasi restoran Anda. Oh iya, kamu juga ada beberapa cabang restoran, bukan?”

Dindin sibuk mengangguk kepalanya.

“Nanti aku kenalkan Pemilik Hotel Grandhatika kepadamu. Selain itu, restoran kamu harus direnovasi. Bolehkah aku jadikan wanita tadi sebagai kepala toko?”

“Boleh. Kalau Kak Danny mau menginvestasi restoranku, berarti Kak Danny adalah bosnya. Apa yang dikatakan Kak Danny itu selalu benar.”

Saat ia mendengar Kak Danny ingin memperkenalkan pemilik Hotel Grandhatika, ia sangat semangat. Andaikan kalian tahu bahwa pemilik Hotel Grandhatika yang paling berhasil dalam bidang katering.

Lagipula Kak Danny juga sudah memutuskan untuk berinvestasi di restorannya, bahkan ia rela memberikan setengah saham lebih ke Kak Danny. Kalau sudah punya hubungan ini, ia tidak takut tidak punya uang.

Selain masalah restoran Dindin, Sanfiko sudah dikelilingi oleh Rinardo mereka.

“Sanfiko, mengapa kamu bisa kenal dengan Kak Danny? Ia kan orang hebat.”

Seorang satpam yang sudah berumur bertanya.

Sebenarnya waktu satpam dan anak-anak nakal ini bersama itu cukup banyak, sehingga cuku biasa jika mereka mengenal Kak Danny dan orang-orang seperti Aji dan Renard jarang muncul didepan umum, jadi normal jika mereka tidak mengetahuinya.

“Haha, ada sekali Kak Danny dipukul orang dan aku membantunya. Lalu ia baik kepadaku, tapi kebetulan sekali bisa bertemu dengannya.”

“Huh, ternyata... Aku kira kamu menjadi anak nakal.”

Lagi-lagi seorang satpam tertawa dan menepuk pelan di bahu Sanfiko.

Rinardo tidak berpikir seperti itu, tapi ia tidak berbicara. Kalau Sanfiko tidak memberitahunya, maka ia tidak ingin memamerkan, seperti saat menjadi satpam di Universitas Penang, ia juga tidak berbicara banyak.

“Oh iya, apakah Chayadi sudah tiba di rumah sakit?”

Sanfiko bertanya untuk mengalihkan topik pembicaraan.

“Mungkin sudah tiba. Ada orang Kak Danny yang membawanya, harusnya baik-baik saja, bahkan tidak perlu antri.”

Rinardo tahu kalau Sanfiko sedang mengalihkan pembicaraan dan berkata dengan tersenyum, “Ayo, seharusnya kalian sudah kerja. Kalau tidak aku dan Sanfiko pergi mengunjungi anak itu. Tapi kalau hari ini istriku yang dihina, siapapun itu, aku pasti akan ribut dengannya.”

“Kalau...”

“Sudahlah. Kalian beritahu dulu ketua pemimpin, aku dan Sanfiko pergi melihat kondisi Chayadi, lalu kembali.”

Rinardo memang pemimpin dari Sanfiko mereka, sehingga beberapa orang yang lain mengangguk. Meskipun mereka merasa Sanfiko sangat hebat, bisa kenal dengan Kak Danny, tapi mereka tidak mengucapkan apapun dan langsung pamit dengan Sanfiko, lalu berjalan gedung Perusahaan Group Shen.

“Pak Sanfiko...”

“Jangan panggil seperti itu, haha. Ayo pergi lihat Chayadi.”

Hati Rinardo sangat senang, karena teringat dirinya bisa bersama Sanfiko, sehingga bisa memperdalam hubungan dengannya, ia makin merasa Sanfiko yang dihormati Kak Danny, bukanlah orang biasa.

......

“Ibu, apa yang sedang kamu tebak?”

Perasaan Jovitasari sangat baik hari ini. Ia langsung memberitahu berita ini kepada Michael, lalu Michael langsung memberitahu kepada Puspita. Dibanding hadiah pertunangan dari Keluarga Martin, ternyata Puspita lebih mementingkan pinjaman Jovitasari dengan Bank Rakyat Kota Penang, yang sebesar 2 triliun. Kalau pinjaman ini disetujukan, tidak hanya menyelesaikan krisis Perusahaan Tianbai, bahkan bisa membuat perusahaan lebih maju.

Tapi yang membuat Jovitasari tidak senang adalah saat dirinya belum satu jam berada di villa, Ibunya sudah banyak bertanya. Ia bertanya darimana uang untuk membeli villa ini dan bertanya apakah menggunakan uang perusahaan untuk membelinya. Pertanyaan ini selalu yang diulangi Ibunya.

Jovitasari terdiam.

“Untuk apa aku asal menebak. Kalau begitu kamu kasih tahu bagaimana kamu mendapat villa ini. Anakku, jangan-jangan kamu ada hubungan pemilik Perusahaan Group Shen?”

“Kudengar Kevin itu sudah berumur empat puluh tahun lebih, lagipula aku dengar ia sudah memiliki istri diluar negeri.”

“Tapi Kevin juga baik, setidaknya ia punya uang. Ayahmu pernah bilang kalau Kevin adalah orang terkaya di Kota Penang, uang sangat banyak, lagipula Xianjiang Property juga milik ia.”

Ucapan Rita sangat berlebihan.

“Apa yang Ibu katakan? Bahkan aku tidak kenal siapa itu Kevin dan tidak pernah bertemu, lagipula aku kasih tahu Ibu, kalau rumah ini dibeli oleh Sanfiko. Aku juga baru mengetahuinya. Apakah kamu melupakannya? Kamu menyuruh Sanfiko melepaskan jam tangan yang seharga puluhan juta itu, itu adalah pemberian pengembang villa ini setelah ia membeli villa ini.”

Jovitasari memandang Ibunya, ia benar-benar tidak tahu apa yang dipikirkan oleh Ibunya.

“Tidak kenal? Terus villa ini...”

“Villa ini dibeli Sanfiko. Sanfiko yang membelinya. Harus berapa kali aku beritahu kepadamu. Kalau bukan Sanfiko yang membelinya, terus mengapa di kertas perjanjian ada nama Sanfiko? Lagipula aku tidak tahu dengan harga villa ini.”

Rita memasang ekspresi datar dan melihat Jovitasari, lalu berkata. “Mengapa? Apakah kamu tidak sabar berbicara dengan Ibu? Aku baru sadar kalau kamu tidak pernah peduli dengan Ibu.”

Novel Terkait

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu

My Lifetime

Devina
Percintaan
3 tahun yang lalu

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
4 tahun yang lalu

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu